Bullying And Bloody Letters

Harus Berhati-hati



Harus Berhati-hati

Cuaca pagi hari ini begitu cerah dan tak ada sedikit pun mendung.     

Hari minggu yang sempurna, dan Mentari masih berada di kamarnya.     

Mentari sedang merias wajahnya, dan sudah beberapa hari ini, semenjak Dimas mengajaknya ke salon kecantikan, Mentari lebih sering menghabiskan waktunya berada di kamar untuk menonton vidio tentang makeup dan mempraktikkannya.     

"Sayang banget kan, kalau alat-alat makeup ini gak aku gunakan, Om Dimas sudah susah payah membelikannya untukku," gumam Mentari sambil tangannya memoleskan kuas blush on.     

      

Tok tok tok!     

"Tari! ayo keluar kamu!" teriak Karina.     

Lalu, Mentari pun dengan segera keluar dari dalam kamarnya.     

"Iya, Tante, ada apa panggil, Tari?"     

Sreek!     

"Akh! sakit, Tante!" teriak Mentari yang merasa kesakitan karna rambutnya sedang di jambak oleh Karina.     

"Sekarang, Om kamu sudah pergi, tidak ada siapa pun!" tukas Karina dengan nada mengancam.     

"Kamu tahu tidak, gara-gara kamu aku dan suami ku terancam cerai?!" tukas Karina dengan tangan masih menjambak rambut Mentari.     

"Ce-cerai, Tante?"     

"Diam kamu! Jangan pura-pura kaget!" Lalu Karina lebih mengencangkan lagi jambakan-Nya, "kamu senang, 'kan!? Kalau aku akan bercerai dengan Om kamu?!"     

"Eng-gak, Tante!"     

"Jangan bohong, kamu itu cuma-cuma pura-pura polos!"     

"Enggak, Tante, Tari gak suka kalau Om dan Tante bercerai, Tari, ingin kalian masih tetap bersama!"     

"Banar begitu?" Karina pun melepaskan jambakannya     

      

"Kalau gitu tolong bantu saya, dengan cara membujuk Om kamu agar tidak jadi menceraikan saya!" Karina kembali meraih wajah Mentari, "bagaimana? apa kamu siap?!"     

Dan dengan ragu-ragu, Mentari pun mengangguk-anggukkan kepalanya.     

"Bagus!" Karina melepaskan dagu Mentari.     

Lalu gantian dia menjambak rambut Mentari dengan satu tangannya, sambil tangan bagai kanan menunjuk-nunjuk wajah Mentari.     

"Ingat, setelah Om kamu pulang nanti kamu harus bisa membujuknya, kalau tidak kamu akan ku bunuh saat ini juga!" ancam Karina.     

"Iya, Tante."     

Lalu Karina pun keluar dari kamar Mentari, dan tepat saat itu juga dia berpapasan dengan Yuni, yang baru saja pulang pasar.     

      

Karina tampak sangat sinis, melihat Yuni.     

Tapi Yuni masih menyapa Karina dengan ramah.     

"Selamat pagi, Bu Karina," sapa Yuni.     

Tapi Karina malah memalingkan wajah dan tak menghiraukannya.     

Yuni hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya mengelus dada.     

"Bu Karina, memang bukanlah orang yang baik, pantas saja Pak Dimas menyuruh saya mengawasinya,"     

Kemudian Yuni pun kembali mengangkat belanjaannya lalu membawanya ke dapur.     

Dan sambil menaruh belanjaannya ke dalam kulkas, Yuni baru teringat dengan Mentari.     

"Tadi, Bu Karina, sepertinya baru memasuki kamar, Non Tari, jangan-jangan—" Yuni pun langsung berlari menghampiri Mentari.     

      

Tok tok tok!     

"Non Tari!" teriak Yuni memanggil Mentari.     

Ceklek!     

"Ada apa, Mbak Yuni?" tanya Mentari.     

Yuni pun segera masuk ke dalam kamar Mentari.     

"Non Tari, tidak apa-apa, 'kan?" tanya Yuni.     

Dan Mentari pun menggelengkan kepalanya.     

"Enggak kok, Tari, gak apa-apa,"     

"Terus kenapa, Bu Karina, tadi masuk?"     

"Dia ...."     

"Dia berbuat jahat lagi ya dengan, Non Tari?"     

"Eng-eng-gak, kok," jawab Mentari terbata-bata.     

"Non Tari, bohong ya?"     

"Eng... gak, kok, Mbak!"     

"Non, mulai sekarang jangan berbohong lagi dengan saya, karna saya sudah mendapatkan amanah dari Pak Dimas untuk menjaga, Non Tari,"     

"Iya, Mbak,"     

"Kalau iya, katakan sekarang kepada saya, apa yang sudah terjadi tadi?"     

