Bullying And Bloody Letters

Tawaran Kerja Sama



Tawaran Kerja Sama

0Setelah cukup lama berdiskusi, akhirnya Rossa pun mau menerima tawaran Alvin, bahwa Rossa sebaiknya tinggal bersama Alvin.     

Semua demi kebaikan Rossa, yang saat ini mentalnya sedang terganggu.     

      

Pagi itu karna masih dalam suasana tanggal merah, jadi Mentari dan yang lainnya tampak masih santai.     

Lalu mereka pun hendak pulang ke rumah masing-masing.     

Dan tak lama Dimas pun menjeput mentari, dia juga mengantarkan Rossa ke rumah Alvin, serta mengantarkan Laras pulang ke rumahnya.     

Sedangkan Alvin pulang dengan mengendarai motornya sendirian.     

      

***     

      

Esok harinya mereka pun berangkat ke sekolah seperti biasanya.     

Seperti biasa Mentari di antarkan oleh Dimas.     

"Hai, Tari!" panggil Laras yang sudah berdiri di depan gerbang menunggunya.     

"Eh, Laras," sapa balik Mentari.     

"Pagi, Om," sapa Laras, sambil menundukkan sesaat badannya, pertanda hormat.     

"Hay, juga Laras, titip Mentari ya, Om mau kerja dulu," ujar Dimas.     

"Ok, siap, Om Dimas, Tari aman di tangan Laras," jawab Laras dengan setengah berkelakar.     

"Ih, emang aku apaan?" ujar Mentari sambil mencubit perut Laras sesaat.     

"Aww, sakit, Tari!" teriak Laras.     

"Ada apa sih?" tanya Dimas yang bingung.     

"Eh, enggak kok, Om, bisalah Tari suka iseng gitu kalau sama Laras,"     

"Oww, gitu, yasudah Om, pergi dulu,"     

"Iya, Om, bye ...!" Laras dan Mentari melambaikan tangannya.     

      

Dan dari kejauhan tampak seseorang sedang memperhatikan mereka.     

Gadis itu adalah Sandra.     

Dia tampak tidak suka melihat keakraban Mentari dan Dimas.     

Tentu saja hal itu membuat dia menjadi sangat kesal dan cemburu.     

"Papa benar-benar jahat! Dia lebih menyayangi Mentari yang cuma seorang keponakan di bandingkan dengan diriku ini!" tukas Sandra.     

Sandra pun tampak sangat marah, dan dia pun dengan memalingkan wajahnya dan berlalu meninggalkan halaman sekolah itu.     

      

Namun saat dia melangkah tiba-tiba ada seseorang menghentikan langkahnya.     

"Stop!"     

Fanya memegang pundak Sandra dari belakang.     

Sandra yang kaget langsung menengok ke arah Fanya.     

"Gimana kabarnya?" tanya Fanya yang berbasa-basi.     

"Baik." Ketus Sandra.     

"Kenapa kamu ada di sini? Aku lihat baju seragammu bukan lagi seragam sekolah sini," Fanya pun tersenyum tipis, "kamu sudah pindah ya?" tanya Fanya yang berpura-pura tidak tahu.     

"Iya!" ketus Sandra lagi.     

"Kenapa?"     

"Kenapa? Ya karna aku sudah bosan berada di sekolah ini," jawab Sandra.     

"Wah, begitu ya?" Fanya melirik dengan wajah menyindir ke arah Sandra. "Bukan karna Mentari, 'kan?"     

Seketika Sandra langsung menengok kearah Fanya dengan sinis.     

"Loh, kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Fanya yang terlihat pura-pura takut.     

"Sudah cukup ya tanya-tanya soal kehidupanku, karna aku mau berangkat sekolah sekarang!" cantas Sandra.     

"Wah, tunggu dulu dong!" teriak Fanya.     

"Apalagi?!" Sandra tampak sangat kesal sekali dengan Fanya.     

"Bisa tidak kita ngobrol sebentar lagi,"     

"Maaf, aku sibuk!" Sandra tak menghentikan langkahnya.     

Namun Fanya menarik tas Sandra dari belakang.     

"Ada apa lagi sih?!" bentak Sandra.     

"Awwh, jangan galak kamu tidak mau kan rahasiamu akan terbongkar?" tukas Fanya.     

Dan Sandra pun semakin geram saja dengan tingkah Fanya ini.     

"Sandra, aku tahu semua lo tentang rahasiamu?" tukas Fanya dengan wajah mengancam.     

Seketika Sandra langsung mempercepat langkahnya untuk meninggalkan Fanya.     

Tapi lagi-lagi Fanya menarik kembali tangan Sandra, dia langsing berbisik di telinga Sandra.     

