Bullying And Bloody Letters

Demi Kebaikan



Demi Kebaikan

0"Lalu, di mana, om Jhon?"     
0

      

"Itulah salah satu masalah Tante, om Jhon, pergi meninggalkan Tante,"     

      

"Loh, memangnya kenapa, Tante?"     

      

"Dia, memilih wanita lain,"     

      

"Jadi, selama ini kalian sudah berpisah?"     

      

Rossa mengangguk, "Iya,"     

      

"Maafkan atas ucapan yang kemarin ya, Tante, aku benar-benar tidak tahu kalau Tante sedang ada masalah, dan aku malah menambahinya." Tukas Alvin.     

"Iya, Alvin, tidak apa-apa  lagi pula kamu bicara begitu memang benar adanya." Rossa menundukkan kepalanya, dan mulai meneteskan air matanya.     

"Tante?" panggil Alvin.     

Hik hik ... Rossa masih tak menjawabnya hanya terdengar isikan tangis.     

"Tante, ayo ceritakan saja Tante, apa yang sebenarnya terjadi, dan apa yang membuat Tante merasa bersedih?"     

Alvin merangkul pundak Rossa, "Apa Tante menyesalinya?" tanya Alvin.     

Dan Rossa pun mengangguk, "Iya. Tante sangat menyesalinya, Vin," ujar Rossa.     

Dan dengan segera Alvin memeluk tubuh Rossa.     

"Sekarang Tante, tenangkan hati Tante dulu ya,"     

Mentari pun mengambilkan segelas air putih untuk Rossa.     

"Terima kasih Mentari" ujar Rossa.     

"Iya, Tante," jawab Mentari.     

      

Dan setelah meneguk air itu, Rossa mulai sedikit tenang, dan siap menceritakan semua itu.     

Rosa berkata, bahwa setelah menghilangnya Cinta 3 tahun yang lalu, membuat kehidupan keluarganya menjadi berantakan.     

Dia sering sekali bertengkar dengan suaminya.     

Mereka saling menyalahkan atas kepergian Cinta.     

Rossa sangat menyesal, karna selama ini sudah sering memerahi Cinta, dan bahkan saat dia gelap mata, Rossa pun tak segan-segan memukul Cinta.     

Sebenarnya masalah itu bukan murni berasal dari Cinta yang memiliki kekurangan.     

Tapi karna dia dan suaminya, yang sudah tidak cocok lagi.     

Suaminya terus mencari-cari kesalahan Rossa. Dan menuduh Rossa tidak bisa memiliki anak yang sempurna.     

Cinta bagi Jhon adalah aib, dan Cinta terlahir tidak bisa bicara karna Rossa yang tidak becus menjaga kandungannya.     

Entalah apa yang ada di otak Jhon, yang jelas dia sama sekali tidak bersyukur memilik Cinta, bahkan dia sangat membenci anaknya. Dia sering memukul Cinta. Cinta sering menangis di buat oleh ayahnya sendiri.     

Tapi melihat Cinta yang sangat terpukul, dan selalu di sakiti oleh sang ayah, tak membuat Rossa merasa iba kepada putrinya. Justru tangisan Cinta semakin membuatnya pusing, sehingga dia juga ikut-ikutan memukul Cinta.     

Rossa menganggap sumber permasalahannya berasal dari Cinta, suaminya membencinya karna Cinta.     

Padahal semua itu berasal dari masalah mereka sendiri yang tak pernah bersyukur memiliki anak secantik dan sepintar Cinta. Cinta hanya tidak bisa bicara, selebihnya tak ada kekurangan lain.     

Mata mereka tertutup hanya karna sebuah satu kekurangan, mereka melupakan bahwa Cinta memiliki banyak kelebihan, seperti wajahnya yang cantik dan memiliki otak yang cerdas.     

      

Jhon menggunakan Cinta sebagai alasan untuk berselingkuh dengan wanita lain, karna dianggap Rossa tidak bisa memberikan anak yang sempurna untuknya.     

Sudah berulang kali Rossa mengetahui perselingkuhan suaminya. Dan Jhon pun tak pernah mengelaknya. Dan sudah berulang kali pula Jhon ingin menceraikan Rossa tapi Rossa selalu menolaknya.     

Hingga pada akhirnya setelah Cinta menghilang, Jhon pun semakin gencar untuk meninggalkan Rossa.     

Bahkan meski Rossa sudah melarangnya, dia tetap tak peduli dan dia menikah secara diam-diam tanpa sepengetahuan Rossa.     

Sekarang Rossa tinggal sendirian, perlahan tapi pasti Rossa mengetahui jika suaminya sudah menikah lagi.     

