Bullying And Bloody Letters

Pengakuan Karina



Pengakuan Karina

0Setelah Mentari dan juga Alvin sudah pergi menjauh, tiba-tiba Dimas baru ingat tentang apa yang dia tanyakan kepada Alvin tadi.     
0

"Oh, iya, saya tadi tanya kepada, Alvin, apa dia suka dengan Mentari, eh, Alvin malah batuk-batuk," tukas Dimas.     

"Tapi kenapa anak itu sampai batuk-batuk ya?" Dimas mulai memikirkan atas tingkah Alvin tadi, "apa jangan-jangan, Alvin benar-benar menyukai, Tari? Makanya dia sampai batuk-batuk begitu," Dimas mangut-mangut sendiri.     

      

Dan tiba-tiba saja Karina muncul di belakangnya.     

"Mas," panggil Karina.     

 Dimas menoleh ke arah Karina, "Ada apa?" tanya Dimas.     

"Mas, kamu sekarang ini sudah keterlaluan banget!" ujar Karina.     

"Keterlaluan? Keterlaluan apanya?" tanya balik Dimas dengan santai.     

"Ya, kamu itu keterlaluan, Mas. Kamu sekarang lebih memanjakan Mentari, di banding Sandra putrimu sendiri, Mas!"     

"Oh, soal itu?" Dimas mengangkat sedikit ujung bibirnya.     

"Kalian yang sudah keterlaluan!" tukas Dimas dengan suaara yang kencang.     

"Huuft...  kenapa sekarang kamu setega ini, Mas?" Karina meraih tangan Dimas.     

"Maaf, tapi aku melakukan semua ini karna kalian juga," tukas Dimas.     

"Kenapa? apa salah kami?!" Sandra semakin mengeratkan tangannya di lengan Dimas.     

"Salah kalian yang tidak tahu diri, salah kalian yang tidak tahu terima kasih, dan salah kalian juga yang sudah tidak punya hati!" terang Dimas.     

"Mas, berapa kali aku harus jelaskan? Bahwa jangan dengar kata-kata orang! aku ini tidak sekejam itu, Mas!"     

"Hah?! Kamu bicara begitu, sedang tidak sadar atau bagaimana?!" Dimas menepis tangan Karina.     

"Aku—"     

"Diam, Karina! Aku sudah tahu semuanya jadi jangan buat aku semakin kesal. Kalian itu benar-benar tidak tahu diri ya! sudah di kasih tempat yang enak, hidup mewah bukanya terima kasih malah berbuat serakah!"     

"Mas—"     

"Diam aku belum selesai berbicara! coba kamu pikir  kalau seandainya tanpa Mentari, apa kita akan hidup seperti ini?!" Dimas menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak, 'kan?!" Lalu Dimas memegang dagu Karina. "Kalau bukan karna Mentari dan keluarganya maka kita akan hidup susah, dan tinggal di pemukiman kumuh dan kontrakan sempit yang setiap hari, ada saja binatang masuk, seperti kecoak dan lain sebagainya!"     

Dan Dimas pun melepaskan kembali dagu Karina dengan kasar, "Karina, perbuatanmu kepada Mentari itu sangat di sayangkan, kenapa kamu bisa sekejam itu kepada gadis polos yang baik hati dan sudah memberikan kehidupan yang sangat layak kepada kita? Salah dia apa? Padahal kamu hanya tinggal menyayanginya dan memperlakukan dirinya layaknya seorang anak!"     

"Aku ...."     

"Kenapa? Kenapa, Karina?!"     

"Karna aku membencinya, Mas ...."     

Seketika Dimas langsung mendekatkan wajahnya dengan Karina.     

"Kenapa kamu membencinya?"     

"Karna dia ...."     

"Dia, kenapa?"     

"Dia adalah anak dari Kamila! Aku benci Kamila!" tegas Karina.     

"Kamila?" Dimas terdiam sejenak, "apa salahnya kepadamu?" tanya Dimas yang merasa penasaran.     

Karina terdiam sejenak dan mendengus dengan nafas yang berat.     

"Kenapa kamu diam? Aku ini sedang bertanya kepadamu, Karina!"     

Karina masih juga terdiam lalu pergi begitu saja dari Dimas tanpa kata.     

Terlihat betul jika Karina benar-benar sangat membenci Kamila, bahkan saking bencinya, dia sampai enggan mengatakan alasannya.     

"Karina! tunggu!" teriak Dimas.     

Lalu Dimas meraih tangan Karina.     

