Bullying And Bloody Letters

Racun Tikus



Racun Tikus

0Dalam malam yang sunyi itu, Karina dan juga Dimas kembali bertengkar.     
0

Dimas benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan istrinya.     

Sampai saat ini Karina masih juga belum merasa bersalah.     

Karina malah merasa jika saat ini dirinya dan putrinya lah yang tertindas.     

Entah harus dengan cara apa lagi, Dimas bisa mengingatkan istrinya agar biasa sadar, bahwa apa yang di milikinya saat ini hanya sementara, dan pasti akhirnya akan kembali kepada pemilik sesungguhnya yaitu, Mentari.     

"Karin, aku benar-benar sudah kehilangan akal, dalam menghadapimu,"     

"Mas, ayolah, Mas, jangan berubah seperti ini, aku ingin, Mas Dimas yang seperti dulu, yang baik dan selalu sabar kepadaku, tidak seperti sekarang, kamu kasar, Mas!"     

"Aku kasar?"     

"Iya, kamu sangat kasar, bahkan kamu kemarin sampai menamparku, dimana Mas Dimas yang ku kenal dulu!?"     

Seketika Dimas langsung mendekat ke arah istrinya.     

"Kamu masih berpikir aku berubah? sementara kamu tidak pernah berpikir jika selama ini perubahanku ini karna ulahmu juga!"     

"Tapi—"     

"Cukup, Karina! aku sudah muak menghadapimu, bicara dengan mu itu seperti bicara dengan orang tidak waras, yang ada hanya akan menguras emosiku, karna kamu tidak pernah tahu dengan apa yang sudah aku katakan!"     

Lalu Dimas pun berlalu pergi, meninggalkan Karina begitu saja.     

"Mas! Kamu mau kemana, Mas?!" teriak Karina.     

Tapi Dimas tidak menjawabnya sama sekali. Dia berlalu pergi dan tidur di kamar tamu.     

      

Dan di dalam kamarnya, Karina tampak sedang mengamuk sejadi-jadinya.     

Dia mengacak-acak isi kamarnya, hingga suasana kamar itu seperti sebuah kapal pecah.     

"Tari! kamu itu benar-benar anak sialan ya!" teriak Karina.     

"Aku benar-benar benci kamu! sampai kapan pun aku akan membencimu dan Kamila Ibumu!"     

Prang!     

Sebuah guci ia lempar ke tembok, dan pecah berhamburan.     

"Kalian berdua adalah dua perempuan iblis yang sudah merebut kebahagiaanku!"     

Hik... praaang... klunting ...!     

"Tunggu saja, karna aku akan mengirim putrimu juga ke neraka seperti mu! seperti kalian! haha!"     

      

Hosh hosh!     

"Aku menyesal, harusnya aku membunuh juga putrimu sejak dulu, jadi mungkin sekarang aku tidak akan menderita seperti ini."     

Sebenarnya, orang yang telah membunuh orang tua Mentari adalah Karina.     

Yah, dia yang sudah menyabotase, mobil mereka hingga mereka mengalami kecelakaan.     

Hal itu di sebabkan karna Karina merasa benci dan iri saat melihat Kamila dan Reno hidup bahagia, dan sempurna tanpa kurang suatu apa pun, sangat jauh jika di bandingkan dengan hidupnya yang miskin dan serba kekurangan.     

Dia merasa tak seberuntung seperti Kamila yang bisa mendapatkan segalanya.     

Meski dia sangat mencintai Reno, tapi dia sadar betul jika dia tidak bisa mendapatkan Reno selamanya.     

Maka dari itu karna dia merasa tidak tahan lagi melihat kebahagiaan mereka berdua akhirnya dia memutuskan untuk membunuh mereka saja.     

      

Dan sampai saat ini tidak ada yang tahu jika kematian mereka semua adalah ulah dari Karina.     

Semua orang hanya tahu jika mereka meninggal murni karna kecelakaan tunggal.     

      

      

***     

      

      

Malam pun sudah berlalu, kini sorot mentari pagi sudah menyapa, sudah saat mereka semua akan melakukan segala aktivitas mereka.     

Di hari Senin yang sangat cerah, kini Mentari sedang bersiap-siap menggunakan seragam sekolahnya.     

Sekarang Mentari sudah jauh berubah di banding sebelumnya.     

Tidak ada Mentari yang kucel, jelek dan dekil. Sekarang tinggal Mentari yang cantik, modis, dan juga mempesona.     