Meski dia berharap suami akan kembali lagi kepadanya, tapi rasanya tidak mungkin karna dia yakin jika suaminya akan kembali lagi kepadanya.     

Dari situ dia baru menyadarinya, bahwa suaminya bukanlah lelaki yang baik, dan tidak seharusnya pula dia menyia-nyiakan Cinta.     

Karna Cinta sama sekali tidak bersalah. Dia dan suaminya yang bersalah, karna tidak pernah merasa bersyukur dan sudah memiliki Cinta.     

Penyesalan itu terus menghantuinya hingga kini  selama tiga tahun dia menyimpan kesedihannya sendiri, tidak ada yang tahu jika dia dan suaminya sudah bercerai, bahkan keluarganya sendiri tidak mengetahuinya. Rossa menghabiskan waktunya di dalam rumah dengan terus terlarut dalam kesedihan, dia berharap Cinta akan kembali, lalu dia akan meminta maaf kepada putrinya itu.     

Tapi ternyata, sampai detik ini Cinta tidak juga kembali, dan hal itu membuat Rossa semakin bersedih.     

Rossa yang stres dan depresi lebih senang menghabiskan waktunya dengan bermabuk-mabukan, merokok, bahkan hanya menangis sepanjang hari.     

Tapi hal itu tidak ketahui oleh orang lain, termasuk teman-temannya, karna Rossa selalu bersikap seolah tak terjadi apa pun.     

Sehingga para teman-temannya melihat bahwa Rossa baik-baik saja, termasuk ibunya Laras.     

      

      

"Ya ampun, Tante, ternyata hidup Tante seberat ini, harusnya Tante bercerita kepada orang terdekat." Ujar Mentari.     

"Benar itu, Tante, harusnya Tante bicara kepada Papa, atau Mamaku, Tante. Kalau begini bisa berbahaya Tante, Tante hampir saja mati, karna gantung lo!" ujar Alvin.     

"Iya, Tante tahu Alvin, Tante memang sudah gila, tapi Tante tidak mau orang  lain tahu permasalahan Tante, Tante tidak mau orang lain menjadi kasihan dengan Tante," ungkap Rossa.     

"Iya, tapi ini nyiksa diri Tante Rossa sendiri!"     

"Tidak apa-apa, karna Tante pikir, Tante pantas mendapatkannya. Mungkin seperti ini lah yang di rasakan Cinta selama ini, selalu menderita karna tersakati dan tidak ada yang mau mengerti dirinya,"     

"Tante," Alvin menggenggam kedua tangan Rossa erat-erat lalu menatap lekat kedua bola matanya.     

"Sepertinya Tante itu, harus segera ke psikiater, keadaan mental Tante sudah tidak baik lagi," ujar Alvin menasehati Rossa.     

Rossa pun hanya terdiam, kembali air matanya mengalir.     

"Tante, tinggal bersama kami saja ya?" ajak Alvin.     

Tapi Rossa menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, Alvin, Tante tidak mau merepotkan kalian,"     

"Kenapa?" tanya Alvin, "kita ini keluarga,"     

"Iya, tapi Tante tidak mau menjadi beban bagi kalian, jadi lebih baik Tante hidup sendiri di sini."     

"Tante, bukan beban bagi kami, Tante ini keluarga kami, dan lagi pula kalau Tante Rossa tinggal sendirian apa menurut Tante tidak menjadi beban bagi kami?"     

Rossa menunduk.     

"Tentu saja itu malah menjadi beban kami, Tante, karna Tante bisa melakukan hal-hal berbahaya tanpa sepengetahuan dari kami, contohnya insiden kemarin!" pungkas Alvin.     

"Tapi—"     

"Ayolah, Tante, dan Alvin yakin, Cinta akan bersedih kalau melihat Tante seperti ini,"     

"Ini sangat sulit, Vin. Tante tidak yakin bisa hidup tenang bersama kalian,"     

"Percaya Tante, pasti baik-baik saja kok,"     

"Huuft, Tante masih ragu, Vin,"     

"Kenapa ragu, Tante, ini demi kebaikan Tante Rossa,"     

"Entalah, Tante belum siap kalau Tante, harus di ceramahi oleh, Papamu,"     

"Papa, menasehati juga demi kebaikan Tante,"     

"Iya, tapi kamu tidak tahu bagaimana kerasanya Papa kamu, bahkan sejak dulu, Papa kamu selalu menentang hubungan Tante, dan om Jhon, dan sekarang apa yang sudah di khawatirkan Papa kamu terjadi,"     

Alvin terdiam sejenak mendengarnya, karna dia memang benar-benar baru mendengarnya.     

 "Jhon bukanlah pria yang baik, persis seperti apa yang Papa kamu katakan dulu," ujar Rossa.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.