Bullying And Bloody Letters

Membenci Neneknya



Membenci Neneknya

0"Astaga! Tega sekali kamu bicara begitu, Sandra!"     
0

"Ya, habisnya, Nenek juga tega sama Sandra!"     

"Nenek gak tega, Sayang, Nenek hanya ingin kamu itu tahu mana yang salah dan mana yang benar!"     

"Ah, persetan dengan ucapan Nenek! Aku tidak mau dengar!" bentak Sandra.     

Lagi-lagi Sandra berlaku kasar kepada sang nenek, padahal neneknya hanya ingin menenangkannya sekaligus membuat dirinya sadar.     

Tapi apalah daya, Sandra memanglah kasar, perwatakannya memang sama dengan Karina sang ibu.     

"Sandra, kamu tidak pantas berbicara begitu kepada orang tua, apa selama ini ibumu tidak mengajarimu bagaimana cara berlaku sopan kepada orang yang lebih tua?"     

"Ah, berisik! Nenek sangat berisik, di sini aku jadi makin pusing!" Sandra menutup telinganya.     

"Sandra, Nenek ini hanya mengingatkanmu, Nak."     

"Sudah ku bilang, Nenek itu terlalu berisik, kalau Nenek, terus-terusan bicara maka aku akan pergi dari rumah Nenek sekarang juga!" ancam Sandra.     

"Jangan, Sandra! Terus kalau kamu tinggalin Nenek, kamu akan pergi kemana?"     

"Ya, aku akan pulang ke rumah ku, toh itu memang miliku!"     

"Bukan, Sandra, itu bukan rumahmu, itu rumah Mentari,"     

"Siapa bilang?! itu adalah rumahku, Nek!"     

"Ya ampun, Sandra ...." Neneknya sampai mengelus dada sambil menggelengkan kepalanya, dia tak habis pikir, selama ini Karina sudah mengajarkan apa saja kepada anaknya.     

Sampai Sandra yang dulu polos dan penurut, menjadi sangat jahat dan serakah seperti ini.     

Bahkan sikap Sandra ini benar-benar sudah kelewat batas, dia kasar kepada siapa pun yang menurutnya tidak bisa sejalan dengannya.     

Bahkan kepada orang setua neneknya. Benar-benar tidak ada sopan santun sedikit pun.     

Bahkan Mentari yang bukan cucu kandungnya pun selalu berbuat baik dan selalu sopan kepadanya.     

"Kamu tinggal di sini saja, Sandra, Nenek mohon ...."     

"Kenapa?"     

"Karna keadaan rumah mu sedang tidak baik, tunggu sampai keadaan membaik, siapa tahu Papa mu akan menjemputmu, setelah keluar dari rumah sakit nanti," tukas sang nenek.     

"Hah, ok, aku akan tinggal di sini, tapi Nenek harus berjanji, kalau Nenek tidak akan menceramahi ku lagi, bagaimana?!" tanya Sandra sambil melipat kedua tangannya.     

"Baiklah, Nenek, janji tidak akan mengocehi atau pun bicara apa pun kepadamu," jawab sang nenek.     

"Bagus, dan sekarang, aku mau istirahat di kamar, jadi tolong Nenek jangan menggangguku, atau pun sekedar menyuruhku makan, karna aku bisa urus diriku sendiri!"     

"Iya, Sandra. Nenek janji,"     

Sandra pun mengangguk, lalu dia pun pergi meninggalkan neneknya sendirian.     

Tampak jelas dari wajah sang nenek yang sangat terpukul.     

Dia tidak tahu harus bersikap apa lagi kepada sang cucu.     

Dia ingin sekali, membelai dan membuat Sandra merasa nyaman di sisinya, saat Karina tak ada di sisi Sandra.     

Tapi sayangnya tidak semudah itu, Sandra nampaknya tak membutuhkan dirinya.     

Bahkan Sandra juga nampaknya sama sekali tak menghargai dirinya sebagai seorang nenek yang harusnya menjadi seorang teladan bagi Sandra.     

"Ya Tuhan, salah ku apa? Kenapa cucuku satu-satunya, berlaku kasar kepadaku?"  keluh sang nenek.     

Meski terasa sakit, tapi nenek Sandra tetap berusaha untuk kuat, dan tetap sabar menghadapi Sandra     

Dia berpikir mungkin saja Sandra begini karna dia terlalu stres menghadapi kedua orang tuanya yang sedang bersertu dan akan bercerai.     

