Bullying And Bloody Letters

Pantai



Pantai

0Suasana tampak begitu canggung, Dimas dan Alvin masih saling bertatap-tatapan.     
0

Mereka berdua memang benar-benar masih salah paham.     

"Alvin kok, diam aja sih? Om Dimas kok juga diam?" tanya Mentari.     

"Sejak kapan kamu berteman dengan keponakan saya?" tanya Dimas dengan ketus.     

"Keponakan?" Alvin langsung kaget mendengarnya.     

Rupanya Dimas itu benar-benar Om-nya Mentari sungguhan, bukan Om yang seperti ada dalam pikirannya.     

"Jadi, Om ini beneran Omnya, Tari ya?" tanya Alvin lagi untuk memastikannya.     

"Yaiyalah, terus kamu pikir Om yang bagiamana?!" cantas Dimas.     

Mentari pun sedikit takut melihat ekspresi pamannya.     

Lalu dia menyikut lengan tangan Alvin memberikan isyarat bahwa dia harus berbuat sopan kepada pamannya.     

Dan seketika Alvin langsung, meraih tangan Dimas dan mencium tangannya.     

"Maaf, ya Om, kalau saya sudah tidak sopan, dan perkenalkan nama saya, Alvin,"     

Dimas pun tak. Menjawab ucapan Alvin dan dia malah menatap dengan lekat.     

Dia sedang menyelidiki gerak-gerik Alvin. Dan mencari tahu, jika Alvin itu anak yang baik sungguhan atau bukan.     

'Kalau dilihat-lihat dia ini anak yang baik sih,' batin Dimas.     

Akhirnya dengan penuh yang yakin dan suara yang tegas Dimas menyebut nannya dan berkenalan dengan Alvin.     

"Saya, Dimas. Om Mentari,"     

Dan melihat Dimas yang mulai sedikit luluh, Alvin pun langsung melebarkan senyumnya.     

"Wah, salam kenal ya, Om," tukas Alvin, "dan ngomong-ngomong, saya sudah berteman dengan Tari, sedak kelas 4 SD lo, Om," ucapnya penuh bangga.     

"Oh, begitu ya?" Dimas memanggulkan kepalanya, lalu dia kembali bertanya lagi kepada Alvin. "Terus apa alasan kamu mau berteman dengan  keponakan saya ini?" tanya Dimas dengan wajah mengancam.     

"Apa ya?" Alvin menggaruk-garuk kepalanya sendiri.     

"Emangnya, kalau berteman harus ada alasan ya, Om?" tanya Alvin dengan polos.     

"Tentu saja, karna setelah ini saya tahu banyak sekali orang-orang yang memanfaatkan keponakan saya ini,"     

"Tapi, sama sekali saya tidak pernah memiliki niat untuk, memanfaatkan keponakan, Om!" tegas Alvin, lalu Alvin menoleh ke arah Mentari.     

"Bukan begitu kan Mentari?"     

Mentari pun mengangguk, "Iya, Om."     

Mentari pun berjalan mendekat ke arah Dimas.     

"Ok  udah dong, jangan cecar Dimas, kasihan tahu, Alvin," bujuk Mentari.     

"Om, Alvin itu sangat baik lo, dan tak banyak orang yang mau berteman dengan, Tari. Masa Alvin yang sebaik ini dan mau menjadi teman Tari,  malah Om, cecar?"     

Seketika Dimas pun terdiam dan mulai mau tersenyum kepada Alvin.     

"Ok, berhubung Tari sendiri yang bilang begitu jadi aku percaya dengan kamu deh," tukas Dimas, dan Alvin pun tersenyum.     

"Terima kasih, Om Dimas."     

"Tapi ingat!"     

"Hah?!"     

"Jangan berani macam-macam dengan keponakan saya!" tegas Dimas mewanti-wanti.     

"Baik, Om, siap!" Formasi hormat.     

      

"Ok, berhubung, Mentari hari ini, sudah cantik banget, jadi aku pikir sayang banget kalau tidak kemana-mana," ujar Dimas.     

"Terus maksudnya apa, Om?"  tanya Mentari.     

"Ya, kamu pergi saja dengan Alvin," tukas Dimas dengan santai.     

"Wah, yang benar, Om?" Alvin tampak girang.     

"Iya, tapi ingat, pesan saya, ja—" ucapan Dimas terpotong.     

Dan di lanjutkan oleh Alvin, "Jangan macam-macam, dengan keponakan saya, bener, 'kan Om?" tanya Alvin, "hehe, upss!" tukas Alvin tak berdosa.     

