Bullying And Bloody Letters

Ketegasan Dimas



Ketegasan Dimas

0Sejak hari kemarin hubungan Mentari dan Alvin mulai akrab.     
0

Mentari sendiri hampir tak percaya ternyata Alvin adalah temannya dulu saat masih duduk di bangku sekolah dasar.     

Sosok Alvin yang sangat pendiam dan kasar saat ini sangat berbanding terbalik dengan Alvin yang dulu.     

Rupanya dia hanya tidak mau peristiwa buruk yang dia alami dulu terulang kembali, sehingga dia menutupi seluruh sikap baik dan ramahnya dengan sikap kaku dan dinginnya.     

      

Bahkan, Mentari juga tidak menyangka ternyata Alvin masih mencari-cari dirinya hingga kini.     

Dia merasa sangat berarti, memiliki teman seperti Alvin ini hampir mirip seperti mimpi, seorang Alvin yang tampan dan popular sebenarnya adalah sahabat karibnya dulu.     

Dan sikap aslinya kepadanya tak pernah berubah.     

      

Sambil berada di dalam kamarnya, Mentari tampak asyik mengotak-atik ponselnya. Mentari tengah asyik chating dengan Alvin.     

      

Tok tok tok!     

"Tari!" terdengar suara lantang dari luar kamarnya.     

"Iya, Tante!" jawab Mentari.     

"Cepat keluar sekarang juga!"     

      

Ceklek!     

      

"Ada apa, Tante?"     

"Kamu ngapain aja di dalam, jangan mentang-mentang hari libur kamu enak-enakkan dong!" Karina menoyor kepala Mentari, "ayo cepat kerja, sana masak!" perintah Karina.     

"Baik, Tante,"     

Sambil menundukkan kepalanya, Mentari keluar kamar dan memulai pekerjaannya.     

Namun dari pintu rumah paling depan terdengar suara ketukan pintu.     

      

Tok tok tok!     

Mentari pun langsung berlari untuk membukanya, taoci tiba-tiba saja Karina melarangnya.     

"Udah biar saya saja! kamu teruskan saja pekerjaanmu!" sergah Karina.     

      

Lalu Karina berjalan menuju pintu itu, dan Mentari kembali melakukan tugasnya di dapur.     

      

Ceklek!     

"Selamat pagi, Bu Karina," sapa seseorang yang mengetuk pintu tadi.     

Karina pun di buat bingung dengan kedatangan seorang wanita muda dan membawa sebuah koper besar.     

"Siapa kamu?" tanya Karina.     

Wanita itu sedikit menundukkan kepalanya sesaat, "Nama saya Yuni, saya asisten rumah tangga baru di rumah ini," jawabnya penuh percaya diri.     

"Asisten rumah tangga?"     

"Iya, benar, Bu Karina,"     

"Tapi saya  tidak butuh asisten rumah tangga," jawab Karina.     

"Maaf, saya hanya menjalankan tugas, dan saya datang kemari atas perintah dari, Bapak Dimas," jelas wanita yang bernama Yuni itu.     

"Apa?! Mas Dimas?!" Karina sampai melotot tajam saking tak percayanya.     

Dia tidak habis pikir, kenapa suaminya bisa ikut campur urusan rumah. Padahal bagi Karina dia tidak membutuhkan sama sekali seorang asisten rumah tangga.     

Karna vagi Karina, Mentari yang mengerjakan seluruh pekerjaan rumah saja sudah cukup.     

      

"Gila! benar-benar gila, Mas Dimas itu!" umpatnya yang kesal.     

Sambil menaruh kedua tangannya di kepala sendiri dengan posisi mencengkeram, Karina menahan kekesalannya kapada sang suami.     

"Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa dia itu mengambil alih tugas ku!" gerutu Karina.     

Karina pun menjadi geram atas sikap suaminya itu.     

Sambil melipat kedua tangannya, Karina pun langsung membentak perempuan itu.     

"Saya tidak butuh pembantu! jadi silakan kamu pergi!" bentak Karina.     

"Tapi, Bu ... saya ini sudah di perintahkan oleh Pak Dimas," tukas perempuan itu.     

"Aih, saya tidak peduli, sekarang kamu pergi!" teriak Karina.     

"Tapi, Bu—"     

"Pergi!"     

Si perempuan yang bernama Yuni itu pun akhirnya pergi.     

Tapi di depan rumah Yuni berpapasan dengan Dimas.     

"Yuni, kenapa malah balik lagi?" tanya Dimas.     

