Bullying And Bloody Letters

Pesan Cinta



Pesan Cinta

0"Hey, Fanya! jangan gitu dong, dia itu teman kita lo!" tegas Keysia.     
0

"Teman yang selalu menyusahkan saja!" cerca Fanya.     

"Fanya! Kok kamu ngomongnya gitu sih?!"     

"Ya buktinya, gara-gara dia kemarin kita jadi gagal mengerjai si Pincang, 'kan?"     

"Astaga!" Keysia sampai menggelengkan kepalanya.     

"Ya aku tahu soal itu, tapi itu bukan salah Ane, 'kan?"     

"Tetap saja, menyebalkan!"     

      

Keysia benar-benar tak habis pikir Fanya bisa berbicara begitu tentang Ane, padahal selama ini Ane sudah dengan suka rela membantu Fanya. Yah walaupun perbuatan mereka sudah pasti salah.     

Tapi setidaknya Ane sudah membuktikan bahwa dia adalah teman yang baik untuk Fanya.     

Tapi sikap Fanya kepada Ane, itu benar-benar sudah kelewatan.     

Mengatai Ane sebagai teman yang menyusahkan.     

"Kamu itu benar-benar kelewatan, Fanya, aku gak suka ya kamu berkata begitu kepada Ane!" cantas Keysia.     

"Ih, apaan sih, Keysia, kenapa kamu malah membentakku, aku ini kan cuman bicara fakta!"  jawab Fanya.     

"Ya tapi, kamu jahat banget bilang begitu, Ane kerasukan juga bukan karna kemauannya, jadi itu semua bukan salahnya dong!"     

"Terus salah siapa? Salah setan yang udah ngerasuki dia ya?!"     

'Cek cek' Keysia sampai berdecap heran seraya menggelengkan kepalanya karna saking bingungnya harus bersikap apa dengan Fanya.     

"Kamu itu gak waras, Fanya! Gara-gara tergila-gila dengan Alvin sekarang otakmu menjadi rusak!" cerca Keysia.     

Lalu Keysia pun meraih kembali nampannya tang berisi bakso tadi, dan dia membawanya pergi dari hadapan Fanya.     

Keysia memilih untuk duduk sendirian menjauh dari Fanya.     

Sesaat Keysia melirik ke arah Fanya, lalu dia melanjutkan memakan semangkuk bakso sembari menikmati kesendiriannya,     

Dan terlihat Fanya menggebrak mejanya lalu dia pergi meninggalkan kantin.     

Sesaat Keysia menghentikan suapan bakso ke mulutnya. Dan dia melirik Fanya yang sudah berlalu pergi menjauh darinya.     

Dia hanya bisa menggelengkan kepalabya, lalu kembali menyeruput kuah baksonya.     

      

      

Sementara itu Mentari, Laras dan juga Alvin diam-diam melirik ke arah mereka berdua.     

Eh itu, dua nenek lampir, sedang berantem deh kayaknya," celetuk Laras.     

"Ssst, Laras, gak boleh gitu dong, itu kan bukan urusan kita," tukas Mentari yang mengingatkan.     

"Ye, kan aku cuman nebak, lagian males banget ikut campur urusan mereka yang gak ada guna itu," sanggah Karas.     

"Huuftt, Yaudah ayo lanjut makan," sahut Mentari.     

"Ok!" jawab Laras bersemangat.     

Sementara Alvin hanya menggelengkan kepalanya dengan decak heran.     

      

      

Dan dari sudut tembok dekat pintu, tampak Cinta sedang menatapnya, seperti ada sesuatu yang sedang ingin dia katakan.     

Mentari menyadari hal lalu dia pun berpamitan dengan kedua sahabatnya.     

"Eh, aku pergi ke sana sebentar ya?" tukas Mentari sambil menunjuk ke arah pintu ke luar.     

"Mau kemana sih?" tanya Laras.     

"Biasalah," lirih Mentari, dan Laras pun sudah tahu apa yang akan di lakukan oleh sahabatnya itu.     

Tapi untuk memastikannya  tebakannya Laras bertanya lirih kepada Mentari.     

"Cinta lagi ya?"     

Dan Mentari pun mengangguk kepadanya.     

Sesaat Mentari melirik ke arah Alvin, "Sebentar ya, Vin," tukas Mentari.     

Lalu Mentari berjalan menghampiri Cinta.     

Cinta berjalan menjauh dari Mentari, dia memberi isyarat agar Mentari mau mengikutinya. Karna kalau mengobrol di tempat itu, sudah pasti mereka akan ketahuan, kalau pun tidak pasti Mentari akan di anggap sebagai orang gila, karna sudah berbicara sendirian.     

      

Dan Cinta pun mengajak Mentari naik ke tangga atas atap sekolah.     

