Bullying And Bloody Letters

Trauma



Trauma

0"Setelah menghina sahabatmu sendiri, sekarang kamu berani mendekati kami?" sindir Keysia.     
0

      

"Huhh, ok, aku minta maaf soal itu, aku minta maaf kepada mu, Keysia," tukas Fanya.     

      

"Yang kamu hina itu, Ane, bukan aku?"     

      

"Ok, aku juga sangat meminta maaf kepadamu, Ane, aku tahu aku memang tidak seharusnya berbicara begitu kepadamu," tutur Fanya. Kali ini dia memaksakan wajahnya agar bisa berekspresi menyesal. Padahal dalam hatinya yang terdalam ini seperti sebuah hinaan.     

      

Tapi mau bagaimana lagi dia tidak mau terus-terusan di abaikan oleh kedua temannya.     

      

Dan setelah keadaan menjadi tenang Fanya mengeluarkan tiga buah tiket konser musik untuk teman-temannya dan dirinya.     

      

      

Akhirnya hubungan mereka bertiga pun kembali akur, dan Fanya juga kembali duduk di dekat Ane dan Keysia mengobrol seperti biasanya     

"Kamu dapat dari mana tiket konser ini?" tanya Keysia.     

"Dari mana lagi, aku di beri lima tiket gratis sekaligus," jawab Fanya.     

"Oh, dari kak Vero ya?" timbrung Ane.     

"Iya," jawab Fanya.     

"Wah, band kak Vero juga ikutan ya?" tanya Ane.     

"Iya, dong, kak Vero dan beberapa band indie lainnya," jelas Fanya.     

"Gila, aku udah lama banget gak lihat kal Vero tampil, dan sekarang dia sudah cukup terkenal, aku hanya melihatnya lewat televidi saja," tukas Ane.     

"Iya, masih ingat dulu, saat kak Vero dan para anggota band-nya, madih bersekolah di sini dan menjadi idola kita semua," imbuh Keysia.     

"Yups, bener banget, pasti kamu bangga banget ya, punya kaka sekeren dan seganteng kak Vero," ujar Ane.     

"Ya, pastinya," jawab Fanya dengan bangga.     

      

      

      

      

***     

Tak terasa bel pulang pun sudah terdengar, tampak mentari dan Laras yang sedang berjalan keluar bergandengan tangan.     

"Eh, Tari, pulang sekolah main ke mol yuk, cari baju yang ok buat nonton konser  hari minggu," ajak Laras.     

"Tapi, buat apa, kita kan cuman nonton konser, kita pakai baju yang ada saja sudah cukup, 'kan?" ujar Mentari.     

"Ya jangan dong, kita harus cari kostum yang ok, biar kita kelihatan keren nanti, dan siapa tahu nanti aku dapet cowok kan lumayan!" ujar Laras penuh antusias.     

"Tapi—" Mentari tampak ragu-ragu.     

"Udah ayo, Tari," paksa Laras.     

Lagi-lagi Mentari mengikuti ajakan Laras.     

      

      

***     

      

      

Setelah berada di dalam mol, Laras tampak dengan antusias memilih-milih beberapa pakaian dan juga sepatu, untuk di pakai dalam acara konser musik nanti.     

"Eh, tau tidak, nanti salah satu grup musik yang akan perform adalah Savior Band!"     

"Savior Band siapa?"     

"Serius, kami gak tahu?"     

"Ia, Laras. Aku emang gak tahu soal itu, aku kan gak pernah keluar rumah selama ini," jelas Mentari.     

"Ok, aku jelaskan ya, jadi  Savior Band itu adalah band yang dulunya  alumni dari siswa sekolah sini, dan sekarang mereka sudah lumayan terkenal, bahkan single pertamanya sempat menjadi tranding satu lo,"     

"Ah, begitu ya,"     

"Udahlah pokonya nanti juga bakal tahu sendiri, dan sekarang kita pilih-pilih baju dulu ya,"     

      

Laras tampak asyik memilih-milih pakaiannya, tapi sejak tadi Mentari malah bingung sendiri, dia tidak pernah menonton konser, jadi tidak tahu harus memilih pakaian yang seperti apa.     

"Tari, dari tadi bukannya milih pakaian malah, ngelamun aja sih?" tanya Laras.     

"Iya, aku bingung, Laras."     

"Ya, ampun sini biar aku bantu memilihkan,"     

Fanya, memilih kan beberapa atasan untuk Mentari dan beberapa celana jeans.     

"Eh, tapi kamu pakek, dress di padu sneaker ini juga cocok,"  ujar Laras.     