Sehingga sekesal dan sesakit apa pun karna sudah di bentak oleh Sandra, membuatnya tetap tegar. Dan dia yakin, bahwa Sandra akan berubah perlahan-lahan, dan akan menyadari di mana orang yang harusnya di benarkan.     

      

Dan perlahan si nenek pun merapikan kembali makanan dan gelas teh yang ada di meja teras rumah. Lalu dia membawanya masuk kembali dan  menaruhnya di meja makan.     

Lalu dia melanjutkan pekerjaan yang kegiatannya seperti biasa, yaitu merajut atau sekedar mengurus tanaman sebagai penghibur hati.     

      

      

      

      

Sore harinya, meski pun si nenek memiliki asisten rumah tangga, yang sampai saat ini masih di bayari oleh Dimas lewat uang dari keluarga Mentari, tapi dia tetap memaksakan diri untuk memasak sore ini. Semua demi Sandra, dia ingin memasakkan makanan kesukaan Sandra.     

"Bu, biar saya yang memasakkannya ya?"   tanya sang asisten rumah tangga.     

"Tidak usah, biar saya saja, saya ingin memasakkan masakan kesukaan cucu saya, dan kamu hari ini boleh langsung pulang saja ya,"     

"Wah, terima kasih banyak, Bu," Asisten rumah tangga itu tampak begitu senang.     

      

Lalu si nenek pun melanjutkan pekerjaannya.     

Dan setelah beberapa saat berlalu, masakan pun sudah matang.     

Dengan penuh ketelatenan, nenek Sandra merapikan meja makan dan menyusun hasil masakannya dengan sangat rapi.     

Dan beberapa menit kemudian meja makan pun sudah tersusun rapi.     

Tiba saatnya si nenek memanggil Sandra untuk mengajaknya makan malam.     

      

Lalu dengan pelan dia mengetuk pintunya, sekitar beberapa ketukan, namun Sandra tak membukanya, terdengar suara air mengalir dari dalam kamar mandi yang ada di kamar Sandra.     

"Sepertinya Sandra sedang mandi," tukas si nenek.     

Lalu dia pun menghentikan ketukannya, karna dia pikir cape-cape mengetuk pintu pasti tidak ada gunanya, Sandra tidak akan mendengarnya.     

Lalu setelah beberapa saat berlalu dan tidak lagi terdengar air dari balik kamar. Neneknya Sandra pun kembali mendekat dan hendak mengetuk pintunya.     

Tapi tiba-tiba dia mengurungkan niatnya, karna dia ingat apa kata Sandra tadi suang, bahwa dia tidak mau di ganggu, termasuk tudak mau di suruh makan.     

Si nenek paham betul, mungkin saat ini Sandra benar-benar sedang ingin sendirian saja dan tak mau di ganggu.     

"Tapi kalau Sandra tidak makan  dia bisa sakit, terus masa iya aku akan membiarkannya dia menahan lapar karna tidak nafsu makan?" tulasnya.     

Dan akhirnya si nenek pun dengan terpaksa mengetuk pintunya.     

Tapi belum sempat mengeruknya, tiba-tiba Sandra susah membuka pintunya.     

Si nenek sangat bahagia, raut wajahnya seketika semeringah tak terhingga.     

"Sandra, baru Nenek ingin memanggilmu," tukas si nenek tersenyum.     

"Memang ada apa, Nek?" tanya Sandra dengan ketus.     

"Ah, Nenek, mau ajak kamu makan malam, Nenek udah masakin makanan kesukaan kamu," tutur sang nenek.     

"Tadi memangnya Sandra bilang apa ke Nenek?" tanya Sandra dengan nada menyindir.     

"Iya, Nenek, tahu. Tapi Nenek tidak mau kamu sakit, makanya Nenek ajak kamu makan, dan bela-belain masak buat kamu," pungkas sang nenek.     

"Ugh, Nenek kurang kerjaan banget ya!" cantas Sandra.     

"Loh, kurang kerjaan bagaimananya, Nenek kan sayang sama kamu, makannya Nenek perhatian sama kamu,"     

"Nenek, aku tidak mau makan masakan Nenek, aku sudah pesan makanan dari luar, dan sebentar lagi pesanannya bakalan sampai!" ketus Sandra.     

"Tapi kenapa?" sang nenek pun tampak heran, "kenapa kamu tidak mau makan bersama, Nenek?" tanya sang Nenek lagi.     

"Ya karna, Sandra benci sama Nenek!"     

"Benci?" Neneknya tampak kaget, "salah Nenek apa?"     

"Salah Nenek, karna sudah membela Mentari!" cantas Sandra.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.