Setelah itu dia berhenti di tempat sepi, dan membalikkan badanya palu menatap Mentari.     

"Ada apa, Cinta? Apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Mentari.     

Cinta berbicara dengan bahasa isyarat kepada Mentari.     

Dia menyebut tentang Alvin, Mentari tak banyak mengerti tentang apa yang sudah di ucapkan oleh Cinta itu.     

Tapi sedikit-sedikit dia mulai mengerti.     

"Kamu bercerita tentang Alvin?" tanya Mentari.     

Dan Cinta pun mengangguk.     

"Memangnya ada apa dengan Alvin?"     

Cinta kembali mengatakan dengan bahasa isyaratnya, bahwa dia ingin Mentari mengatakan kepada Alvin tentang dirinya.     

Terlihat jelas jika sebelumnya Cinta dan Alvin itu saling mengenal.     

Mentari tidak bisa bertanya banyak kepada Cinta, tentang cerita yang sesungguhnya, karna terbatas oleh komunikasi yang tak bisa Mentari mengerti.     

Akhirnya dia hanya menyerap beberapa inti dari apa yang di ucapkan Cinta, dan setelah itu dia pergi dan kembali menghampiri Laras dan juga Alvin.     

      

      

      

"Eh, tu dia si Tari, udah kembali," tukas Laras.     

"Udah selesai urusannya?" tanya Laras.     

Dan Mentari pun mengangguk .     

"Sebenarnya ada apa sih?" tanya Alvin yang merasa bingung.     

Laras dan Mentari pun saling menatap, tapi mereka berdua tak saling menjawab.     

"Kok kalian diam saja sih?" tanya Alvin lagi, "kamu tadi habis dari mana sih, Tari?" Alvin melirik ke arah Mentari.     

"Mmm, itu, Vin ...." Mentari tampak bingung harus menjawab apa, padahal jelas-jelas Cinta ingin dia mengatakan tentang dirinya kepada Alvin. Tapi entah mengapa Mentari masih ragu untuk mengatakannya. Sejujurnya semua itu karna dia yang takut, Alvin akan menganggapnya sudah gila.     

Lalu Laras menyenggol bagian lengan tangan Mentari.     

"Eh, boleh kalau aku yang kasih tau ke Alvin," bisik Laras kepada Mentari.     

"Jangan, aku takut, Alvin gak percaya," bisik balik Mentari.     

"Tapi, kan biar kita gak ada rahasia-rahasiaan lagi," tukas Laras lagi, dan masoh dengan nada lirih.     

"Iya, juga sih, tapi alu takut nanti dia gak percaya terus jika di sangka gila," jawab Mentari.     

"Yaudah, tenang aja, pasti Alvin gak kayak gitu kok, aku yakin," Laras masih terus meyakinkan Mentari, sementara Mentari masih tetap ragu-ragu.     

Dan Alvin hanya kebingungan melihat dua temannya yang tidak menjawab pertanya tapi malah saling berbisik tidak jelas.     

"Kalian ngomongin apaan sih?" tanya Alvin.     

"Eh,"     

"Cerita aja ya, Tari," tukas Laras.     

"Kalian punya rahasia ya?" tanya Alvin.     

"Huuft, jadi gini, Vin, aku bakal cerita tentang rahasia Mentari selama ini tapi, aku harap kamu bisa percaya apa yang sudah ku katakan, mengerti?!"     

Alvin pun mengangguk.     

"Ok, bagus sekarang aku mau cerita, kamu sudah siap dengar?!" tanya Laras yang heboh, dan Alvin pun kembali mengangguk.     

"Ok, cerita ni ya, tapi ingat ada satu syaratnya lagi!"     

"Apa itu?" tanya Alvin.     

"Kamu jangan anggap kalau kita ini gila ya? Karna kita ini waras sepenuhnya!" tegas Laras.     

"IYA, LARAS! KAMU JADI CERITA ENGGAK SIH?!" tanya Alvin yang sudah mulai tidak sabar lagi.     

"Haha, ok, ok Aku cerita nih," kata Laras, "jadi gini ...."     

"Kita bicara berdua aja Vin," ajak Mentari.     

Seketika Laras pun terdiam.     

Dan Mentari meraih tangan Alvin dan mengajaknya pergi.     

"Maaf, Laras, kita bicara berdua dulu ya, ada suatu hal penting dan ini pesan dari Cinta untuk, Avin," tukas Mentari.     

"Aku enggak?" tanya Laras yang tampak iri.     

"Emang kamu beneran mau ketemu langsung sama Cinta?" tanya Balik Mentari.     

Seketika Laras langsung merinding, "Ya eng-gak juga sih,"     

"Ok, kita pergi sebentar ya?" tukas Mentari.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.