"Bu Karina, menolak saya, Pak,"     

"Hah, apa?!" Seketika Dimas langsung menghampiri istrinya dan membahasa ini semua.     

      

"Karina!" panggil Dimas.     

"Iya, ada apa, Mas?"     

"Kenapa kamu menolak Yuni, untuk bekerja di sini padahal aku sudah susah payah mencarikan asisten rumah tangga untukmu!"     

"Itu Mas, saya masih mampu mengurus rumah, lagi pula, kalau gak ada asisten rumah tangga, pengeluaran kita jadi hemat kan?" tukas Karina.     

"Wah, memangnya kita, sesulit itu, sampai tidak mampu membayar orang!?"     

"Ya, bukannya begitu, Mas, tapi saya masih mampu!" Jawab Karina.     

"Mampu? Sandra masih, sakit, dan kamu masih bilang mampu  mengurus rumah? kamu tidak sedang memperalat keponakanku, 'kan?" sindir Dimas kepada sang istri.     

"Eh, maksudnya apa, Mas?"     

"Jangan-jangan benar ya, gosip para tetangga jika selama ini kamu memperlakukan Mentari layaknya pembantu, makanya kamu tidak mau mempekerjakan orang?!" cantas Dimas.     

      

Seketika Karina pun menjadi terpojok, kini semua rahasianya yang selalu memperlakukan Mentari semena-mena sudah di ketahui oleh suaminya.     

      

"Kenapa diam? jadi benar ya?" tanya Dimas.     

"Eng-gak, Mas! jangan dengarkan mereka, mereka itu hanya iri kepadaku, aku punya suami yang kaya raya, tapi aku masih mau melakukan pekerjaan rumah tanpa pembantu," alibi Karina.     

Huuuft... Dimas hanya menghela nafas berat, mendengar pernyataan Karina itu, hanya membuatnya semakin tak percaya saja dengan istrinya.     

Ucapan Karina tidak seshai dengan sorot matanya.     

Jelas sekali jika saat ini Karina sedang berbohong kepadanya.     

      

Tanpa berkata apa pun, Dimas langsung menarik tangan Yuni.     

"Ayo masuk, jangan dengarkan ucapan orang lain selain aku, kamu mulai sekarang bekerja di rumah ini!" tegas Dimas.     

      

Sesaat Yuni menatap wajah Karina dengan ketakutan, sekaligus merasa tidak enak.     

"Sudah jangan berpikir apa-apa kerja yang benar di sini dan jangan lupa kamu  jaga dan awasi keponakan saya yang bernama Mentari." Tutur Dimas, dan masih menarik tangan Yuni.     

"Kalau sampai baik istri saya atau pun putri saya menyakiti Mentari, tolong bilang ke saya!" tegas Dimas.     

"Baik, pak Dimas," jawab Yuni sambil menunduk.     

      

"Oh, iya kamu jangan takut dengan istri saya  laporkan saja kepada saya kalau dia berani macam-macam dengan mu juga, mengerti?!"     

"Baik, Pak," jawab Yuni.     

      

Dan Dimas mengajak Yuni masuk ke dalam dapur, dan mereka pun bertemu dengan Mentari yang saat ini sedang memasak.     

"Tari, kamu sedang apa?" tanya Dimas,     

"Loh, Om, kok gak kerja? bukanya Om, sedang ada pertemuan bisnis?" tanya balik Mentari.     

"Om, tidak jadi pergi, teman bisnis Om tidak bisa datang," tukas Dimas.     

Dimas terpaksa berbohong kepada istrinya dan yang lainnya.     

Sebenarnya hari ini dia sengaja mengosongkan jadwalnya karna dia ingin mencarikan asisten rumah tangga untuk istrinya dan dia juga ingin memantau langsung apa yang saja yang akan di lakukan oleh istrinya selama dia pergi.     

      

"Tari, kamu tidak usah masak, sekarang tugas memasak dan seluruh pekerjaan rumah, serahkan saja kepada, Mbak Yuni," ujar Dimas.     

'Apa itu artinya, Om Dimas sudah benar-benar tahu apa yang selama ini Tante Karina dan Sandra lakukan kepadaku?' batin Mentari.     

"Sudah kamu, tidak perlu berbohong dan menjelaskan apa pun, karna Om sudah tahu semuanya!" tegas Dimas.     

Seketika Mentari pun menjadi kaget, rupanya dugaannya benar, jika pamannya benar-benar sudah tahu apa yang sealam ini terjadi kepadanya.     

      

"Yuni, kamu sudah siap kerja di mulai dari sekarang, 'kan?" tanya Dimas.     

"Siap, Pak," jawab Yuni bersemangat.     

