Bullying And Bloody Letters

Bertengkar Dengan Sang Adik



Bertengkar Dengan Sang Adik

0Tok tok tok!     
0

      

Vero mengetuk kasar pintu kamar Fanya.     

      

"Iya, sebentar!" sahut Fanya.     

      

Ceklek!     

      

"Ada apa, Kak?" sapa Fanya.     

      

Dan Vero pun langsung masuk begitu saja ke kamar Fanya, lalu mengunci pintunya rapat-rapat.     

      

"Loh, ada apa ini?!" ujar Fanya.     

Vero terdiam tak menjawabnya, dan dia mantap wajah adiknya dengan sangat tajam.     

"Kaka, ini kenapa sih? Kenapa pintunya harus di tutup dan pakai di kunci segala lagi!" oceh Fanya.     

"Iya, aku sengaja menutupnya agar, Papa dan Mama tidak mendengar ucapan kita!" Jawab Vero.     

"Kenapa, sampai begitu? Memang Kak Vero mau bicara apa?"     

"Aku mau bicara soal Cinta! Tidak masalah, 'kan?"     

Seketika Fanya terdiam, dia sedikit kaget dengan sang kaka yang tiba-tiba saja membahas soal Cinta, padahal kejadian itu sudah cukup lama.     

"Kenapa diam?!" tanya Vero.     

Fanya langsung tersentak dan menoleh kearah Vero dengan wajah sedikit menciut.     

"Bisa kamu ceritakan ulang tentang hilangnya Cinta waktu itu? Kalian satu tim, 'kan?"     

"Ta-tapi, kenapa tiba-tiba, Kaka bertanya soal itu kepada ku?"     

"Ya, karna dulu kalian satu tim!"     

"Tapi  aku tidak tahu menau, dan sudah berkali-kali aku bilang bahwa Cinta, masuk kedalam gudang  dan selanjutnya dia menghilang begitu saja!" jelas Fanya.     

"Tapi sayangnya aku tidak semudah itu percaya kepadamu, karna aku pikir kamu itu sudah berbohong!"     

"Ber-bo-hong ... aku tidak berbohong, aku tidak terlibat dalam kematian Cinta, sugguh!"     

"Tunggu! Kematian Cinta?" Vero menatap tajam wajah Fanya.     

Dan Fanya langsung menutup mulutnya, dia keceplosan.     

"Sejak kapan, kamu bisa tahu kalau Cinta itu sudah mati? Bukannya selama ini kita hanya tahu kalau Cinta itu hanya menghilang, bukan mati," cecar Vero.     

Fanya mematung tak bergeming, sia tak bisa berkata-kata lagi, dia takut akan salah bicara lagi dan berujung buruk bagi dirinya.     

      

 "Kenapa terdiam lagi?!" Vero memegang kedua pundak Fanya, "apa jangan-jangan kamu benar-benar ada hubungannya dengan kematian Cinta?"     

"Tidak, Kak! Bukan aku pelakunya!" sangkal Fanya.     

"Terus siapa?! Melisa?!" tebak Vero.     

"Lepas!" pekik Fanya. Dan Fanya mendorong tubuh Vero, hingga Vero pun terjatuh.     

Lalu dia segera membuka kunci pintunya, dan dia keluar.     

"Hey! Fanya! Tunggu!"     

Vero pun mengejar Fanya yang tengah berlari itu.     

Fanya memasuki kamar tamu, lalu dia menguncinya.     

Sementara Vero masih berada di luar kamar tamu itu, dan mengetuk-ngetuk pintunya dengan kasar.     

Tok tok tok!     

"Ayo keluar kamu Fanya! Jangan jadi pecundang! Sampai kapan kamu akan menyimpan dosa itu?!"     

Tok tok tok!     

Tok tok tok!     

"Ayo keluar! Ceritakan apa alasan kalian membunuh Cinta?! Memangnya Cinta salah apa hah?!"     

Alvin sudah benar-benar tidak bisa menahan amarahnya, bahkan dia sudah mirip orang gila.     

Tok tok tok!     

Tok tok tok     

Tangannya tak berhenti mengetuk pintu itu, mulutnya terus mengoceh, dan berharap Fanya segera keluar dari kamar itu.     

      

Sementara Fanya yang sedang berada di dalam kamar sambil ketakutan. Ini adalah kedua kalinya Vero marah seperti ini. Hampir mirip peristiwa di taman 3 tahun lalu, tapi kali ini terlihat lebih seram lagi. Vero memang paling sensitif kalau teringat soal Cinta. Apa lagi dia sudah tahu kalau Cinta itu sudah meninggal dan Fanya juga turut terlibat.     

"Mati. Kak Vero benar-benar sedang marah besar." Ujar Fanya.     

