Bullying And Bloody Letters

Salah Sasaran



Salah Sasaran

0"Kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Alvin.     
0

      

Mentari menggelengkan kepalanya.     

      

"Enggak, aku gak apa-apa Vin, tapi Mbak yang itu terluka parah," tukas Mentari.     

      

"Duh, kok bisa sih, gimana ceritanya?"     

"Gak tau, Vin, tiba-tiba Mbak-mbak itu teriak-teriak dan tubuhnya sudah melepuh, sepertinya ada yang sengaja menyiramnya dengan air keras,"     

"Apa?!"     

Seketika Alvin pun mulai berpikir yang tidak-tidak. Dan juga curiga jika pelaku penyiraman air keras itu orang yang salah sasaran, dan bisa saja, orang yang si incar adalah Mentari, dan kebetulan saja ada orang lain yang sedang lewat dan mengenainya.     

Karna selama ini banyak yang tidak menyukai Mentari, termasuk Fanya dan juga Sandra.     

Alvin menduga jika salah satu dari mereka yang sudah berniat jahat kepada Mentari.     

"Mentari, ayo kita pulang saja!" ajak Alvin.     

"Tapi, Vin, sekarang kan masih panas banget, apa kita tidak menunggu sampai agak sarean, biar tidak terlalu kepanasan di jalannya?" tanya Mentari.     

Tampak jelas di wajah Mentari jika dia belum ingin pulang saat ini. Tari masih ingin bermain di pantai lebih lama lagi, apa lagi tadi Alvin juga sudah menjanjikannya agar Mentari bermain di pantai sepuasnya.     

Tapi apa lah daya, karna Alvin sangat khawatir dengan keadaan Mentari, dia takut sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya.     

"Kita, main ke pantai lain kali saja ya, karna sepertinya hari ini situasinya kurang bagus," ucap Alvin.     

"Ya sudah ayo kita pulang sekarang," jawab Mentari.     

"Nah, gitu dong, tapi senyum dong," pinta Alvin dengan nada suara sedikit meledek.     

Lalu Mentari pun tersenyum menuruti ucapan Alvin.     

"Nah, gitu dong, kan cantik," puji Alvin.     

Mendengar Alvin yang memujinya cantik, entah mengapa tiba-tiba Mentari mendadak deg-degan.     

Jantungnya berdegup kencang dari biasanya, dan dia mulai menyembunyikan raut wajahnya yang tersipu malu dan salah tingkah.     

      

'Tari, jangan berpikir berlebihan, dia itu hanya bercanda, mana ada Mentari cantik, sadarkan kalau kamu itu jelek'  tukas Mentari di dalam hatinya.     

      

"Tari, sudah siap?" tanya Alvin dengan tangan memegang setang motor dan siap untuk melaju kencang.     

"Siap!" jawab Mentari penuh semangat.     

"Gak, ada yang ke tinggalan, 'kan?"     

"Emmm," Mentari melihat kembali isi tasnya, "enggak kok,"     

"Ok, berangkat!"     

      

      

Sementara itu, saat Mentari dan Alvin sudah meninggalkan pantai, Fanya masih berlari dan sibuk mencari tempat sembunyi, dia masih di kejar-kejar para pengunjung pantai.     

"Hosh hosh hosh, bagaimana ini?"     

Lalu Fanya melihat sebuah toilet umun, dan dia pun langsing memasukinya, dengan cepat tanpa di ketahui oleh para masa yang tengah mengejarnya itu.     

Setelah berada di dalam toilet itu, dia langsung membuka jaket yang menjadi alat penyamarannya.     

Dia berhasil tak di kenali berkat penampilannya yang sengaja di buat berbeda dari biasanya.     

Fanya yang biasa tampil feminin dan terlihat modis, hari ini berubah menjadi berpenampilan tomboy dengan menggunakan jean hitam dan jaket hoodi warna hitam yang berukuran oversize dan di padu dengan aksesoris topi di kepalanya.     

Semua barang itu bukan miliknya, dia meminjam barang-barang milik ayahnya.     

      

Memang penampilannya bisa menutupi ciri-cirinya, tapi sayangnya niat jahatnya di ketahui orang banyak dan di tambah lagi gagal tidak membuahkan hasil karna salah sasaran.     

Setelah berada di dalam toilet umum dan melucuti pakaian yang dia gunakan untuk menyamar itu, Fanya langsung memperbaiki penampilannya seperti biasa.     

Dan setelah di rasa sudah rapi, Fanya pun keluar dari toilet dengan penampilan barunya.     