"Aku tahu kalau selama ini Mentari bukan pembantumu, dan selama ini juga kamu menumpang di rumahnya, 'kan?"     

Mendengar hal itu pupil mata Sandra langsung membesar.     

"Apa memaksud kamu?!"     

"Lagi-lagi kamu bertanya begitu? Kamu jangan pura-pura seakan tidak melakukan itu semua karna aku sudah tahu semuanya,"     

"Da-dari mana kamu tahu itu?!"     

"Oh, aku mengetahuinya dari pembantu yang asli di rumah Mentari," jelas Fanya sambil tersenyum.     

Sentara Sandra hanya bisa terdiam tak bergeming.     

Seolah nyawanya sudah dihabisi oleh Fanya, semua kartunya sudah ada di tangan Fanya.     

"La-lu kamu mau apa atas hal itu?"     

"Aku, berniat untuk mempermalukan mu sih, tapi kalau kamu melarangku aku akan mempertimbangkannya dengan sebuah kesepakatan,"     

"Kesepakatan apa?!" ketus Sandra.     

"Ya, kalau kamu mau bergabung denganku untuk menghancurkan Mentari, maka aku akan membebaskanmu dari hal yang mempermalukan itu,"     

Sandra mengembangkan senyumannya mendengar hal itu, seolah tak merasakan takut sama sekali.     

"Oh, iya, di mana kedua dayangmu?" tanya balik Sandra yang seolah mengalihkan pembahasan.     

"Mereka semua tidak penting lagi bagiku, dan mengapa kamu bertanya soal mereka, kenapa tidak membahas topik pokok saja?"     

"Ah, habisnya terasa aneh saja, melihat seorang Fanya yang kemana pun  selalu di kawal oleh seorang dayang, entah mengapa sekarang kemana pun sendirian, apa kalian bertengkar?" sindir Sandra.     

Dan sekarang giliran Fanya yang terdiam,  rasanya malu jika mengatakan dia dan kedua temannya sedang bertengkar. Tentu saja hal itu akan menjadi bahan ejekan bagi Sandra untuknya.     

Dengan segera dia memanipulatif agar Sandra tidak menjatuhkannya.     

"Sekarang kamu pilih mana? Bergabung dengan ku untuk menghancurkan Mentari atau kamu akan malu karna seluruh sekolah akan tahu jika kamu itu sebenarnya cuman orang miskin yang numpang di rumah Mentari si cewek buluk itu!" ancam Fanya.     

      

"Wah, sayangnya aku tidak peduli tuh," jawab Sandra yang terlihat sangat santai.     

'Apa maksudnya dia malah tampak tak takut sama sekali,' batin Fanya.     

"Kenapa kamu malah kelihatan gugub begitu, Fanya?" Sandra tersenyum meledek kearah Fanya, "bukanya tadi kamu yang mengancamku ya?" ledek Sandra lagi.     

"Aku bukan hanya mengancam, tapi aku akan melakukan hal itu sungguhan, jika kamu tidak mau bergabung denganku!"     

"Oh, takutnya," Sandra memasang wajah ketakutan untuk meledek Fanya, "rupanya kamu itu benar-benar sudah tidak punya teman sama sekali ya? Hahahah!"     

"Diam kamu Sandra, aku tidak akan segan-segan melakukannya, dan lagi pula apa susahnya sih mengiyakan ajakanku? Kamu itu juga membenci, Tari, kan?"     

"Oh, kalau soal itu sudah pasti. Kalau di tanya siapa orang di dunia ini yang paling membenci Mentari, pasti aku akan mengacungkan jari nomor satu!"     

"Lalu, apa lagi alasan mu menolak tawaranku, karna dengan kita bekerja sama maka kita akan mudah mengalahkan gadis itu!"     

"Wah, begitu ya? Tapi sayangnya aku tidak tertarik tuh,"     

"Kenapa?!" Fanya tampak kesal.     

"Tentu saja aku tidak mau menjadi budakmu!" ketus Sandra.     

"Apa maksudmu, Budak?! Aku tidak seperti itu!"     

"Oh, ya, yakin?" sindir Sandra.     

Huuuuft... Fanya mendengus kesal.     

"Dengar Fanya sampai kapan pun akun tidak sudi bersekongkol dengan gadis licik seperti mu! Aku bisa mengalahkan Tari tanpa dirimu!"     

0

"Oya?! Lalu apa kamu tidak takut jika aku akan mempermalukan mu?!" tanya Fanya.     

"Tidak tuh, lagi pula aku sudah tidak sekokah di sini. Kalau pun mau mempermalukanku silahkan saja!" ujar Sandra sambil bertolak pinggang.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.