      

Setelah membeli beberapa baju dan aksesoris, Laras dan Mentari pun pulang, dan di parkiran mol, Dimas sudah menunggu mereka.     

"Eh, kita pesan taksi online saja ya," ujar Laras.     

"Ah, gak usah, om Dimas udah jemput kita kok," tukas Mentari.     

"Hah, kok kamu gak bilang sih?"     

"Om Dimas, baru chat aku barusan,"     

"Ow, gitu, yaudah ayo!"     

      

      

      

Setelah sampai di parkiran mobil Dimas sudah menyambut mereka dengan hangat.     

"Ayo, kita pulang sekarang!" ujar Dimas yang sudah berdiri di depan mobilnya.     

"Halo, Om Dimas," sapa Laras sambil mencium tangan Dimas.     

"Hallo juga, Laras,"     

"Om, aku beli beberapa baju, Om Dimas gak marah kan?"     

"Enggak, Tari, kenapa, Om harus marah?"     

"Kamu tinggal beli saja barang yang kamu mau, uang ini kan uang kamu-kamu juga," tegas Dimas.     

"Tapi, Tari gak mau kalau membelikan apa pun tanpa izin dari, Om Dimas,"     

"Tenang, Om Dimas, pasti akan mengizinkan kamu, karna Om Dimas, percata kalau kamu tidak akan berbuat yang aneh-aneh." Ungkap Dimas.     

"Iya, Om  Dimas, bener banget, Tari emang gak suka berbuat aneh-aneh kok!" sambung Laras.     

      

      

      

***     

      

      

Tak terasa hari minggu pun tiba, Laras sudah berdandan rapi menghampiri Mentari.     

Sedangkan Mentari masih asyik di dalam kamar. Dia tampak bingung untuk berdandan bagaimana, berkali-kali dia melihat dalam vidio, bagaimana gaya berpakaian dan makeup yang pas saat pergi ke konser, karna dia takut, jika dia sampai salah kostum dan malah membuat orang-orang yang melihatnya akan meledeknya habis-habisan.     

      

      

"Om, Tari, mana ya?" tanya Laras.     

"Oh, ada di dalam kok, masuk aja, Ras," ujar Dimas.     

"Iya, Om,"     

Lalu Laras pun memasuki kamar Mentari sambil mengendap-endap.     

Dan setelah dia, melihat Mentari sedang asyik di depan cermin, Laras pun mengagetnya.     

"Woy!" bentak Laras.     

"Akh! Laras! Bikin kaget aja!" teriak Mentari.     

"Abis kayaknya serius banget sih?!"     

"Iya, aku bingung banget, takut kalau dandananku aneh, dan orang-orang akan menghinaku!" ujar Mentari.     

"Ya ampun, Tari, kamu sampai setakut itu hanya karna penampilan,"     

"Iya, Ras, aku memang takut sekali, karna aju tidak pernah hadir di tempat seperti itu, aku sangat takut jika orang-orang akan memandang kearah ku lalu mereka akan mencaci dan menghina ku seperti dulu,"     

"Tari... jangan takut, mereka tidak akan menghinamu,"     

"Tapi, bagaimana kamu bisa seyakin itu?"     

"Tentu saja aku yakin, karna mereka tidak ada alasan untuk menghina mu!"     

"Tapi, aku sering mengalaminya, Ras, dan untuk beberapa bulan ini aku sedikit merasa tenang, karna mereka tidak menghinaku, tapi karna hal itu aku menjadi takut jika suatu saat mereka kembali menghinaku lagi, aku sudah bosan, dan itu terasa menyakitkan, Ras."     

"Sabar, Tari, aku janji, tidak akan membiarkan siapa pun menghinamu lagi, percayalah kamu aman bersama ku!"  tegas Laras.     

"Terima kasih, Laras, tapi mungkin sebaiknya aku tidak datang saja ke acara itu," tukas Mentari, dan secara perlahan dia mencopoti beberapa aksesoris yang ia kenakan, dan bahkan dia mulai meraih Micelear Water untuk menghapus riasannya.     

Terlihat benar, jika Mentari masih belum percaya diri jika harus bertemu dengan orang banyak.     

Dia begitu trauma dengan peristiwa yang sudah dia alami.     

Dia memilih untuk mencari aman dari pada harus mendengarkan lagi perkataan atau cacian yang akan menyakitkan hatinya.     

      

Tapi Laras tak tinggal diam, dia pun berusaha untuk membuat sahabatnya itu lebih percaya diri lagi.     

"Jangan di hapus riasannya!" sergah Laras.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.