Bullying And Bloody Letters

Genggaman Tangan Persahabatan



Genggaman Tangan Persahabatan

0"Terima kasih, Laras, tapi mungkin sebaiknya aku tidak datang saja ke acara itu," tukas Mentari, dan secara perlahan dia mencopoti beberapa aksesoris yang ia kenakan, dan bahkan dia mulai meraih Micelear Water untuk menghapus riasannya.     
0

      

Terlihat benar, jika Mentari masih belum percaya diri jika harus bertemu dengan orang banyak.     

      

Dia begitu trauma dengan peristiwa yang sudah dia alami.     

      

Dia memilih untuk mencari aman dari pada harus mendengarkan lagi perkataan atau cacian yang akan menyakitkan hatinya.     

      

      

      

Tapi Laras tak tinggal diam, dia pun berusaha untuk membuat sahabatnya itu lebih percaya diri lagi.     

      

"Jangan di hapus riasannya!" sergah Laras.     

Seketika Mentari pun menghentikan tangannya untuk menghapus riasan di wajahnya.     

"Tari, percaya deh, gak bakal terjadi apa pun, ada aku, ada Alvin, kita bakal jagain kamu, percaya deh!" tegas Laras meyakinkan Mentari.     

"Tapi, Ras...."     

"Tari!" Laras memegang erat pundak Mentari, "percaya sama aku, gak akan ada yang berani menghinamu!"     

Mentari mendudukkan kepalanya, dan terdiam tak bergeming.     

"Percayalah, kamu bisa melawan semua ini, Tari, aku dan Alvin selalu mendukung mu, ayo bangkit, lawan ketakutanmu, percaya bahwa kamu bisa!"     

Laras terus meyakinkan dan memberi semangat kepada Mentari.     

Akhirnya Mentari pun mau menuruti perkataan Laras.     

Dia pun berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya bisa.     

      

Dan tak lama, Alvin pun mengirim pesan chat di ponsel Mentari, bahwa dia sudah menunggunya di ruang tamu.     

      

"Alvin, sudah datang, Ras," tukas Mentari.     

"Ow ya, yasudah ayo kita berangkat, kamu udah cantik kok, kamu percaya diri aja ya!" ucap Laras.     

Dan Mentari pun mengangguk sambil tersenyum.     

"Nah, gitu dong yang semangat, dan kalau senyum begini kamu kelihatan cantik banget tahu,"     

"Ah, Laras, dari tadi muji aku cantik mulu, biar aku seneng ya?"     

"Ya, enggak dong, Tari Sayang" Laras mencubit pipi Mentari dengan gemas, "kamu emang cantik banget hari ini," tukasnya lagi.     

Dan mereka pun berjalan menuju ruang ramu, dan di sofa tampak Alvin sedang mengobrol bersama Dimas.     

Dan saat melihat Mentari yang beru saja keluar dari kamar, Alvin pun langsung terkejut. Hari ini Mentari benar-benar terlihat sangat berbeda dari biasanya.     

      

Alvin pun melihatnya sampai tak berkedip.     

"Vin," panggil Dimas, tapi sayangnya Alvin tak meresponya.     

"Alvin!" panggil Dimas lagi, tapi kali ini suaranya agak menekan dan terdengar sedikit keras, sehingga membuat Alvin merasa kaget dan tersentak.     

"Iya, Om Dimas! Ada apa ya?!" tanya Alvin.     

Dimas pun sampai menggelengkan kepalanya.     

"Kamu, lihat apa sih sampai gak kedip begitu?" tanya balik Dimas.     

"Enggak, kok, Om, gak lihat apa-apa," jawab Alvin dengan ekspresi yang gugup.     

Laras pun tertawa melihat tingkah Alvin, karna dia tahu jika Alvin tadi sedang melihat Mentari sampai tak berkedip.     

Sambil menutup mulutnya dengan tangannya, Laras menahan tawa.     

"Laras, kamu ngetawain apaan sih?" tanya Mentari dengan polos.     

"Enggak, kok, enggak ngetawain apa-apa," jawab Laras dengan masih menahan tawa.     

      

"Kalian, mau berangkat naik apa?" tanya Dimas.     

"Karna kita belum punya sim jadi kita terpaksa naik taksi online, Om," jawab Alvin.     

"Ok, kalau begitu biar saya saja yang antar kalian!" tukas Dimas.     

"Wah, serius, Om?"     

"Iya, Laras."     

"Om Dimas, kenapa gak sekalian ikut kita nonton konser aja?" tanya Laras.     

"Ah, enggak, ah! Om ini sudah tua, gak cocok jalan sama anak muda seperti kalian." Ujar Dimas.     