"Dan kamu  Mentari, sekarang ayo ikut Om," ajak Dimas.     

"Kemana, Om?" tanya Mentari yang bingung.     

"Sudah ayo ikut saja, tapi sebaiknya kamu mandi dulu dan berpakaian yang rapi, biar Om tunggu di luar," ujar Dimas?     

"Baik, Om,"     

      

Mentari pun menuruti ucapan Dimas, dan dia memilih pakaian dari dalam lemarinya yang paling bagus.     

Tak lupa dia juga merapikan rambutnya.     

Beberapa menit kemudian Mentari pun keluar menghampiri Dimas.     

"Sudah?" tanya Dimas.     

"Sudah, Om," jawab Mentari.     

Tapi Dimas melihat penampilan keponakannya itu dari atas ke bawah, dan sama sekali tidak ada yang berubah menurutnya. Mentari masih tampak kucel.     

"Tari ...."     

"Iya, ada apa?"     

"Kamu gak ada baju lainnya?"     

"Emm ...," Mentari melihat dirinya sendiri dari atas ke bawah, "memangnya kenapa, Om?"     

"Itu bukanya, bajunya Sandra yang sudah tidak terpakai ya?" tanya Dimas.     

Dan Mentari pun seketika terdiam, dia enggan menjawabnya.     

Huuuuft... Dimas sampai menghela nafas berat sambil mengelus dada.     

Bagaimana tidak, seluruh pakaian dan aksesoris yang di gunakan Mentari semuanya bekas punya Sandra yang sudah tidak terpakai.     

Baju yang kebesaran dan kusut, serta, sepatu yang sudah jebol-jebol.     

Dimas pun benar-benar nelangsa melihatnya.     

Selama ini dia benar-benar tidak tahu apa-apa tentang anak dan istrinya serta keponakannya.     

Selama ini dia pikir Mentari baik-baik saja.     

      

"Sekarang mana ayo ke kamarmu, dan mari kita lihat seluruh pakaianmu, apa ada yang jauh lebih baik dari ini!" tukas Dimas.     

Dan setelah Memasuki kedalam kamar Sandra yang cukup besar dan saat ini tengah di pakai oleh Mentari, rupanya di sana tidak ada satu pun barang-barang milik Mentari.     

Dan semua barang-barang Mentari berada di kamar sempit yang selama ini pura-pura di pakai oleh Sandra.     

Dan dari situ Dimas kembali sadar jika betapa bodohnya dia selama ini.     

Dari semua kamar, entah mengapa, Sandra memilih kamar sempit yang sebenarnya di pakai oleh Mentari.     

Rupanya itu semua untuk menutupi kedoknya saja.     

Sandra hanya berpura-pura baik dan mau tinggal di kamar sempit, agar tidak ketahuan jika sebenarnya dia sendiri tinggal di kamar besar milik Mentari.     

Dia merebutnya, dan akan pindah lagi jika Dimas berada di rumah.     

      

"Kamu itu benar-benar keterlaluan, Tari, kenapa kamu tidak jujur kepada Om, kalau sebenarnya, mereka memperlakukan mu seburuk ini!" oceh Dimas.     

"Maaf, Om, tapi Tante dan Sandra tidak sejahat itu, Kok,"     

"Kamu itu terlalu baik, Tari, masih saja kamu membela mereka, padahal jelas-jelas selama ini mereka sudah berbuat jahat kepadamu,"     

"Tapi, Om—"     

"Sudah, tinggalkan ini semua dan ayo kita pergi!" ajak Dimas.     

      

"Yuni!" teriak Dimas memanggil Yuni.     

"Iya, Pak, ada apa?"     

"Tolong, rapi kan kamar.  Kemasi seluruh pakaian Mentari dan taruh di tong sampah, serta pindah seluruh barang-barang Sandra ke kamar belakang yang sempit!" perintah Dimas.     

"Baik, Pak!" jawab Yuni yang bersemangat, walau sebenarnya dia sedikit keberatan, karna dia di hadapkan oleh pekerjaan yang cukup banyak di hari pertamanya kerja.     

      

"Tenang saja, Yuni, nanti saya akan telepon klining servis online  untuk membantumu!" tegas Dimas.     

"Wah, yang benar, Pak!, Yuni tampak girang, karna pekerjaannya akan sedikit berkurang.     

"Iya, tentu saja," jawab Dimas.     

      

Lalu Dimas langsung membawa Mentari pergi dari rumah itu.     

"Kita akan pergi kemana, Om?"     

"Udah ikut aja!" jawab Dimas.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.