"Tadi, Tante jambak rambut saya, Mbk,"     

"Astaga, terus apa lagi yang dia lakukan!?" cecar Yuni.     

"Emmm, tidak ada lagi, Mbak," jawab Mentari.     

"Ayo tolong katakan saja, Non, saya tahu masih ada yang di sembunyikan,     

"Tidak, Mbak, hanya itu saja,"     

"Baik kalau memang begitu tapi ingat kalau terjadi apa-apa atau dia berani menyakiti, Non Tari, tolong beritahu saya,"     

"Baik, Mbak Yuni,"     

Lalu Yuni pun kembali ke dapur dan merapikan sayurannya lagi.     

Dan tiba-tiba Karina sudah ada di belakangnya.     

Karina mengintai Yuni, dengan sudah membawa pisau di tangannya.     

Ia hendak menusuk tubuh Yuni dengan pisau itu.     

      

Yuni masa asyik merapikan sayurannya, sambil duduk, karna sekalian membersihkan selot kulkas bagian bawahnya.     

'Dia ini sudah ikut campur dengan urusan  ku, sebaiknya dia mati saja' batin Karina.     

      

Dia sudah mengayunkan pisaunya, mata pisau sudah siap menghunjam tubuh Yuni.     

Tapi tiba-tiba dia mengurungkannya. Dia teringat akan suatu hal.     

Yaitu, jika dia membunuh Yuni, apa lagi dengan pisau begini, pasti akan ketahuan oleh Dimas, dan hal itu tentu saja akan membuat Dimas akan semakin membencinya dan juga akan membuat Dimas menjebloskannya ke penjara.     

'Tidak, aku tidak boleh membunuhnya sekarang,' batin Karina.     

Lalu dia meletakan kembali pisau itu ke atas meja.     

 Dan tepat saat itu juga  Yuni menoleh ke arah Karina.     

"Loh, Bu Karina, ada apa ya menghampiri saya?" tanya Yuni yang masih dengan suara ramahnya.     

"Tidak ... aku hanya ingin, hari ini masak yang banyak dan enak, karna aku sedang bikin makan banyak!" jawab Karina dengan ketus.     

"Akh iya, Bu Karina, dengan senang hati, saya akan memasak yang banyak dan enak," tukas Yuni masih dengan sikap ramahnya.     

Lalu setelah itu Karina pun mendengus berat dan berlalu pergi.     

      

Yuni merasa sedikit aneh dengan sikap Karina barusan, tak biasanya Karina seperti itu kepadanya.     

"Bu Karina, itu bukanya sedang menjalani  program diet ya?" Yuni menggaruk-garuk kepalanya sendiri.     

"Terus kenapa minta di masakkan yang banyak dan enak?" Yuni menggelengkan kepalanya, "aneh sekali."     

      

Dan dia pun menutup kulkasnya, dan membawa sebagian sayuran dan beberapa potong daging untuk di masak hari ini.     

Lalu saat ia melangkah dia melihat pisau yang tergeletak di meja belakangnya tadi.     

"Pisau?" Kembali dia menggaruk-garuk kepalanya karna bingung, "kenapa bisa ada di sini?"     

Dan seketika Yuni mulai berpikiran buruk tentang Karina.     

Jelas-jelas dia tadi menaruh pisau itu di dekat tempat cuci piring, sesaat sebelum dia pergi ke pasar, tentu saja terasa aneh kalau pisau itu berpindah sendiri .     

Dan pasti ada yang sudah memindahkan.     

"Apa jangan-jangan, Bu Karina, yang membawanya kemari?"  Pikiran Yuni pun mulai bertanya-tanya.     

"Apa jangan-jangan Bu Karina ingin mencelakai saya dengan pisau itu?" Yuni pun mulai merasa was-was.     

Gelagat Karina tadi memang terasa sangat aneh, tidak seperti biasanya, dan wajar saja kalau Yuni menjadi curiga.     

"Pokoknya, mulai dari saat ini aku harus berhati-hati, karna aku yakin, Bu Karina berniat buruk kepada saya,"     

      

***     

Sementara itu Karina yang sedang berada di kamarnya mulai menyusun rencana.     

"Apa aku beri racun saja ya?"  Karina memanggut-manggutkan  kepalanya.     

"Tapi, kalau aku yang meracuninya, apa lagi berada di rumah ini, pasti Mas Dimas juga akan curiga,"     

Karina menggelengkan kepalanya, "Tidak-tidak, aku harus mencari cara lain."     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.