Bullying And Bloody Letters

Tergila-gila



Tergila-gila

0"Namanya, Tari! Kamu bisa, 'kan menyebut namanya dengan bena?!" ucap Alvin.     
0

Seketika Fanya pun terdiam, sambil mengepalkan kedua tangannya.     

Tentu saja Fanya merasa sangat geram. Mendengar hal itu. Entah karna apa alasannya sampai Alvin membela Mentari sebegitunya.     

Padahal Fanya merasa bahwa dirinya jauh lebih baik di bandingkan Mentari.     

      

"Vin, apa kamu itu tidak bisa membuka mata lebih lebar sedikit lagi?" sindir Fanya.     

Alvin pun seketika terdiam sesaat dan dia kembali menatap lekat wajah Fanya.     

"Iya, wajahmu kalau di lihat-lihat lumayan cantik juga ya," ujar Alvin.     

"Tentu saja, bukan lumayan, tapi memang sangat cantik!" tukas Fanya penuh percaya diri.     

"Iya, pasti banyak sekali ya, pria yang mengantremu?"     

"Tentu saja, Alvin! tapi aku selalu menolaknya, karna aku lebih menyukai dirimu!"     

"Saranku, kamu pilih salah satu saja dari pria yang menyukaimu,"     

"Kenapa?" Fanya tampak keheranan, "kenapa aku harus memilih salah satu dari mereka?"     

"Ya, agar kamu tidak sendirian lagi,"     

"Tapi, aku memilih kamu, Vin."     

"Aku?"     

"Iya, kamu!" Fanya memegang tangan Alvin, "dan cuma kamu seorang, Alvin,"     

Alvin pun menepis tangan Fanya, "Tapi aku tidak mau denganmu!"     

"Kenapa?!"     

"Ya karna aku tidak suka denganmu!"     

"Alvin! kenapa lagi-lagi kamu bilang begitu?!"     

"Ya karna memang itu apa yang aku rasakan saat ini! aku tidak. Mau denganmu!"     

Alvin kembali meninggalkan Fanya dengan langkah yang cepat.     

Fanya terus memanggil-manggil namanya tanpa henti.     

Tapi sama sekali Alvin tidak menghiraukannya.     

Tapi tidak ada kata menyerah bagi Fanya, dia terus berlari dengan cepat untuk mengejar Alvin.     

      

Lalu Alvin pun masuk ke dalam ruang ganti untuk mengganti seragam sekolah dengan pakaian oleh raganya.     

Tak sadar Fanya juga masih mengejarnya sampai di tempat itu.     

"Eh, Fanya Cantik, kok kamu bisa sampai di sini sih?" sapa Dody teman sekelas Fanya dan juga Alvin.     

Fanya tampak sewot menanggapi Dody, "Diam!" bentak Fanya.     

"Duh, galak banget sih, Fanya," sahut Dody.     

Fanya tak menjawabnya dan pandangannya masih tertuju ke arah Alvin.     

"Fanya, kamu gak ada niat buat keluar?" Sindir Dody.     

Dody memang suka meledek Fanya, dan dia adalah salah satu penggemar dari Fanya.     

"Diam!" bentak Fanya lagi, "kamu gak bisa diam sama sekali ya?!" cantas Fanya.     

Dan Dody masih tersenyum ramah kepada Fanya, "Bukannya begitu, Fanya, tapi ini kan tempat ganti untuk cowok, masa kamu di sini? kamu gak risi ya?" tanya Dody.     

      

Fanya melirik lagi ke arah Alvin dan Alvin tampak tak melihatnya sama sekali, dia sedang sibuk membuka kunci lokernya, dan mengambil seragamnya.     

Bahkan Alvin tak peduli membuka baju seragam bagian atasnya di depan Fanya, lalu menggantinya dengan seragam olah raga.     

"Fanya, pergi dulu ya," tukas Dody dengan ramah.     

Fanya, mendengus kesal dan melirik ke arah Dody dengan sinis dan berlalu pergi.     

Fanya, mulai mengganti pakaiannya di ruang ganti khusus anak perempuan.     

"Ada apa sih, Fanya? kok kelihatannya kesel gitu?" tanya Ane.     

Fanya tak menyahutinya, dia masih terdiam dengan nafas sedikit menderu.     

"Udahlah, Fanya. Kalau enggak kamu lupain dia aja, lagian masih banyak cowok yang lebih ganteng dari pada Alvin, yang lebih kaya, yang lebih keren," tutur Keysia yang menenangkan Fanya.     

"Enggak mau! Karna bagi aku cuman Alvin yang paling terbaik dari yang lainnya. Aku suka sama Alvin, aku sayang sama Alvin!" tegas Fanya.     