Dengan bertingkah santai dan seolah tidak terjadi apa pun .     

Dia melenggang penuh percaya diri, dan melihat kembali di tempat kejadian yang tadi.     

Dan benar saja, tak ada satu orang pun yang curiga, lalu setelah melihat Alvin dan Mentari sudah tidak ada, akhirnya Fanya pun juga turut pergi dari pantai itu.     

      

      

      

"Sial! Hari ini pun juga sial! Aku tidak dapat membuatnya celaka!" gerutu Fanya.     

Dan tak lama setelah mobil taksi online pesanannya pun datang.     

Fanya  akhirnya pulang mengendarai  mobil itu dengan tangan kosong dan hanya membawa sebuah kegagalan.     

      

      

***     

Esok harinya. Di ruang kelas tempay Mentari belajar.     

"Hey, Tari!" sapa Laras.     

"Hay juga, Laras," sapa balik Mentari.     

"Ini buat kamu!" Laras menyodorkan sebuah kotak kecil berisi coklat.     

"Ini untuk aku?" tanya Mentari.     

"Yaiyalah buat kamu, masa buat, Tante kamu!" kelakar Laras.     

"Wah, terima kasih," tukas Mentari.     

"Ia, Tari, sama-sama!" jawab Laras.     

"Gimana acara keluarga kamu kemarin?"     

"Ah, lumayan seru, aku menginap di rumah nenek, dan seluruh saudara dari papaku datang," ukas Laras.     

"Wah, asyik ya, kalau punya banyak keluarga, gak kayak aku," ujar Mentari dengan sedikit raut cemburu.     

"Ah, jangan ngomong begitu dong, Tari. Kalau gitu aku mau dong, jadi anggota keluarga kamu," ucap Laras dengan berkelakar.     

"Hahaha, boleh!"     

"Eh, by the way, hari minggu kemarin kamu pergi ke pantai ya?"     

"Iya, kamu tahu dari mana?"     

"Dari instastory milik Alvin."     

"Oh, aku tidak tahu kalau dia mengunggah foto kami,"     

"Wah, pasti seru banget dong, lain kali aku di ajak ya,"     

"Ok, tapi gak seseru kelihatannya lo aslinya tuh,"     

"Maksudnya?" Laras tampak heran.     

"Ada satu insiden penyiraman air keras yang mengenai salah satu pengunjung pantai, dan air itu juga hampir saja mengenaiku,"     

"What?!"     

"Iya, pengunjung itu kebetulan sedang lewat di depan ku saat akun sedang duduk santai, lalu seseorang menyiramnya tepat di depan mataku,"     

"Serius! Itu serem banget!"     

"Iya, maka dari itu, Alvin langsung menajakku pulang, padahal jujur aku masih ingin bermain," tutur Mentari menjelaskan.     

"Ah, mungkin Alvin terlalu khawatir kalau terjadi sesuatu dengan mu," ucap Laras.     

"Loh, kenapa, kan bukan aku yang di siram?"     

"Iya, bukan kamu, tapi orang yang di siram itu sedang lewat di depanmu, bisa saja kan karna kebetulan mengenainya, dan target yang sesungguhnya adalah dirimu." Pungkas Laras.     

"Maksudnya?"     

"Yah, aku rasa, si pelaku penyiraman air keras itu mengincar kamu, tapi karna ada orang yang kebetulan lewat jadi dia salah sasaran,"     

"Tapi—"     

"Tari  orang yang iri dan jahat dengan kamu itu banyak lo, ada Sandra, Tante Karina, Fanya, belum Aldi dan juga Deny, bisa saja kan salah satu dari mereka pelakunya!"     

Mentari pun berpikir sejenak, dan mulai menyadari, jika mungkin inilah alasan Alvin kemarin mengajaknya buru-buru untuk pulang.     

      

"Dan aku rasa  kemarin, Alvin juga memiliki dugaan yang sama seperti ku saat ini, makanya dia mengajakmu buru-buru pulang!" imbuh Fanya dengan suara yang menggebu-gebu.     

"Iya, juga ya,"     

"Eh, by the way, hubungan kalian itu  masih berteman saja ya?" lirih Laras dengan nada sedikit meledek.     

"Tentu saja, memangnya apa lagi, sejak dulu kami itu memang berteman, Kan?"     

"Oww, ya?" Fanya menatap lekat wajah Mentari.     

"Kamu gak naksir sedikit pun sama  Alvin?" sindir Laras.     

"Hah? Eng-gak sih,"     

"Loh, kok jawabnya ragu-ragu gitu sih?"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.