"Aku harus keluar lewat mana ini?" Fanya mulai mencari-cari jalan keluar.     

Dan dia melihat ada jendela di kamar tamu itu.     

Dia pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.     

Fanya berlari ke arah jendela itu dan berusaha untuk membukanya.     

"Kak Vero, benar-benar sudah gila!" tukasnya,     

Sambil tangan terus berusaha membuka selot besi jendela itu.     

Semantra di luar kamar, Vero sudah mulai mendobrak-dobrak pintunya.     

"Aku harus secepatnya keluar dari tempat ini, sebelum Kak Vero berhasil masuk,"     

      

Jedier!     

Jedier!     

Suara berisik Vero yang terus mengadu tubuhnya dengan pintu kamar itu.     

"Kamu pikir aku akan membiarkan kamu terbebas begitu saja, Fanya!" teriak Vero yang terus mengoceh-ngoceh geram.     

      

Dan tak lama pintu pun berhasil di buka, namun saat Vero memasuki kamar tamu itu, Fanya sudah tidak ada. Dia melihat ke arah Jendela, sudah terbuka.     

Alvin menghampiri jendela itu dan melihat ke bawah, lalu tampak Fanya masih memanjat turun.     

"Jangan lari kamu!" teriak Vero.     

"Dasar, Kak Vero Gila!"     

"Aku tidak akan membiarkan kamu pergi begitu saja! Aku akan mengejarmu!"     

"Coba saja kalau bisa!" tantang Fanya.     

      

Vero langsung keluar dari kamar tamu itu dan menuruni tangga, dia berlari tergesa-gesa mengejar Fanya.     

Dia sempat berpapasan dengan sang ibu.     

"Loh, Ver, kapan pulangnya?" sapa sang ibu.     

Tapi Vero tak menjawabnya dan dia terus berlari untuk mengejar Fanya.     

"Ini anak kenapa sih, kok aneh banget, sudah pulang gak bilang-bilang, cek cek cek," Sang ibu pun berdecak heran sambil menggelengkan kepalanya.     

      

      

      

Dan setelah berada di luar rumah, raupannya Fanya sudah tidak ada.     

Vero kehilangan jejak Fanya.     

"Sial! Kenapa dia bisa menghilang begitu saja?!"     

Vero terduduk di atas rerumputan halaman rumahnya.     

"Aku tidak habis pikir kenapa aku bisa memiliki saudari yang seperti iblis itu!"     

'AKH!' teriak Vero yang sangat frustasi.     

Benar-benar sangat menyebalkan, bagi Vero.     

Lagi-lagi Fanya membuatnya kesal, dan selalu membuatnya merasa kecewa. Fanya benar-benar tidak pantas lagi menjadi adik bagi dirinya.     

Entah bagaimana bisa remaja seumuran Fanya bisa memiliki sifat jahat seperti seorang psycopat yang kejam.     

      

Vero masih terduduk tak beranjak di halaman rumahnya, dia menangis tersedu, seperti anak kecil.     

Dia tak habis pikir dengan semua ini, dia benar-benar merasa bersalah dengan Cinta, karna telah membiarkan sang adik membuat Cinta meninggal.     

Memang belum tahu pasti apa penyebab Cinta meninggal. Tapi dari gelagat Fanya Vero menjadi tahu kalau Fanya juga terlibat atas meninggalnya Cinta.     

      

***     

      

Esok harinya, setelah kejadian itu, Fanya pun tidak pulang ke rumahnya.     

Padahal Vero sampai tak pulang ke apartemennya dan memilih menginap di rumah orang tuanya demi menunggu Fanya pulang.     

Tapi ternyata Fanya malah tidak pulang.     

Vero mencari-cari Fanya ke rumah Ane dan Keysia tapi Fanya tidak ada.     

Rupanya Fanya sengaja menginap di hotel karna dia tidak mau Vero menemukannya.     

Karna sudah dua hari Fanya tidak pulang Vero pun memutuskan untuk kembali lagi ke apartemennya sendiri.     

Dia melepaskan Fanya kali ini, karna dia tidak mau orang tuanya turut bingung mencari Fanya.     

Mereka semua benar-benar tidak tahu jika Fanya dan Vero itu sudah bertengkar hebat.     

Hanya sang asisten rumah tangganya yang tahu, tapi dia tak berani bilang kepada orang tuan Vero dan Fanya.     

Vero sudah mewanti-wanti Art itu agar tidak memberitahu orang tuanya.     

Dia tidak mau mereka akan turut kawatir dengan semua ini  apa lagi kesehatan sang ayah sedang tidak baik, beliau menderira sakit jantung dan sering sekali kambuh.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.