"Ya ampun ternyata sampai segitu nya ya, kamu suka sama Alvin, aku gak nyangka seorang Fanya benar-benar bisa tergila-gila sama seorang cowok," kata Ane.     

"Iya,  beneran, kamu ini benar-benar udah gak bisa berpikir jernih ya, Nya?" tanya Keysia.     

"Iya! aku memang sudah gila! dan karna aku sudah terlanjur gila, maka aku terus mengejar Alvin sampai dapat aku akan menyingkirkan apa pun yang menjadi penghalangku!" tegas Fanya.     

"Ok, seperti janji aku waktu itu, maka aku akan membantumu!" tukas Ane.     

"Iya, aku juga akan membantumu, bilang saja kalau ada yang ingin kami bantu," sambung Keysia.     

"Thanks, buat kalian!" jawab Fanya.     

      

      

Jam pelajaran olah raga pun tak terasa sudah usai, dan mereka semua kembali ke kelas.     

Sebelum ke kelas, Fanya dan dua temannya yaitu Ane dan juga Keysia mampir ke toilet dahulu.     

Dan tepat saat itu juga mereka bertemu dengan Mentari.     

"Wah, benar-benar sesuatu yang kebetulan ya!" tukas Ane sambil tersenyum dan melipat kedua tangannya.     

"Sebaiknya kita apakan dia?" tanya Keysia.     

Fanya pun hanya tersenyum tipis menanggapinya sambil berjalan mendekati Mentari.     

Tentu saja Mentari menjadi ketakutan, tiga lawan satu, melawan Fanya sendirian saja, Mentari sudah ketakutan, apa lagi ini di tambah dua orang, tentu saja hal yang menakutkan baginya.     

"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Fanya, "kamu takut ya?" tanya Fanya sambil memegang kerah baju Mentari.     

"Aku heran, sebenarnya apa sih yang membuat Alvin jadi tergila-gila dengan mu?"  Fanya meraih dagu Mentari dan melihat wajah Mentari secara bersamaan.     

"Dagu, mata, atau alis?" Fanya memanggut-manggutkan kepalanya, "lumayan juga sih," ucap Fanya dengan sedikit mengangkat ujung bibirnya.     

"Tapi berjalan saja kamu itu tidak benar, pincang!" cercanya, "terus badan mu juga biasa saja, tak sebagus badanku!"     

Fanya melepaskan dagu Mentari dan berpindah di area rambutnya.     

"LALU APA YANG MEMBUATMU BISA MEREBUT HATINYA!?" teriak Fanya.     

Dan seketika seluruh orang-orang yang ada di toilet itu menjadi terdiam. Mereka semua tak berani ikut campur dan berurusan dengan Fanya, mereka tahu jika Fanya adalah orang yang nekat dan tak segan-segan akan membuat perhitungam bagi siapa pun yang sudah membuatnya sakit hati.     

Sementara Ane dan Keysia, tentu saja malah mendukung Fanya.     

Mereka membantu Fanya untuk mengerjai Mentari.     

"Ayo kita kurung aja dia di dalam toilet!" usul Keysia.     

"Haha! iya tuh, biarin dia bermain dengan kecoak! toh memang lebih cocok, 'kan?"     

"Ya sudah tunggu apa lagi! ayo seret dia!" perintah Fanya mengomando dua temannya.     

Ane dan Keysia pun menuruti apa yang di perintahkan oleh Fanya.     

Mereka menarik kedua tangan Mentari dan membawanya masuk kedalam toilet.     

"Jangan! jangan kurung aku! jam terakhir aku sedang ada ulangan!" teriak Mentari yang meronta.     

Tapi  Ane dan Keysia tak mempedulikannya, dan dengan semangat mengajak masuk Mentari.     

"Sekarang bagaimana kalau kita siram saja dia!" usul Keysia.     

"Wah ide bagus itu!" sahut Ane.     

Tanpa berpikir panjang, Fanya langsung meraih sebuah ember berisi air yang berada di ruang toilet itu, dan hendak menggunakannya untuk mengguyur tubuh Mentari.     

Tapi belum sempat mengguyurnya tiba-tiba Cinta pun datang menghampiri Mereka. Dan tentu saja hanya Mentari yang bisa melihatnya.     

"Ci-nta?" lirih Mentari.     

"Ssst ...." Cinta memberi isyarat agar mentari terdiam     

      

"Eh ngomong apa kamu?" tanya Ane.     

"Eng-gak!" jawab Mentari.     

"Akh! bikin kesal saja!" teriak Fanya sambil mengguyurkan air dari ember ke tubuh Mentari.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.