Bullying And Bloody Letters

Di Siram Air Keras



Di Siram Air Keras

0"Jadi dia cuman pembantu di rumah ini, 'kan?" Fanya pun tertawa tipis mengingat hal itu.     
0

      

Ekspresi melecehkan mulai terpancar. "Bagus, kalau hanya sekedar babu, pasti akan lebih mudah bagiku untuk menghancurkannya!" tukas Fanya.     

      

      

      

Dan Fanya berjalan lebih mendekat lagi untuk melihatnya lebih jelas.     

      

Lalu muncilah seseorang membuka pintu dan seseorang itu adalah Mentari.     

      

 "Eh, itu dia! Sembunyi ah," Fanya pun segera bersembunyi di balik tembok dekat pagar.     

Sambil bersembunyi dia mengintip Mentari yang sudah berpakaian rapi.     

"Pagi-pagi begini, dia mau pergi ke mana sih?" tukas Fanya.     

      

Dan tak lama terlihat sebuah motor berhenti tepat di depan gerbang rumah Mentari, Fanya pun semakin mengamankan tubuhnya.     

Dia berusaha agar keberadaannya tidak di ketahui oleh siapa pun.     

Dan lagi-lagi, dirinya di buat jengkel pagi ini.     

Mentari dan Alvin pagi ini pun hendak pergi berdua entah akan pergi kemana, yang jelas mereka tampak sangat rapi.     

'Mereka ini mau pergi ke mana sih, sepagi ini?' batin Fanya.     

      

Mata Fanya masih mengarah kepada Mentari dan Alvin. Mereka berdua mulai menaiki motor dan melaju kencang.     

"Lagi-lagi mereka bersenang-senang di atas penderitaanku, aku tidak akan tinggal diam!" Fanya mengepalkan kuat telapak tangannya.     

Dan tepat saat itu terlihat ada sebuah mobil taksi yang kebetulan lewat di depannya.     

Seketika Fanya menghentikan laju mobil itu.     

"Pak! Berhenti!" teriak Fanya.     

"Baik, Mbak, mau kemana ya?" tanya Sopir taksi.     

"Kejar motor itu!" teriak Fanya sambil menunjuk motor Alvin.     

"Baik, Mbak!" Jawab sopir taksi.     

      

Mobil itu melaju kencang dan mengikuti Mentari dan Alvin yang sedang mengendarai motor.     

      

"Cepat, Pak! Jangan sampai kita kehilangan jejak!" teriak Fanya.     

"Ini sudah kencang, Mbak, kita tidak bisa lebih kencang lagi, karna akan sangat berbahaya," pungkas sopir taksi itu.     

"Ah, payah!" pekik Fanya.     

Dan sopir taksi itu hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mengelus dada.     

"Hah! Sial! Pokoknya aku akan membuat perhitungan dengan mereka hari ini! Aku tidak peduli!" gerutu Fanya.     

      

Akhirnya mereka berhasil mengejar kembali Mentari dan Alvin yang sempat menghilang     

      

"Ah, tu dia mereka! Haha syukurlah! Aku tidak jadi kehilangan jejak mereka!" Fanya pun tampak sangat girang melihatnya.     

Akhirnya dia bisa mengikuti mereka kembali.     

"Kalian itu tidak bisa lepas dari ku! Hari ini kalian pasti akan merasakan balasanku!" tukas Fanya penuh percaya diri.     

      

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya mereka pun sampai di sebuah pantai.     

Yah hari ini Alvin ingin menepati janjinya kepada Mentari waktu itu. Dia akan mengajak Mentari ke pantai sampai puas. Untuk mengganti waktu pergi ke pantai dulu yang sangat terbatas, makanya mereka berangkat pagi-pagi.     

      

"Huuuuh senangnya akhirnya bisa datang kemari lagi," tukas Mentari yang penuh bahagia.     

"Iya, kan aku nepatin janji ku waktu itu!" kata Alvin.     

"Makasi ya, Alvin."     

"Iya, Tari! Dan sekarang kamu juga bisa main sepuasnya hari ini," ujar Alvin.     

"Wah, benarkah?! Berati tidak sia-sia ya kita berangkat pagi-pagi!"     

"Iya, dong! Kan biar kamu bisa main sepuasnya!"     

"Makasi ya, Alvin!"     

"Iya, Tari!"     

Lalu Alvin pun menarik tangan Mentari. "Ayo pergi ke sana!" ajak Alvin.     

"Tapi, aku—"     

"Udah gak usah takut kamu gak akan tenggelam kok!" teriak Alvin.     

