Bullying And Bloody Letters

Penampilan Baru



Penampilan Baru

Lalu dia kembali menemui Alvin.     

Dan tepat saat itu ada Fanya, yang baru saja keluar dari mini market Fanya pun begitu senang melihat Alvin.     

Dia pun memasang senyuman hendak menyapa Alvin.     

Tapi belum sampai menyapa malah sudah keduluan Mentari.     

"Ayo, Vin. Pulang!" ajak Mentari.     

Dan Alvin pun mengangguk, "Ok!"     

      

Motor mereka melaju kencang dan Fanya pun tampak kesal melihat Alvin berboncengan dengan seorang wanita. Tapi dia tidak tahu, siapa wanita itu.     

      

      

"Siapa sih tu, Cewek?" tukas Fanya yang kesal.     

"Berani banget deket-deket sama Alvin, dia itu kan milikku!"     

Dengan penuh kekesalan dan amarah, Fanya melangkah cepat dan mengepal kedua tangannya.     

"Kenapa dari cara dia berjalan aku seperti mengenalnya ya?"     

Dalam pikiran Fanya terus bertanya-tanya tentang siapa wanita itu.     

"Kalo, dari jalannya yang pincang, sangat mirip sekali dengan Mentari, tapi masa iya Mentari?"     

Huuft mendengus berat, "Ah, gak mungkin, soalnya wanita yang tadi meskipun jalannya pincang tapi kalau di lihat dari segi penampilan wanita yang tadi sangat cantik," Lalu Fanya menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.     

"Enggak-enggak! Tetap, aku yang paling cantik, cewek pincang itu gak ada apa-apanya,"     

Lalu Fanya kembali melenggang penuh percaya diri untuk pulang ke rumahnya.     

      

      

      

***     

Sementara itu, Mentari dan Alvin baru saja sampai di rumah Dimas.     

Dan di depan pintu Dimas sudah menunggu kedatangan mereka berdua.     

"Selamat malam, Om," sapa Alvin.     

Dan tak lupa dia juga meraih tangan Dimas dan bersalaman.     

"Maaf ya, Om, kami kemalaman, di jalanan macet parah," tutur Alvin.     

"Iya, maaf ya, ini bukan salah, Alvin tapi karna memang jalanan yang sedang macet." Sambung Mentari yang membela  Alvin.     

"Ok, lain kali jangan di ulangi ya," pesan Dimas kepada Alvin. Tapi dengan nada sedikit tenang, sehingga Alvin tak merasa ketakutan.     

"Yasudah, Om, saya pulang dulu ya," Alvin melambaikan tangannya.     

"Sampai ketemu besok ya, Tari!" Alvin melirik Mentari sambil tersenyum.     

"Iya, Vin, daaa!"     

Alvin pun berlalu pergi dan tinggalah Dimas dan juga Mentari.     

"Gimana dengan hari ini? Apa menyenangkan?" tanya Dimas kepada Mentari.     

"Iya, Om! sangat menyenangkan, Alvin ajak Tari ke pantai, dan itu seru banget! Baru kali ini Tari main ke pantai!" Tutur Mentari penuh antusias.     

"Oiya?"     

"Iya, Om, beneran! Tari seneng banget, akhirnya bisa pergi ke pantai juga! Haha! Lega rasanya!"     

Dimas hanya bisa mematung menanggapi ucapan Mentari sambil tersenyuman tipis menahan haru.     

Dia sangat kasihan melihat Mentari, hanya di ajak ke pantai saja dia sudah sangat bahagia.     

Betapa selama ini dia hanya cukup diam di rumah dan berdiam diri saja.     

Sudah yatim patu, di tindas pula oleh bibi dan sepupunya.     

'Om, sekarang akan pastikan, bahwa kamu akan selalu bahagia, Mentari, dan tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu,' ucap Dimas dalam hati.     

"Yaudah, Om, Tari mandi dulu ya?"     

"Iya," Dimas mengangguk sambil tersenyum.     

      

      

      

Lalu Mentari membuka kamarnya yang sempit dan di dalam rupanya sedang ada Sandra dan juga Karina sang bibi.     

Mentari lupa jika pagi tadi, Yuni sudah merapikan kamarnya, dan memindahkan barang-barang Sandra ke kamar yang sempit itu.     

      

"Mau apa kamu ke sini?!" bentak Karina.     

"Maaf, Tante, Tari lupa," jawab Mentari sambil menunduk.     

"Kamu senang, 'kan sekarang, melihat Sandra yang sedang sakit ini, dan harus tinggal di kamar yang sempit seperti ini," tukas Karina dengan mata melotot.     

"Enggak, Tante," jawab Mentari.     

