Bullying And Bloody Letters

Perlawanan Laras



Perlawanan Laras

0Mentari masih di pegangi oleh Ane dan juga Keysa, dan sekarang malah mereka menjambak-jambak rambut mentari secara bersamaan.     
0

Tentu saja Mentari merasa sangat kesakitan.     

"Ah, tolong lepaskan! sakit!" teriak Mentari.     

Dan tepat saat itu Cinta pun datang dan menghampiri mereka.     

Cinta pun tak tinggal diam, dia hendak membantu Mentari melawan Ane dan juga Keysa.     

Tapi kali ini dia tidak merasuk ke dalam tubuh Mentari, tapi dia merasuk kedalam tubuh Ane.     

Seketika Ane pun merasakan hal yang aneh dalam tubuhnya.     

Seperti sedang tertimpa benda yang berat, dan dengan segera dia melepaskan jambakannya dari rambut Mentari.     

Dan dia berbalik menjambak rambutnya sendiri dengan kuat, dan hal itu membuat Keysa merasa bingung dan secara reflect dia juga melepaskan jambakannya pula dari rambut Mentari.     

"Ane! kamu kenapa?" tanya Keysa yang kebingungan.     

Tapi Ane tak menjawabnya, dan dia malah terus menjambak rambutnya sendiri, serta menampar-nampar wajahnya sendiri sambil tertawa-tawa.     

Seketika Fanya dan juga Laras menghentikan juga perkelahian, dan melihat tingkah aneh Ane itu.     

Perlahan mereka menghampiri Ane lalu mencoba menghentikan tingkah aneh Ane itu.     

"Ane! Kamu ngapain? kamu udah gila ya?! please stop!" teriak Fanya.     

"Haha haha haha, hik hik sakit ...." keluh Ane, tapi masih tetap dengan tertawa-tawa aneh.     

"Please! berhenti, Ane, rambutmu sampai rontok tuh!" Fanya masih tetap berusaha untuk menghentikan Ane, meski Ane tak mendengar ucapannya.     

"Iya, please, Ane! berhenti, kalau kayak gini caranya wajahmu jadi penuh luka cakaran!" teriak Keysa.     

Mereja berdua tampak masih berusaha untuk menghentikan Ane yang terus menyakiti dirinya sendiri, dan sampai mereka memegangi tangan Ane agar tidak lagi melukai dirinya. Namun sayangnya semua itu tidak berguna, tenaga Ane jauh lebih kuat dari tenaga mereka berdua, yang ada malah mereka berdua terpental jauh akibat terdorong oleh Ane.     

"Key! ceri cepat bantuan!" perintah Fanya.     

"Iya, Fenya!" sahut Keysa dan dia langsung berlari menjauh dari mereka berdua.     

Keysa memasuki ruangan kepala sekolah, tapi di sana malah sedang kosong, kepala sekolahnya sedang keluar.     

Dan akhirnya dia memasuki ruang guru dan ruangan lainnya yang pastinya ada seseorang yang bisa membantunya.     

Karna kalau sekedar siswa atau siswi saja belum tentu mampu membantunya.     

Karna dia sadar jika Ane mengalami kerasukan.     

"Pak, Bu! tolong Ane ...!"     

"Ane, kenapa, Key?!"     

"Ane, kerasukan, Pak!"     

"Hah?! apa?!"     

Dan dengan segera mereka menghampiri Ane dan mencoba menghentikannya.     

"Ane, kamu kenapa?" tanya Pak Handoko, salah seorang guru yang mengajar datang ketempat itu.     

Karna beliau adalah seorang guru agama, akhirnya beliau pun langsung membacakan doa-doa untuknya.     

Dan beberapa menit kemudian akhirnya Ane mulai tenang, dan perlahan dia malah pingsan.     

"Ane, Ane, bangun Ane," Fanya menepuk-nepuk wajah Ane pelan untuk membangunkannya.     

"Kamu tidak apa-apa, Ane? ayo bangun," panggil Keysa.     

Dan mereka berdua pun masih terus mencoba membangun kan Ane, tapi Ane masih juga tak sadarkan diri.     

"Sudah, kita bawa saja, ke klinik sekolah!" ajak Pak Handoko.     

Lalu Pak Handoko di bantu oleh siswa lainnya menggotong tubuh Ane.     

Sementara, itu Mentari dan juga Laras masih berada di bangku taman dan membicarakan kejadian yang baru saja menimpa Ane.     

"Gila, si Ane! kenapa bisa jadi begitu ya?!" tanya Laras yang terlihat heboh.     