      

"Hmm! Yasudah kalau gitu, saya pulang dulu ya, kalian hati-hati" tukas Dimas     

"Iya, Om Dimas," Jawab serempak Dimas dan Mentari.     

"Dan kamu!" Dimas menunjuk Alvin,"     

"Saya, Om?" tanya Alvin.     

"Iya siapa lagi?"     

"Maaf, kenapa Om?"     

"Nanti pulangnya, antarkan Mentari ya!"     

"Iya  Om, siap!" Kembali dengan formasi hormat.     

      

Lalu Dimas pun meninggalkan mereka berdua.     

"Motornya, kenapa lagi?" tanya Mentari.     

"Biasa, mogok lagi,"     

"Ow, masih lama?"     

"Enggak deh kayaknya, paling 5 menit lagi," jawab Alvin sambil melihat jam di tangannya.     

      

Dan tak lama seorang pekerja bengkel menghampirinya.     

"Motornya sudah selesai, salahkan di coba Mas," tukas pegawai bengkel itu.     

Dan setelah motor selesai di betulkan, Alvin dan juga Mentari pun pergi ke suatu tempat.     

"Kita mau kemana, Vin?" tanya Mentari.     

"Kamu maunya kemana?" tanya balik Alvin.     

"Loh kok, malah balik bertanya sih?"     

"Hehe, pokoknya, kamu ikut aja, aku bakal ajak kamu ke suatu tempat yang indah," tukas Alvin.     

Mentari pun akhirnya terdiam dan mengikuti ajakan Alvin.     

      

      

Beberapa jam berlalu, dan merela sudah sampai di sebuah pantai.     

"Ini dia tempatnya," tukas Alvin penuh ceria.     

"Waaw, indah banget," puji Mentari.     

Mentari begitu bahagia, karna diajak eh Alvin pergi ke pantai.     

Karna Mentari nyaris tak pernah ke pantai.     

Karina dan Sandra tidak pernah mengajaknya ke pantai, padahal mereka sering pergi berdua saja saat Dimas keluar kota, sementara Mentari hanya disuruh menjaga rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah.     

      

"Terima kasih ya, Vin, udah bawa aku ke sini," tukas Mentari sambil tersenyum haru.     

"Iya, sama-sama, tapi kok, mata kamu sampai berkaca-kaca begitu sih?" tanya Alvin.     

"Iya," Mentari mengelap air matanya sendiri.     

"Aku terlalu bahagia, Vin. Karna sebelumnya aku tidak pernah pergi ke pantai," jawab Mentari yang sangat jujur.     

"Apa?! kamu belum pernah ke pantai?!" Alvin sangat kaget mendengar pernyataan jujur dari Mentari.     

"Masa ia gak pernah ke pantai?! Sama sekali?!" cecar Alvin yang masih tak percaya.     

Dan Mentari pun mengangguk, "Iya, Vin." Jawab Mentari.     

      

"Jadi dulu, waktu aku masih kecil, Ayah dan Ibu terlalu sibuk, aku sangat jarang jalan-jalan jauh, mereka hanya mengajakku pergi ke tempat-tempat wisata yang bagus dan yang paling dekat dengan rumah. Sampai suatu ketika, ketika aku susah berusia 10 tahun, aku memaksa Ayah dan Ibu ku agar mau mengosongkan jadwalnya, lalu menemaniku pergi bertamasya ke pantai.     

Tapi takdir berkata lain, kami mengalami kecelakaan saat hendak pergi ke pantai, dan dari situlah penderitaanku di mulai," Dan air mata Mentari pun kini mengalir deras tak tertahan.     

"Tari, aku minta maaf, ya," tukas Alvin sambil menyeka air mata Mentari.     

"Karna aku kamu jadi teringat dengan peristiwa kelam itu," ujar Alvin lagi.     

"Iya, tidak apa-apa kok, Alvin. Lagi pula itu sudah cukup lama," jawab Mentari dengan sedikit tersenyum.     

"Iya, tapi kamu kan jadi menangis begini,"     

"Iya, meski pun aku mencoba melupakannya, tapi bayangan itu terus menyiksaku, bahkan kalau waktu bisa ku putar, aku tidak akan mengajak orang tuaku pergi ke pantai, dan mungkin saat ini mereka masih hidup dan aku akan hidup bahagia," tukas Mentari yang mengungkap kan segala perasaannya.     

"Sabar, Tari, kamu yang sabar ya?" Alvin memeluk Mentari dengan hangat.     

"Tari, aku janji, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan membuatmu terus tersenyum,"     

"Memang apa alasanmu sampai harus bicara begitu?"     

"Ya karna aku sangat say ..." Alvin menghentikan sejenak perkataannya.     