"Mau kemana kamu?! Aku belum selesai bicara!" pekik Dimas.     

"Tolong lepaskan tanganku, Mas!" teriak Karina.     

"Kenapa?!"     

Karina memalingkan wajahnya seraya mendengus berat.     

"Ayo, katakan?! Membenci orang itu pasti ada sebab, jadi tolong katakan sebabnya!" paksa Dimas.     

"Tidak! Aku tidak mau!"     

"KARINA!" bentak Dimas. Dan Karina pun seketika terdiam.     

"Ayo katakan sekarang," pinta Dimas dengan suara yang lebih pelan.     

      

Huffft ....     

Karina mengela nafas panjang, baru dia merasa sedikit tenang.     

"Mas Dimas, benar-benar ingin mendengar ceritaku ya?"     

Dimas mengangguk, "Iya!"     

      

      

Pov Karina     

Kamila adalah sahabatku waktu SMA, dia  adalah anak paling cantik di kelas kami. Dia di sukai banyak orang, dan dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.     

Berbeda denganku. Aku selalu menjadi seorang pecundang.     

Dia di sukai banyak pria, tapi dia selalu menolaknya dan dia malah menyukai lelaki yang bernama Reno. Dan yang lebih menyebalkannya aku juga menyukai Reno, tentu saja, aku harus menahan kekesalan dan rasa cemburuku kepada Kamila.     

Karna Reno lebih memilih Kamila dari pada aku.     

Aku tidak masalah jika dia harus berpacaran dengan siapa pun asal jangan Reno.     

Saking aku tidak tahannya akhirnya aku mengatakan perasaan ku kepada Reno.     

Tapi Reno menolakku mentah-mentah, dan mengatakan bahwa dia menyukai Kamila di depan banyak orang.     

"Maaf, Karina, sejujurnya aku dan Kamila itu sudah berpacaran," jelas Reno.     

Dan setelah kejadian itu akhirnya aku dan Kamila tidak berteman lagi.     

Setelah hari kelulusan SMA, kami tidak lagi pernah bertemu.     

Dan suatu hari kami di pertemukan lagi saat aku akan menikah dengan Mas Dimas.     

Betapa aku terkejut rupanya, Kakak Dimas yang lulusan dari luar negeri itu adalah Reno.     

Dan sialnya lagi, rupanya Reno masih juga berhubungan dengan Kamila, bahkan mereka juga akan menikah.     

      

Aku benar-benar merasa muak melihat mereka berdua, meski di luar aku tampak baik-baik dan biasa saja, tapi sejujurnya aku masih menyimpan perasaanku kepada Dimas.     

Perasaan yang sama dan tidak berubah sedikit pun.     

Jantung ku masih berdegup kencang saat berdekatan dengan Reno. Dan saking tak tahannya, kembali aku menyatakan perasaan itu kepada Reno.     

Dan lagi-lagi dia menolakku, ini adalah yang terakhir kalinya aku mengatakan perasaan untuk yang kedua kalinya.     

Terasa sangat menyebalkan, menyakitkan dan aku ingin mereka mati saja dari hadapanku.     

Aku terpaksa menikahi adik dari Reno si kaka kelasku dulu.     

Jujur awalnya aku benar-benar cinta kepada Mas Dimas, tapi setelah kedatangan Reno. Perasaan ku kepada Mas Dimas mendadak sirna.     

Meski aku sudah tidak mencintai, Dimas, tapi aku tetap menikah dengannya. Aku berharap dengan pernikahan ku dan Dimas, maka Reno akan menyesal karna telah menolakku, tapi ternyata tidak, justru mereka malah semakin mesra.     

Aku sangat benci melihat senyum Kamila yang terus terukir di bibirnya, karna Reno si pria yang aku cintai.     

Semakin sering aku melihat Kamila bersama Reno, semakin memanas tubuhku, aku benar-benar tak tahan lagi, dan aku ingin membunuh mereka, terutama Kamila. Tapi aku masih menahannya.     

      

      

Hingga kubiarkan mereka menikah. Dan ketidak adilan dalam kehidupan ini kembali terjadi dalam hidupku. Mereka hidup enak dan kaya raya, karna warisan dar orang tua Kamila.     

Sedangkan hidupku, benar-benar sangat kacau, aku tinggal di rumah kontrakan sempit kumuh dan kotor, dan itu semua karna suamiku yang mengalami kebangkrutan.     

Mereka masih tampak bahagia seolah pura-pura tak melihat kami yang sengsara ini.     