Tapi Mentari tampak biasa saja, karna dia tahu siapa yang sudah menyebabkan Ane seperti itu, justru dia malah merasa bersalah akan hal ini. Karna dirinya sekarang Ane menjadi celaka.     

"Tari, kok kamu diam saja sih?!" Laras menolehkan paksa wajah Mentari, "aku dari tadi ngomong, tapi kamu gak mau respon! sedih tau!" tukas Laras yang sedikit drama.     

"Eh, masa?! maaf ya Laras,"     

"Huuftt...."     

"Kamu nglamunin apa sih?"     

"Aku ngelamuni...."     

"Hhuh! aku di cuekin lagi," Laras tampak cemberut.     

"Ih, maaf Laras, sebenarnya aku tahu apa yang menyebabkan Ane menjadi begitu,"     

"Haha?! serius?!" kembali Laras bertingakah heboh.     

"Iya, sebenarnya semua itu adalah ulah Cinta," jelas Mentari.     

"Cinta? Cinta teman kamu yang hantu itu?!"     

Mentari mengangguk, "Iya,"     

"Gila, ya, ini benar-benar tidak bisa dinterima dengan logika sih, tapi aku percaya kok dengan ucapanmu itu,"     

"Terima kasih,"     

"Dan lagi, rasanya seperti sedang menonton film horor," ucap Laras.     

"Jadi dia itu akan selalu mencelakai siapa pun orang yang akan menggangguku."     

"Apa alasannya?"     

"Entalah, sepertinya dia adalah orang yang dulunya juga suka di tindas. Makanya dia tidak mau ada orang yang bernasip sama dengan nya,"     

"Tapi, bagimana bisa kamu berpikir begitu?" tanya Laras yang masih merasa penasaran.     

"Ya, karna aku pernah membaca salah satu curhatan hatinya lewat diary,"     

"Diary?"     

"Ia, buku diary dari Laras yang di berikan kepadaku,"     

"Waaw!"     

Huuuft, "terasa aneh dan janggal memang, karna tulisan itu tiba-tiba menghikang begitu saja setelah ku baca,"     

"Kamu serius gak lagi ngelantur kan, Tari?" Laras tiba-tiba saja merasa tidak percaya.     

"Bukannya, tadi kamu bilang percaya kepadaku?" tanya balik Mentari.     

"Iya, benar, tapi ceritanya semakin lama semakin tidak masuk akal dan benar-benar seperti sebuah fantasi,"     

"Iya, memang, aku kan juga sudah bilang sejak awal, jika ini terdengar sangat aneh dan tidak masuk akal, tapi ya mememang beginilah kenyataannya,"     

Kembali Laras, mendengarkannya lebih detail, meski ini terasa tidak nyata, dan terkesan di buat-buat oleh Mentari, tapi dia tetap menghargai sahabatnya. Dan dia mendengarkannya dengan seksama.     

"Dia juga yang membuat Sandra jadi mesuk ke rumah sakit, dan mengalami patah tulang, bahkan Sandra sendiri mengaku jika sebelum dia pingsan dan patah tulang leher, dia baru saja bertemu dengan seorang gadis pucat berseragam sekolah Santosa Jaya, dan dia menatapnya dengan tajam, lalu menghilang dan tubuh Sandra jadi melayang, dan setelah itu dia di jatuhkan begitu saja ke lantai, dalam posisi kepala di bawah, lalu mendarat dan tulang lehernya jadi patah,"     

"What?! seriously! ini serem banget!"     

"Katanya jamu tidak percaya?" sindir Mentari.     

"Iya, sih, tapi sedikit percaya, tapi entahlah!" aku juga pusing," balas Laras yang tidak konsisten.     

"Ehm!" terdengar dari kejauhan seseorang berdehem keras.     

Lalu Laras dan Mentari pun menengok ke belakang dan melihat ke arah sumber dari suara itu.     

"Aldi?" tukas Mentari.     

Rupanya yang datang adalah Aldi dan Deni.     

Meski sudah mengalami kejadian yang lumayan fatal beberapa hari lalu, tapi entah mengapa mereka masih saja berani menghampiri Mentari dan hendak membuat masalah dengannya.     

"Mau apa kalian datang kemari!?" tanya Laras dengan nada tinggi.     

"Diam kamu, kita gak ada urusan sama kamu, karna kita sedang ada urusan dengan si Dekil itu!" tukas Aldi sambil menunjuk ke arah Mentari.     

Seketika Mentari pun langsung menciut, dia takut mereka berdua akan mengganggunya lagi.     