Dan saat Mentari menatap ke wajah Alvin dan seolah sedang menunggu ucapan Alvin yang belum selesai.     

"Sayang. Aku menyayangimu sebagai sahabat, Tari." Tegas Mentari.     

Huuuft, dan Mentari pun kembali tersenyum, "Terima kasi, Alvin, kamu sudah mau menjadi teman baikku," Dan Alvin pun mengangguk sambil tersenyum, mereka berdua pun juga saling berpelukan.     

      

      

      

Desir ombak pantai itu, terlihat indah dan menenangkan jiwa.     

Alvin dan juga, Mentari masih duduk di pinggir pantai.     

"Kamu mau berenang?" tanya Alvin.     

"Enggak ah, aku gak bisa renang soalnya," tukas Mentari dengan sedikit tersenyum malu.     

"Haha, tapi sayang banget, udah di pantai tapi tidak main air,"     

"Gak apa-apa, sudah berada di sini saja aku sudah bahagia."     

"Yasudah kita di pinggir aja, lagian sayang banget, kalau udah cantik begini main air, nanti makeup-nya luntur." ledek Alvin.     

"Ih, Alvin, ya gak gitu juga! Tapi kalau kamu mau main ke air ayo, biar aku temani,"     

"Gak usah Mentari, kita main di pinggir saja, sambil selfie bareng,"     

"Ah, kalau itu aku setuju hehe."     

      

      

Tal terasa hari pun sudah mulai sore, matahari hampir tenggelam, akhirnya Alvin memutuskan untuk mengajak Mentari pulang.     

Alasannya tentu saja karan Dimas.     

Alvin tidak mau kalau sampai Dimas menyesal karna sudah mengizinkan Mentari pergi bersamanya, tapi dia malah mengecewakan Dimas gara-gara mengantar Mentari telat.     

Dan hal itu membuat Alvin merasa Was-was,  makanya dia buru-buru Mengajak Mentari pulang.     

      

      

Sambil berboncengan motor dengan kecepatan sedang, Alvin dan Mentari masih asyik berbicara.     

"Maaf ya, Tari, aku nagajakin kamu buru-buru pulang, padahal kamu masih ingin lama-lama berada di pantai,"     

"Iya, gak apa-apa, Vin. Dengan begitu saja aku sudah bahagia, jangankan satu jam, satu menit pun aku sudah bahagia," tutur Mentari.     

"Benarkah?"     

"Iya, benar,"     

"Yasudah lain kali, kalau mau pergi ke pantai lagi, kita berangkatnya, agak pagi saja, biar kita puas mainnya,"     

"Iya, Alvin,"     

"Yaudah pegangan yang kenceng!"     

"Loh, memangnya kenapa?"     

"Iya pokoknya pegangan aja,"     

Dan Mentari pun menuruti apa kata  Alvin.     

Sementara Alvin langsung memutar gas motornya, dan melaju kencang,     

Seketika Mentari menjadi kaget, "Vin! pelan-pelan dong!"     

"Gak bisa soalnya, kita harus buru-buru sampai rumah kalau enggak nanti, Om kamu bakal benci sama aku,"     

"Tenang aja, Vin. Om Dimas itu baik, kok. Nanti buar aku yang ngomong,"     

"Tapi, tetep aja, aku gak enak!"     

"Tapi, aku takut, Vin!"     

"Tenang aja, kamu cukup pegangan uang kencang, pasti aman! aku udah jago kok, soal naik motor sih,"     

"Oh, yang benar, saja!".     

" Udah tenang aja!"     

      

Satu jam kemudian.     

"Vin, aku haus."     

"Kamu haus?!"     

"Iya!"     

"Yaudah berhenti bentar, cari air minum."     

      

      

Lalu motor Alvin pun berhenti ke sebuah mini market untuk membeli, air mineral.     

"Kamu di sini ya, biar aku belikan," ujar Alvin.     

"Ah, gak usah, aku aja yang beli," jawab Mentari.     

Dan Mentari pun langsung turin dar motor lalu memasuki mimi market dan membeli beberapa botol minuman dingin.     

Lalu dia kembali menemui Alvin.     

Dan tepat saat itu ada Fanya, yang baru saja keluar dari mini market Fanya pun begitu senang meligat Alvin.     

Dia pun memasang senyuman hendak menyapa Alvin.     

Tapi belum sampai menyapa malah sudah keduluan Mentari.     

"Ayo, Vin. Pulang!" ajak Mentari.     

Dan Alvin pun mengangguk, "Ok!"     

      

Motor mereka melaju kencang dan Fanya pun tampak kesal melihat Alvin berboncengan dengan seorang wanita. Tapi dia tidak tahu, siapa wanita itu.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.