Bahkan saat aku menghubungi Kamila karna sedang membutuh kan uang, dia malah tidak mau mengangkat teleponnya.     

Dengan dalih bahwa dia sedang  mengurus butiknya dan bisnis-bisnis lainya.     

Aku juga dulu terpaksa saat melihat Sandara yang selalu iri dan ingin memiliki barang yang sama dengan Mentari, padahal kami tidak punya uang sebanyak itu untuk kan barang yang mahal seperti yang di pakai oleh Mentari.     

Akhirnya aku hanya mencoba menenangkan Sandra dengan janji-janji palsu. Sampai Sandra merasa muak.     

      

Dan mendengar kabar Kamila dan Reno kecelakaan dan mati seketika, aku merasa sangatlah bahagia, apa lagi suami ku sebagai saudara satu-satunya dari Reno menjadi pewaris sementara dari harta-harta mereka.     

Karna Kamila sendiri adalah anak tunggal orang tuanya sudah meninggal, maka dia tidak memiliki seorang pun untuk menjadi pewaris sementara harta-harta mereka.     

Satu-satunya adalah Dimas suami ku, yang berhak menjadi pewaris sementara satu-satunya.     

Alu merasa sekarang baru keadilan menyertaiku.     

"Aku benar-benar bahagia meski aku harus mengurus juga putri kecil dari Kamila yaitu Mentari. Tapi tidak apa-apa, setidaknya aku bisa memanfaatkannya, hitung-hitung untuk membalaskan dendamku kepada ibunya yaitu Kamila.     

Semenjak saat itu aku memperlakukan Mentari semena-mena, menyuruhnya memasak, menyapu, cuci pakaian dan yang lainnya.     

Aku juga tidak mau memberikan pakaian yang bagus untuknya.     

Aku ingin dia merasakan apa yang di rasakan oleh Sandra selama ini.     

Makanya, meski aku mempunya banyak uang tapi aku tidak mau membelikan pakaian untuknya.     

Biar dia kelihatan lusuh, jelek, dekil seperti gembel, dan bahkan jauh lebih parah dari Sandra.     

Dan aku puas melihatnya, begitu pula dengan Sandra.     

Seiring berjalannya waktu kami semakin kompak menindas Mentari.     

Terutama saat  Dimas berada di luar kota.     

      

      

      

      

***     

"Jadi itu alasan mu membenci, Mentari?" tanya Dimas.     

"Iya!" jawab tegas Karina     

"Kamu itu sakit jiwa ya ternyata!" hina Dimas kepada istrinya.     

"Aku tidak gila, Mas! Akun hanya membenci mereka saja!"     

"Iya itu namanya apa, kalau bukan sakit jiwa?!"     

Karina terdiam sesaat, "Hati kamu itu terbuat dari apa sih, Karina?! Sampai kamu membenci anak yatim piatu seperti, Tari!"     

"Aku tidak peduli, Mas, aku masih tetap akan membencinya sampai kapan pun!"     

"Benar-benar gila!"     

"Sudah ku biang, Mas! Aku tidak gila, Mas!" teriak Karina kepada Dimas, "aku hanya ingin, hidupku jauh lebih     

 baik dari mereka!"     

"Maksudmu, menjadi lebih baik dari mereka dengan mengambil harta mereka itu!?"     

"iya, Mas. Karna aku tidak mau hidup susah."     

"Aku, benar-benar menyesal sudah menjadi suamimu!" teriak Dimas.     

"Kamu jahat, Mas! Kami sama sekali tidak bisa mengerti bagaimana perasaan istrimu!"     

"Haruskah aku mengerti perasaan Istriku yang jahat dan sakit jiwa?!"     

"Mas! tega kamu ya, Mas!"     

"Iya, aku memang sangat tega! dan aku harap kamu juga akan menerima dengan lapang dada saat aku melayangkan surat gugatan nanti!"     

"Apa?!" Karina langsung melotot tajam menatap suaminya.     

"Kamu akan menceraikanku demi Anak Sialan itu!"     

Plak!     

Seketika Dimas pun melayangkan tamparannya ke wajah istrinya.     

"Akh!" Teriak Karina sambil memegang wajahnya.     

"Kamu benar-benar tidak punya hati! kamu jahat, Mas!"     

Dimas melihat kearah tangannya sendiri yang baru saja ia gunakan untuk menampar istrinya. Sesungguhnya dia sangat menyesal.     

Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah tidak tahan dengan emosinya, karna Karina benar-benar sudah kelewatan.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.