"Eh, gak apa-apa dong, Om, siapa tahu nanti di sana, Om Dimas ketemu jodoh, kan lumayan tuh, uppps!" ujar Laras berkelakar.     

"Ah, kamu ini Laras, ada-ada aja!" sambung Dimas     

      

"Ye, gak apa-apa dong, Om, biar gak galau lagi," ledek Laras lagi.     

"Tenang, Om Dimas, sama sekali gak galau kok, walaupun sudah bercerai!" ucap Dimas.     

"Iya, deh, jadi berangkat enggak nih?" tanya Alvin.     

"Ya, jadi dong, Vin, kalau jadi orang itu yang sabar," ujar Laras.     

"Hemm,"      

Dan mereka bertiga pun akhirnya berangkat menonton konser itu dengan di antarkan oleh Dimas.     

      

      

***     

Setelah satu jam berlalu, akhirnya mereka pun sampai di gedung tempat konser diadakan.     

Mentari mulai gemetar, dia benar-benar merasa tak percaya diri melihat banyak orang dalam suatu ruangan yang cukup luas.     

Tak biasanya Mentari berada di tengah keramaian seperti ini, karna biasanya dia hanya ke sekolah rumah dan belanja di pasar karna di suruh oleh Karina sang tante.     

Dan sekarang setelah om dan tantenya bercerai, Mentari baru merasakan hidup bebas, dan sering keluar bersama Alvin dan juga Laras, seperti pergi ke kafe atau pun ke pantai dan yang lainnya.     

      

Mentari terdiam menunduk dan memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar dan keringat dingin.     

"Tari, kamu gak apa-apa?" tanya Alvin yang melihat tingkah aneh Mentari.     

Dia menyadari jika saat ini Mentari sedang tidak baik-baik saja.     

"Vin, aku takut," lirih Mentari.     

"Takut? takut apa?"     

"Takut, orang-orang, sepertinya melihatku, pasti setelah ini mereka akan menggunjingku dan mengataiku di belakang," ungkap Mentari.     

"Kok, kamu ngomong gitu sih, Tari? Gak ada yang ngomongin kamu, mereka melihatmu itu karna kamu ca—"     

"Tari, kenapa?! Kamu merasa takut lagi ya?!" tanya Laras yang menyela pembicaraan Alvin dan juga Mentari.     

Lalu Laras meraih tangan Mentari, "Tari, kamu keringat dingin ya?"     

"Iya, Ras, aku malu, aku takut, dan aku tidak percaya diri,"     

"Tari, ingat apa kataku tadi, kamu gak perlu takut, karna tidak ada yang akan menyakiti mu, karna ada kita ada aku dan Alvin, ujar Laras.     

"Iya, Tari, kita akan selalu ada buat kamu," imbuh Alvin.     

Lalu Laras menggenggam tangan kiri Mentari dengan erat.     

"Tenang, kamu gak boleh takut, selama di sini, aku akan menggandeng tanganmu, kamu bersama ku, Tari," ujar Laras.     

"Iya, Tari, aku juga selalu ada untukmu, jangan takut ya, ayo lawan ketakutanmu bersama kami!" tegas Alvin yang mencoba meyakinkan Mentari, sembari menggenggam tangan kanan Mentari.     

Mereka saling bergandengan tangan dengan erat. Dan sekarang hati Mentari sedikit tenang, rasa takutnya perlahan memudar.     

Dan acara musik pun segera di mulai, Laras tampak antusias dan dia mengajak Mentari agar tersenyum.     

"Tari, senyum dong, jangan manyun terus, ini waktunya kita bersenang-senang hari ini, kamu tertawa, dan bernyanyi saja, lupakan semua beban," tukas Laras.     

"Ia, Tari, jangan takut untuk bahagia, ayo lupakan semua bebanmu!" ujar Alvin.     

Mentari pun kembali tersenyum, seiring gema suara musik mulai terdengar, mereka pun terlarut dalam lautan manusia itu.     

Tak sadar Mentari  juga ikut terlarut, dia menari bersorak dengan lepas bersama Laras dan Alvin.     

Betapa bahagianya hari ini, ternyata berada di antara ribuan orang, tidaklah teralu buruk.     

Ini asalah pengalaman yang tidak akan Mentari lupakan selamanya.     

Betapa bersyukurnya dia memiliki sahabat yang setia dan selalu mendukungnya.     

Rasanya dia sudah tidak butuh lagi sahabat yang lainnya.     

Hanya Alvin dan Laras, saja sudah lebih dari cukup.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.