"Tapi aku takut, Vin!"     

"Udah ayo!"     

Alvin menarik paksa tangan Mentari dan mengajakkannya lebih mendekat lagi, dan mereka berdua pun asyik bermain air.     

"Asyik, 'kan?" tanya Alvin.     

"Iya, ternyata masuk ke dalam air langsung lebih seru ya!" jawab Mentari.     

 "Iya dong, eh, lihat itu ada ombak!" ujar Alvin.     

"Hah takut!" Mentari yang takut pun sampai berpelukan dengan Alvin.     

"Vin, gimana Vin, ada ombak! Aku takut di gulung ombak, kayak yang di berita-berita televisi itu!" oceh Mentari yang sudah paranoid.     

Alvin pun hanya tertawa sambil mendekapinya, "kamu itu terlalu berlebihan Tari, ini tuh ombaknya kecil, gak sebesar yang ada di televisi," jelas Alvin.     

"Ya, tapi terap saja, Vin aku takutlah!"     

"Sudah, gak papa kok,"     

      

      

      

      

Dari kejauhan Alvin dan juga Mentari terlihat sangat mesra, bagi yang tidak tahu, pasti mengira jika Alvin dan Mentari itu sedang berpacaran.     

Begitu pula dengan Fanya, dia tampak sangat kesal, dan cemburu.     

Seketika hatinya terasa membara, seperti ada kumpulan api yang terus menyala-nyala dalam dirinya.     

"Sial! Lagi-lagi, mereka selalu membuatku marah. Ingat gadis pincang, aku tidak akan membiarkan pulang dengan sisa kebahagiaan mu hari ini. Karna aku akan membuat hari ini menjadi hari terburuk dan tidak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu!" gumam Fanya yang penuh dengan ambisi.     

      

      

Beberapa saat pun berlalu, Alvin dan Mentari pun tampak lelah bermain di lautan, lalu mereka pun memutuskan untuk beristirahat di pinggir pantai.     

"Kamu mau minum apa?" tanya Alvin.     

"Minum es kelapa muda kayaknya enak,"  jawab mentari.     

"Ok, kamu tunggu di sini ya?" tukas Alvin dan Alvin pun berlalu pergi.     

      

Tinggallah Mentari duduk sendirian di pinggir pantai, sementara Alvin sedang memesan es kelapa untuknya.     

Dan melihat hal itu, tentu saja Fanya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.     

Dia merogoh sebuah botol berukuran sedang dari tasnya.     

Botol itu berisi air keras, yang sudah ia siapkan sejak kemarin. Dia pikir akan mencelakai mentari tepat di depan rumahnya.     

Tapi ternyata, Mentari malah pergi, dan ini saatnya dia untuk melancarkan rencananya.     

"Kalau, sudah pincang terus di tambah dengan wajah yang rusak, apa Alvin masih mau ya?" Fanya tersenyum tipis, "kamu akan menderita setelah ini, Tari," Fanya mulai bersiap-siap dan memasang hoodie di kepalanya, lalu berjalan cepat mendekat kearah Mentari.     

Dia menyembunyikan air keras itu di balik jaketnya, yang kebetulan reseletingnya tidak di pasang.     

      

Setelah dia benar-benar sudah dekat dengan Mentari, dia pun mulai mengeluarkan dan hendak menyiramkan air itu, tapi sialnya tepat saat itu juga malah ada orang lain yang kebetulan lewat di depan Mentari.     

Sehingga air keras yang di siramkan oleh Fanya tidak mengenai tubuh Mentari, melainkan mengenai tubuh orang lain.     

Seketika orang itu pun langsung berteriak histeris. Fanya langsung berlari sekencang-kencangnya, ada beberapa orang yang melihat kejadian itu dan sempat mengejar Fanya.     

Mentari yang tidak tahu apa-apa sama sekali pun, turut menolong si gadis yang menjadi korban penyiraman air keras itu.     

"Mbak, gai apa-apa?" tanya Mentari.     

"Akh, panas!" teriak di gadis itu, dan tubuhnya sudah mulai tampak memerah dan setengah melepuh.     

      

"Tari, ada apa?" tanya Alvin yang baru saja datang sambil membawa dua buah es kelapa muda.     

Seketika dia menaruh kelapa muda itu dan langsung mendekat ke arah Mentari.     

"Kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Alvin.     

Mentari menggelengkan kepalanya.     

"Enggak, aku gak apa-apa Vin, tapi Mbak yang itu terluka parah," tukas Mentari.     

"Duh, kok bisa sih, gimana ceritanya?"     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.