"Jangan pasang wajah memelasmu yang menyebalkan itu!" teriak Karina.     

"Kamu pergi, atau saya yang akan membunuhmu!" ancam Karina.     

      

Lalu dari belakang Mentari, terdengar suara menggelegar yang tidak asing.     

Suara itu adalah suara Dimas.     

"Ada apa ini?!" teriaknya.     

"Kamu!" Dimas menunjuk ke arah Karina, "lagi-lagi, kamu selalu berbuat kasar dengan Mentari ya?!"     

Dan Karina pun seketika terdiam, sambil menahan geram.     

Sementara Sandra hanya bisa menangis menahan sakit dan melihat orang tuanya tengah bertengkar.     

"Pah, Mah! Jangan bertengkar dong!" teriak Sandra namun dengan suara yang lemah.     

      

"Tari, ayo cepat pergi dari sini!" ajak Dimas sambil menggandeng tangan  Mentari.     

Mentari pun pergi mengikuti ajakan Dimas, dengan mata masih melihat ke arah Karina, dan tentu saja Karina melihatnya dengan tatapan yang kesal.     

Sebenarnya, Mentari tidak tega melihat mereka berdua sengsara.     

Apalagi Sandra sedang sakit dan malah di tambah lagi melihat pemandangan Papah dan Mamahnya bertengkar.     

      

Tapi mau bagaimana lagi, dia juga tidak mau melawan Dimas. Karna Dimas melakukan ini semua, dan berlaku kejam kepada keluarganya hanya demi dirinya.     

"Sekarang kamu tidur saja ya?" tukas Dimas.     

"Iya, Om," Jawab Mentari lalu Dimas pun berlalu pergi, namun di halangi oleh Mentari.     

"Om," panggil Mentari.     

Lalu Dimas pun menengok ke arah Mentari.     

"Ada apa, Tari?" tanya Dimas.     

"Om, Kak Sandra biar tidur di sini ya, Tari tidur di sana," tukas Mentari sedikit ragu-ragu.     

"Enggak bisa, Tari, kamu haru tetap berada di sini," jawab Dimas.     

"Tapi, Om, kasihan Kak Sandra,"     

"Udah, Tari jangan pikirkan, Sandra!'     

"Tapi, Om—"     

"Sssst... dan satu lagi, jangan panggil dia Kak, tapi panggil dia Sandra!" tegas Dimas.     

Lalu Mentari pun mengangguk, dan Dimas pun pergi meninggalkan Mentari.     

Mentari sangat merasa tidak enak sekaligus, kasihan kepada Sandra dan juga Karina.     

Kalau saja diperbolehkan oleh Dimas, maka dia akan memilih untuk tinggal di kamar sempit itu.     

"Kasihan, Kak Sandra dan Tante Karina," tukas Mentari sambil membuka lembaran Diary.     

"Oh, iya, tumbem Cinta tidak mendatangiku, dan hampir seharian ini aku tak melihatnya," gumam Mentari.     

      

Lalu tiba-tiba ada yang memegang pundak Mentari dan seketika badannya langsung merinding.     

Dan seketika Mentari menoleh di bagian kirinya.     

Dan ternyata di sebelah kirinya ada Cinta.     

"Astaga, Cinta! Kamu itu bikin kaget saja tahu!" keluh Mentari.     

Dan Cinta pun malah tersenyum menanggapinya.     

"Kamu itu, selalu tersenyum, setiap aku memarahimu!" Mentari menatap sinis ke arah Cinta.     

"Memangnya aku kalau marah lucu ya?" tanya Mentari dengan tegas.     

Dan Cinta pun kembali tersenyum lagi kepada Mentari, dan setelah itu Cinta pun pergi begitu saja.     

"Tu kan, pergi gitu aja," gerutu Mentari, "yasudah sana pergi jauh-jauh, biar aku bisa tidur nyenyak," tukas Mentari.     

Lalu Mentari pun mulai menarik selimut dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.     

      

      

***     

Esok harinya, Mentari pun mulai terbangun, dan mulai merapikan tempat tidurnya.     

Tok tok tok!     

Terdengar suara ketukan pintu dari luar.     

"Iya, sebentar!" tukas Mentari sambil membuka pintunya.     

"Eh, Mbak Yuni, ada apa?" tanya Mentari.     

Lalu Yuni pun menyodorkan setumpuk pakaian.     

"Ini, pakaian, Non Tari, yang baru saja di beli kemarin, dan Mbak Yuni sudah mencucinya bersih dan juga sudah menyetrikanya," jelas Yuni.     

