Bullying And Bloody Letters

Kecewa Cemburu.



Kecewa Cemburu.

0Karina sangat gusar karna baik kartu debit maupun kartu kredit tidak ada  yang bisa di gunakan.     
0

"Eh, Mbak! coba di periksa lagi, karna saya yakin mesin, Mbak, itu yang rusak!" cerca Karina.     

"Bu! Mesin saya tidak rusak! dan yang jadi masalah itu adalah kartu Ibu!" tukas Kasir itu, tapi kali ini dengan nada yang cukup tinggi.     

Rupanya Kasir itu, sudah mulai emosi. Karna sejak tadi Karina terus berlaku tidak sopan kepadanya.     

"Bu, kalau tidak punya uang sebaiknya jangan belanja, Bu! apalagi membeli barang-barang yang mahal begini!" cerca balik kasir itu.     

"Heh! Kamu berani ya, sama saya?!" teriak Karina.     

"Security!" teriak kasir lalu Karina dan Sandra pun di tarik paksa dan di bawa keluar.     

      

Tentu saja hal ini sangatlah memalukan bagi mereka.     

"Ma, gimana sih, kok kartunya gak bisa di pakai semua?!" tanya Sandra yang keheranan bercampur kesal.     

"Mama, juga gak tau, Sandra, Mama yakin kok, uang di ATM, Mama itu masih banyak, itu kan uang bulanan Mama yang kemarin belum di pakai semua!" jelas Karina.     

"Tapi, buktinya apa?! sekarang kita di permalukan!"     

"Mama, juga gak tahu, Sandra! Mama yakin mesin kartu ATM mereka yang rusak!"     

"Ah, Sandra benar-benar malu, Ma!"     

"Memang kamu saja! Mama juga malu, San!"     

"Ini bukanya mencari hiburan, tapi ini malah menambah kestresan saja!" keluh Sandra.     

"Ah, diam, Sandra! Mama pusing!" Karina menutup telinganya,"     

"AKH!" teriak Sandra.     

"Yasudah kalau gitu kita cek isi ATM, Mama, karna Mama mau lihat, masih berapa saldonya, kenapa sampai tidak bisa untuk membayar belanjaan!" oceh Karina.     

"Ayo!" ajak Sandra.     

      

Mereka Karina pun mulai membuka aplikasi di ponselnya, dan mengecek saldo ATM miliknya lewat ponsel.     

Dan ternyata, setelah mengetahui jumlah saldonya, mereka berdua pun menjadi syok.     

Gambaran tentang 200 juta itu tidak ada  karna saldonya hanya 500 ribu.     

"Hah! ini bagaimana bisa, kenapa saldoku hanya tinggal segini?!" teriak Karina.     

"Akh, pantas saja! kita belanja habis 50 juta, Ma! bukan 500 ribu!" cerca Sandra.     

"Ah, entalah! pasti ini semua ulah, Papa mu!"     

"AKH MENYEBALKAN!" teriak Sandra.     

Dan mereka berdua pun kembali masuk ke dalam mobilnya.     

      

Sebenarnya semua ini memang benar ulah sari Dimas.     

Dimas, sudah membekukan kartu kredit dan juga membatasi uang bulanan Karina.     

Karina yang biasanya mendapat uang bulanan 200 juta, kini di potong oleh Dimas menjadi 500 ribu. Namun Karina tidak mengetahuinya. Dia tidak membaca notif mobile bankingnya secara teliti.     

      

      

      

Beberapa saat telah berlalu dan kini Sandra dan juga Karina sudah sampai di rumah.     

Dan mereka melihat tepat saat itu, Mentari tengah bersiap untuk pergi bersama Alvin.     

Tentu hal itu membuat mereka semakin bertambah kesal kepada Mentari.     

Mereka yang saat ini sedang mengelami nasib buruk karna malu, tapi Mentari malah asyik akan pergi bersama Alvin.     

Apa lagi, Mentari tampak sangat modis, pakaian yang dia gunakan jauh lebih bagus dan bermerek dari yang di pakai oleh Sandra.     

"Eh, tunggu!" teriak Karina. "Kalian mau kemana?!" tanya Karina dengan suara yang lantang.     

Mentari pun langsung terdiam dan menunduk.     

Sementara Alvin masih terdiam melihat apa yang akan di lakukan oleh Karina dan Sandra kepada Mentari, dan kalau di rasa itu sudah kelewat batas maka dia tentu saja akan langsung turun tangan.     

      

Sandra pun langsung berjalan beberapa langkah mendekat ke arah Mentari.     

"Lepas baju kamu!" teriak Sandra.     

Mentari pun hanya menunduk terdiam.     