"Heh, jangan takut, Dekil," ucap Deni sambil mengelus rambut Mentari perlahan.     

"To-tolong jangan ganggu saya, kalian mau apa lagi dari saya?" tanya Mentari, dengan suara terbata-bata.     

"Ya, apa lagi, tentu saja ingin uang kamu dan juga membuat perhitungan denganmu!" tegas Aldi.     

"Iya, karna ulah mu kemarin kami jadi malu dan harus menginap di rumah sakit selama satu malam!" imbuh Deni.     

"Maaf ... aku kan tidak sengaja melakukan hal itu," tukas Mentari yang takut.     

"Heh, kalian ini apa-apaan sih, kalian tidak kapok ya, sudah celaka seperti kemarin?!" bentak Laras.     

"Eh, diam kamu! jangan ikut campur ya!" bentak Aldi.     

"Eh, tentu saja aku ikut campur! Tari kan temanku! kalian jangan macam-macam ya!" ancam Laras.     

"Berani kamu!" tantang Deni.     

"Iya, berani! kenapa?!"     

"Sialan!" Deni hendak menampar wajah Laras tapi Laras berhasil menghindar.     

"Kalian itu, laki-laki bukan sih?!" Laras, melihat sinis ke arah Deni dan Aldi, "kalau memang benar laki-laki kenapa beraninya lawan perempuan?!" Cih ... "Benar-benar menjijikkan!" hina Laras.     

"Dasar cewek sialan! sudah bosan hidup ya?!" sergah Deni, dan dia melangkah lebih dekat lagi ke arah Laras.     

Dan kemudian Deni meraih dagu Alex, lalu dia mencengkeramnya.     

"Kamu itu benar-benar pemberani ya! tapi mari kita lihat sampai mana tingkat keberanianmu," ancam Deni.     

"Eh, Cowok Sialan! Lepaskan Bodoh!" ronta Laras.     

"Tolong, aku mohon ... lepaskan, Laras," mohon Mentari.     

"Diam kamu!" bentak Aldi. "Urusan kita belum selesai!" tegas Aldi lagi.     

Aldi pun meraih tangan Mentari, dan dia memeganginya dengan kencang.     

Sementara Laras masih bersama dengan Deni, Deni belum melepaskan dagunya, dan dia malah memegangi tangan Laras dengan kuat, dan tubuhnya setengah mendekapnya hingga Laras benar-benar tak bisa bergerak lagi.     

"Lepaskan!" pekik Laras.     

"Haha! baru begini saja sudah kesakitan, dan gak bisa gerak, terus ngapain kamu pakek sok-sokan menantang!" hina Deni.     

"Dasar, bukan laki-laki kalian ini! beraninya dengan perempuan saja!"     

Plak!     

Tak terima dengan hinaan Laras, Deni pun langsung manampar Laras.     

"Sekrang serahkan, uang kalian berdua!" ujar Deni.     

"Tidak sudi! aku tidak mau menuruti ucapan kalian!" sahut Laras.     

"Udah, ambil uang saya saja, tapi lepaskan Laras, dan juga jangan ambil uangnya," pinta Mentari.     

"Hah! enak saja! Cewek ini sudah belagu dan sok-sok'an mau melawan kita, tentu saja kita tidak akan membiarkan dia lepas gitu aja!" terang Deni.     

"Iya, dan sekarang dia adalah tawanan baru kita, dan dia harus stor setiap hari kalau masih ingin hidup," imbuh Aldi.     

"Tidak! Aku tidak sudi! dan kalian pasti akan aku laporkan ke pihak sekolah!" ancam Laras, meski saat ini dia sedang berada di bawah tekanan Deni.     

"Wah, dasar cewek sialan! berani kamu ya!"     

"Akh!" teriak Laras lagi.     

Deni lebih mengeratkan lagi cengkramannya.     

"Tolong! aku mohon lepaskan, Laras! tolong!" pinta Mentari.     

"Haha! serahkan dulu uang jajan kalian!" sergah Aldi.     

"Ba-baik," Mentari mengeluarkan uang dari sakunya.     

"Tari! jangan mau!" teriak Laras.     

"Diam kamu!" sergah Deni.     

Mentari pun merogoh uang di sakunya dan hendak memberikan kepada Aldi dan Deni, tapi tiba-tiba di belakangnya ada Alvin dan menahan tangan Mentari untuk mengulurkan uang itu kepada Aldi dan Deni.     

Aldi dan Deni pun langsung menatap ke arah Alvin.     

"Heh! siapa kamu! jangan sok jadi pahlawan ya!" sergah Deni.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.