Bullying And Bloody Letters

Namanya Mentari, Bukan Gadis Pincang!



Namanya Mentari, Bukan Gadis Pincang!

0Dalam suasana kantin yang begitu ramai, tampak Mentari yang masih asyik menyantap baksonya bersama Laras.     
0

"Kamu dari tadi ngelamunin melulu, kamu lagi ada masalah ya?" tanya Laras.     

"Ah, ia sedikit," jawab Mentari.     

"Biarpun dikit cerita dong," paksa Laras.     

"Jadi tadi ada sedikit kejadian aneh, dan aku mulai berpikir yang tidak-tidak kepada Tante,"     

"Apa yang aneh? lanjutkan dong ceritanya?"     

"Jadi, Mbak Yuni curiga kalau Tante Karina ingin meracuni ku?"     

"Apa?! jadi Nenek Sihir itu berani akan meracunimu?!"     

"Ssst ...,"     

"Enggak! ini gak bisa di biarin, Tari, kamu harus laporin dia ke pihak berwajib!" tukas Laras yang tidak sabaran.     

"Ya gak bisa langsung gitu juga dong, Laras, kita kan gak punya bukti,"     

"Ya, tapi, kata kamu dia mau meracuni mu?"     

"Ia, jadi gini ceritanya ...."     

Mentari pun menceritakan ulang kronologi kejadian yang sudah menimpanya tadi.     

Dan tentu saja, Laras pun tidak bisa bersikap kalem, dia langsung marah tidak karuan.     

"Gak bisa gitu dong, Tari! harusnya kamu itu jangan langsung di buang, tes dulu ke laboratorium tuh nasi goreng!"     

"Ya, tapi kan, Ras—"     

"Ah, kamu itu terlalu dabar jadi orang, kamu masih aja belain orang yang gak punya ati, dan masih juga kamu anggap sebagai keluarga!"     

"Ya, mau gimana lagi, mereka kan memang keluargaku,"     

"Please, Tari! buka mata kamu lebar-lebar, sana jangan terus mengutamakan perasaan kamu yang lemah itu. Kamu harus berpikir yang realistis dong!"     

"Iya, deh, Laras, kamu ngomongnya juga biasa aja dong, jangan kayak orang lagi kampanye parpol!" ledek Mentari.     

"Haha, masa sih? aku emang orangnya suka menggebu-gebu sih!"     

"Haha, ada-ada aja deh!"     

      

"Hai maaf ganggu," sapa Alvin.     

Seketika Mentari dan juga Laras pun langsung terdiam.     

"Aku boleh ikutan duduk di sini enggak?"  tanya Alvin sambil tersenyum.     

Laras pun melirik sesaat kearah Mentari, dan setelah itu dia kembali melihat ke arah Alvin.     

"Boleh, Kak Alvin, silakan duduk," tukas Laras dengan ramah.     

Alvin pun sedikit merasa bingung. Karna tiba-tiba saja, Laras berlaku sangat ramah kepadanya.     

Padahal biasanya, laras itu orangnya  sangat kasar.     

"Laras," panggil Alvin yang merasa heran.     

"Iya, ada apa, Kak Alvin?" jawab Laras masih dengan ramah dan kali ini di tambah dengan senyuman manisnya.     

"Kamu gak lagi kesurupan, 'kan?" tanya Alvin.     

"Enggak kok, aku sehat," jawab Laras.     

"Udah, Vin, ayo duduk," ucap Mentari.     

Dan Alvin pun duduk, tapi dengan wajah sedikit ragu-ragu.     

"Mau duduk aja kok, ragu-ragu begitu sih?" ledek Laras.     

"Sumpah deh, Ras! kamu abis makan apa sih?" tanya Alvin yang masih bingung.     

"Abis makan bakso, tuh, gak lihat masih ada bekas mangkoknya?" tukas Laras.     

Dam Alvin melihat sesaat ke arah mangkuk itu sambil mengerutkan dahinya. Dia masih juga heran dengan sikap ramah Laras yang secara tiba-tiba itu.     

"Vin, kamu udah makan?" tanya Mentari.     

"Mmm, belum sih," jawab Alvin.     

"Yasudah pesan makan gih, nanti sakit perut loh, kalau telat makan, kamu kan punya masalah lambung," tukas Mentari.     

"Ciye, yang temenan dekat, sampai hafal deh, kebiasaan satu sama lain," ledek Laras.     

"Ih, Laras, apaan sih," ucap Mentari.     

"Iya dari tadi kamu aneh banget tau, Ras. Tumbenmu kamu seramah ini, biasnya kamu kan jutek banget, kalau mendadak ramah begini jadi aneh tahu!" tutur Alvin.     

"Ah, masa sih, tapi aku biasa aja tuh!" sahut Laras.     

"Masa?!" tanya Alvin.     

"Eh, udah dong, kalian mau makan apa mau berdebat sih?" tukas Mentari.     