Seperti apa yang di ajarkan oleh seorang pemilik salon yang sudah merubah penampilannya saat itu.     

Kini dia mempraktikkannya bahkan secara intens, si pemilik salon juga sampai menghubunginya langsung demi mengingatkan hal apa saja yang harus di lakukan agar bisa selalu tampil cantik.     

Pemilik salon itu sangat baik kepada Mentari, bahkan dia memberi perhatian khusus.     

Dan usut punya usut ternyata wanita pemilik salon itu adalah teman SMA Dimas dulu. Oleh karena itu di sangat baik kepada Mentari.     

      

"Susah selesai, waktunya aku berangkat," tukas Mentari.     

Sambil berjalan dia meraih tas gendongnya.     

Dan dengan pelan dia berjalan keluar kamar.     

Ceklek!     

Baru saja Mentari membuka pintunya, dan sudah di sambut oleh, Yuni si asisten rumah tangga mereka.     

"Non Tari, sarapan dulu," tukas Yuni.     

"Eh, tapi Tari gak lapar deh, Mbak,?" jawab Mentari.     

"Eh, ya tapi tetap harus sarapan dong, karna gak bagus kalau belajar dengan perut, kosong, harus di isi dulu," tutur Yuni.     

"Ah, Mbak Yuni bisa aja, yasudah, Tari makan dulu deh."     

Yuni pun dengan senang hati mengantarkan Mentari ke ruang makan dan menyiapkan segalanya.     

"Ni, Mbak Yuni, udah masakin nasi goreng sepesial lo,"     

"Wah, makasi, Mbak,"     

"Iya, makanya di makan ya," tukas Yuni sambil merapikan meja dan mengambilkan air minum untuk Mentari.     

Tapi tiba-tiba dia melihat, tutup botol aneh yang jatuh di kolong meja makan. Dan hal itu membuatnya merasa heran, karna Yuni yakin jika tadi dia sudah membersih kan bawah meja itu dan mengepelnya sampai bersih, tentu saja hal itu membuatnya merasa aneh, apa lagi dia seperti pernah melihat tutup itu entah di mana.     

Yuni tampak sedang memikirkannya dengan sungguh-sungguh.     

"Ada apa, Mbak?" tanya Mentari.     

"Sebentar, Mbak sedang cari tahu ini tutup apa ya? soalnya Mbak Yuni seperti pernah melihatnya." Jawab Yuni.     

"Itu bukanya tutup racun tikus yang ada di gudang belakang," celetuk Mentari yang memang sejak dulu dia sudah hafal dengan segala keadaan rumahnya termasuk bagian gudang belakang rumahnya.     

"Apa!? racun tikus!?"     

Seketika Yuni langsung merebut piring nasi goreng dari tangan Mentari dengan cepat.     

"Loh ada apa, Mbak Yuni?!" tanya Mentari, dan Yuni langsung mengendus nasi goreng itu.     

Dan tercium bau yang aneh, terasa sangat janggal tak seperti biasanya.     

"Gak salah lagi, pasti ini sudah ada yang mencampurinya dengan racun tikus!" tukas Yuni.     

"Hah?!" Mentari hanya tampak melongo.     

"Masa, sih?!" tanya Mentari.     

"Sudah sekarang, Non Mentari, berangkat ke sekolah saja, beli makan di kantin, dan nasi goreng ini biar, Mbak Yuni yang buang!" ujar Yuni.     

"Tali, Mbak, sayang, kan!" tukas Mentari yang masih belum juga paham dengan apa yang di maksud oleh Yuni.     

'Masa iya, Tante Karina, ingin meracuniku?' batin Mentari.     

Dan setelah itu Mentari pun langsung keluar dari ruang makan itu.     

Niat hati untuk sarapan pun menjadi gagal, dan dia terpaksa harus sarapan ke kantin sekolah pagi ini, dan lagi pula dia juga sudah mendapat notifikasi pesan dari Alvin, rupanya Alvin sudah menunggunya, di depan gerbang rumahnya.     

      

Sementara itu Yuni, masih sibuk membereskan makanan yang tidak jadi di santap oleh Mentari tadi.     

Sambil selalu was-was dan terus memantau gelagat Karina.     

Dia tidak habis pikir harus bekerja di tempat seperti ini.     

Harus menghadapi orang saiko seperti Karina, dan tentu saja tidak hanya membahayakan nyawa Mentari, tapi juga membahayakan nyawanya sendiri.     

"Duh Gusti nasib-nasib!" keluhnya.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.