"Wah, terima kasih, Mbak Yuni, karna harusnya saya mencucinya sendiri, tanpa harus Mbak Yuni yang mencucinya." tukas Mentari.     

"Sudah, Non Tari, biar Mbak saja yang mengerjakannya."     

"Tidak apa-apa, Mbak, saya bantu ya,"     

"Tapi, Non Tari—"     

"Sssst, gak apa-apa biar saya bantu Mbak." tukas Mentari.     

Akhirnya Yuni pun menuruti ucapan Mentari.     

      

      

***     

Di ruang kelas Mantari, kini terdengar suara ramai gaduh     

Lalu suasana mendadak senyap saat Mentari memasuki kelas  dengan gaya modisnya modisnya.     

      

Suit suit suit...     

terdengar suara para anak lelaki di kelasnya tengah menggoda dirinya dengan penampilan barunya itu.     

"Ini serius, Mentari?" tanya Laras yang benar-benar kaget.     

Dan Mentari pun langsung menganggukkan kepalanya.     

"Hah?! Oh my God!" Laras sampai membuka mulutnya lebar-lebar karna asyik.     

      

"Tante kamu habis makan apa? Kok tumben dia membelikan seragam mu  sekolah baru?" Tanya Laras.     

"Oh, ini yang membelikan Om Kamu ya?!"     

"Iya, Ras!"     

"Pantas saja, soalnya kalau Tanya kamu yang jahat dan pelit dan nyebelin itu rasanya tidak mungkin kan?!" tukas Laras.     

"jangan gitu dong, gitu-gitu dia kan Tante ku,"     

"Ih, Tante yang nyebelin begitu masih di belain aja!"     

"Ya bukannya gitu, Ras, tapi, masa aku jadi benci sama Tante sendiri,"     

"Ya ampun, Tari, kamu itu kelewat baik tahu enggak, orang begitu masih di sayangi, emang sama sekali kamu itu tidak dendam kepadanya gitu?!" tanya Laras sekali lagi.     

      

***     

      

      

      

Jam istirahat, sudah tiba dan saatnya  untuk mengisi cacing-cacing di perut yang sudah mulai berdemo.     

"Gila, lapar banget y?," tukas laras.     

"Ya sudah ayo pesan dulu!"     

"Ok, kamu mau makan apa, Tari, biar sekalian aku bawakan,"     

"Mie ayam," jawab Mentari.     

Dan penuh keceriaan dan antusias, Laras pun memesankan, makanan untuk dirinya dan juga untuk Mentari.     

Dan setelah itu Laras pun kembali duduk bersama Mentari.     

"Ok beres, tinggal nunggu makanan datang," tukas Laras.     

Dan sambil menunggu makanan datang, Mentari dan Laras pun saling mengobrol. Tapi tiba-tiba perut  Laras mendadak sakit lalu dia meninggalkan Mentari sendirian.     

 Dan tepat saat itu juga, Alvin pun datang menghampiri mereka berdua.     

"Hay, Alvin!" panggil Mentari.     

"Hai juga, Tari," sapa balik Alvin.     

"Duduk, Vin, kita makan bareng yuk," ajakan Mentari.     

"Aku udah makan, Tari," jawab Alvin.     

"Owe, yaudah kalau begitu," jawab Mentari.     

"Aku ke kelas dulu ya!" Alvin susah melangkah dan hendak memasuki kelasnya.     

Tapi baru sampai beberapa langkah dia berhenti, dan berbalik menghampiri Mentari.     

"Oh, oya, nanti kamu pulang sendirian, 'kan?"     

"Iya," jawab Mentari sambil mengangguk.     

"Yaudah entar pulang bareng ya,"     

"Iya, Vin.".     

Lalu Alvin kembali melanjutkan, langkahnya untuk pulang kembali kelasnya.     

Sementara Laras yang baru saja keluar dari toilet  langsung menghampiri! Mentari. Dan sesaat dia sempat melihat Alvin pergi dari meja mereka.     

" Eh, tadi si Cowok Jutek, 'kan?" tanya Laras.     

"Alvin maksud kamu?" tanya Balik Mentari.     

"Iya, ngapain dia di sini?"     

"Ya, nyapa lah, Laras, namanya juga teman,"     

"Tema? Sejaka kapan kita berteman dengan  dia?"     

"Eh, soal itu aku belum cerita ya?"     

"Cerita soal apa?"     

"Cerita soal, Alvin,"     

"Hah?! Dia lagi?!"     

"Iya, jadi rupanya, Alvin itu adalah teman SD aku lo," jelas Mentari.     

"Masa, sih?"     

Dan akhirnya Mentari  menceritakan semuanya tentang Alvin, termasuk kisah-kisanya waktu SD.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.