"Ehmm, jadi gini ya, Vin sebenarnya, yang membuat aku jadi mendadak ramah begini karna aku udah tahu, kalau kamu dan mentari itu sudah bersahabat sejak SD, dan Tari bilang kamu itu sebenarnya orang yang baik, dan tidak sedingin ini, jadi aku pikir kamu bukanlah orang yang menyebalkan seperti dugaanku, dan tentunya tidak ada dong alasan untuk membencimu," jelas Laras.     

"Hhuuuuft ... oke, jadi begitu ya," tukas Alvin singkat.     

"Iya, terus, kamu gak ada niat gitu, jadi akrab sama aku, dan gak dok jutek begitu?" tanya Laras.     

"Emm, tergantung sih,"     

"Ih, jangan sok keren deh,"     

"Ya, kalau kamu gam nyebelin aku juga bakal baik sama kamu, kayak aku baik sama Mentari, tapi kalau kamu menyebalkan ya apa boleh buat," tutur Alvin.     

"Tenang, Vin. Laras itu baik kok orangnya. Serius, baik banget malah," imbuh Mentari.     

"Masa?" tukas Alvin.     

"Iyalah!" ketus Laras.     

"Baiklah kalau begitu, mulia dari sekarang kita berteman," Alvin mengulurkan tangannya.     

"Ok," Laras juga menyambut tangan Alvin, sebagai simbol kalau mereka sudah tidak lagi bermusuhan."     

      

Dan tak lama pesanan makanan Alvin sudah sampai.     

"Kalian beneran udah makan?" tanya Alvin.     

"Iya, udah, Vin," jawab Laras.     

"Kamu makan aja," imbuh Mentari.     

"Ok, aku makan dulu," ucapa Alvin sambil menyendok makanannya.     

Tringg....     

Dan bel sekolah pun mulia terdengar nyaring.     

"Yah, udah masuk lagi," keluh Mentari.     

"Yaudah kalian masuk kekelas duluan aja," jawab Alvin.     

"La kamu kok gak masuk kelas, Vin?" tanya Mentari.     

"Aku jam olah raga setelah ini, jadi santai aja," jawab Alvin.     

"Ok, deh kalau begitu, kita duluan ya," ujar Laras.     

"Ok," jawab Alvin.     

      

Laras dan Mentari bergandengan tangan dan memasuki kelas mereka, sementara itu, Alvin masih berada di kantin dan menyantap makanannya dengan lahap.     

Dan tepat saat itu juga tiba-tiba, Fanya datang menghampiri Alvin.     

"Alvin, kamu sendiri aja?" tanya Fanya berbasa-basi.     

"Menurut kamu aku sedang sama siapa?"  tanya Alvin yang tiba-tiba menohok.     

"Ih, biasa aja dong jawabnya, Vin," Fanya masih tersenyum manis dan ramah kepada Alvin.     

"Vin, pulang sekolah nonton bareng yuk, ada film terbaru," ajak Fanya.     

"Maaf, aku gak bisa," ketus Alvin.     

"Loh, kenapa? aku lo yang traktir kamu serius,"     

"Aku, kan udah bilang kalau aku gak bisa,"     

"Vin, aku boleh tanya enggak?" Fanya menatap Alvin dengan lekat.     

"Yaudah tanya aja," jawab Alvin singkat.     

"Ada hubungan apa kamu sama Cewek Pincang itu?!" tanya Fanya dengan sinis.     

"What!?"     

"Iya, ada hubungan apa kamu dengan dia?"     

"Harus aku jawab?"     

"Iya, dong, karna aku mau tahu,"     

"Tapi itu bukan urusan kamu, Fanya!"     

"Vin," Fanya meraih lengan baju Alvin. "Jujur aku suka sama kamu," ucap Fanya dengan jujur.     

Alvin malah menggelengkan kepalanya, "Maaf, tapi aku gak ada rasa sama kamu." Tukas Alvin.     

"Kenapa?"     

"Ya, pokoknya gak suka,"     

"Vin, kasih aku kesempatan,"     

"Sekali lagi aku tegaskan, maaf Fanya, tapi aku gak suka sama kamu!" Alvin pun langsung berdiri dan meninggalkan Fanya sendirian.     

Dan tentu saja, Fanya tak mau diabaikan begitu saja.     

"Vin, tunggu!" teriak Fanya.     

Alvin tak menghiraukannya, tapi Fanya mengikutinya di belakang.     

"Kasih aku alasannya, Vin!" seru Fanya.     

Dan Fanya pun kembali meraih lengan tangan Alvin.     

Alvin pun terpaksa berhenti, "Ada apa lagi sih?"     

"Apa karna gadis pincang itu, yang membuat kamu menolakku?"     

Dan Alvin pun langsung melangkah lebih dekat ke arah Fanya dan menatapnya dengan tajam.     

"Namanya, Mentari! kamu bisa, 'kan menyebut namanya dengan benar!?"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.