"Eh, kamu budek ya? aku bilang lepas ya lepas!" teriak Sandra lagi. Melihat Mentari yang masih terdiam dan menunduk, akhirnya dia pun menarik tangan Mentari dengan kasar.     

Dia hendak membawa Mentari masuk ke dalam rumah.     

"Aku hari ini tidak bisa beli baju tapi kamu seenaknya, pakai baju bagus dari pada bajuku!" ocehnya sambil meraih tangan Mentari.     

Dan Alvin pun langsung meraih tangan Mentari, dia menghentikan Sandra.     

"Lepaskan, Tari!" sergah Alvin.     

Dan seketika Sandra dan Karina pun menjadi kaget.     

"Kalian itu keterlaluan ya?!" teriak Alvin, "memangnya, Tari, salah apa?!" tanya Alvin.     

"Eh, diam ya!" bentak Sandra.     

"Iya, siapa kamu?!" sambung Karina. "Kenapa ikut campur dengan urusan kami!?" teriak Karina.     

"Saya, temannya, Tari! Wajar, 'kan kalau saya, ingin membantu teman saya yang di tindas!" tegas Alvin.     

"Haha! jangan sok tahu kamu! sebaiknya kamu pergi saja dari sini!" tegas Karina.     

"Iya, siapa kamu?! cuman teman, 'kan?!" imbuh Sandra, "sebaiknya kamu pergi saat ini juga?!" teriak Sandra.     

"Akh ...." Sandra memegang lehernya sendiri.     

"Kenapa kamu, Sayang?" tanya Karina kepada Sandra.     

"Sakit, Ma!"     

"Awas ya, Kalian! saya tidak akan tinggal diam dengan semua ini!" ancam Karina sambil menunjuk-nunjuk ke arah Alvin dan Tari.     

"Saya pasti akan membuat perhitungan kepada kalian berdua!" tegas Karina.     

Lalu Karina dan juga Sandra segera masuk ke dalam rumah karna Sandra yang mulai mengeluhkan lehernya.     

      

Sementara Mentari dan juga Alvin masih berada di luar.     

Mentari tampak ragu-ragu saat ingin pergi bersama Alvin. Dia takut Karina dan Sandra akan memarahinya.     

"Vin, kita gak usah pergi ya," tukas Mentari dengan ragu-ragu.     

"Kenapa?" Alvin memegang pundak Mentari, "kamu takut ya dengan mereka?"     

"Iya, aku takut dengan mereka, dan pasti mereka akan menyiksaku setelah ini," tutur Mentari sambil menunduk.     

"Justru kalau sekarang aku tidak pergi dengan mu, aku yang kawatir, karna tidak ada yang menjagamu. Kamu tahu, 'kan, kalau Om Dimas belum pulang, dan Mbak Yuni juga baru saja keluar menemui saudaranya!"     

Mentari terdiam. Mendengar ucapan Alvin yang menasihatinya.     

"Tari, ayo kita pergi, dan nanti biar aku yang bilang kepada Om Dimas, jadi kamu tidak usah takut dengan mereka yang akan menyiksamu setelah pulang nanti."     

Mentari masih juga terdiam, "Ayolah, Tari. Kamu juga berhak bahagia, jangan mau di peralat mereka!"     

"Tapi, Vin—"     

"Tari, ayo!" ajak Alvin dengan tegas.     

Dan akhirnya Mentari pun mau di ajak Alvin pergi.     

      

      

Dan beberapa menit berlalu mereka pun sampai di tempat tujuan.     

Mereka berhenti di sebuah kafe, langganan Alvin.     

"Ayo, turun," ajak Alvin.     

Mentari pun turun dari motor, dan dia terlihat sangat canggung. Mentari tidak pernah pergi ke kafe setelah kepergian orang tuanya. Dulu saat ayah dan ibunya masih hidup dia sangat sering di ajak pergi ke kafe. Dan yang lebih membuatnya terharu, kafe yang ia datangi saat ini adalah tempat di mana dulu dia dan orang tuanya menghabiskan waktu luangnya untuk makan bersama. Dan kafe inilah tempatnya.     

"Loh, Tari, kok malah diam aja?" Alvin mengangkat dagu Mentari, "kamu nangis ya?" tanya Alvin.     

Dan dengan segera Mentari menghapus air matanya.     

"Kamu kenapa, Tari?"     

"Aku teringat dengan kedua orang tuaku, Vin,"     

"Memangnya kenapa?" tanya Alvin lagi.     

Dan Mentari pun kembali mengusap air matanya, tapi kami ini dengan kedua tangannya, "Ini adalah, tempat langganan kami dulu saat menghabiskan waktu bersama, kami sering melihat live musik di sini," jelas Mentari.     

"Mentari, maafkan aku ya, karna sudah membuatmu bersedih," Alvin menyeka air mata Mentari.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.