Bullying And Bloody Letters

Fanya Yang Mulai Stres



Fanya Yang Mulai Stres

0"Loh itu mereka! Kamu bermusuhan juga yang dengan mereka?" tanya Laras.     
0

      

"Kalian bertengkar ya?" tanya Laras dengan nada meledek, "wah, selamat ya, memang kamu pantas mendapatkan itu semua haha!"     

      

Laras pun segera menolong Mentari yang sedang membersihkan pakaiannya karna kecipratan kuah soto tadi.     

      

"Kasihan sekali kamu itu Fanya," ujar Laras sambil membantu Mentari membersihkan bajunya.     

      

"Tadinya aku ingin memberimu pelajaran, tapi rasanya tidak perlu deh!" ucapnya lagi.     

Setelah meledek Fanya, Laras dan Mentari pun pergi meninggalkannya.     

Mereka berdua gagal makan siang, dan itu artinya Fanya berhasil mengerja Mental, tapi entah mengapa, rasanya belum puas bagi Fanya.     

Harusnya dia bisa membuat Mentari merasa malu karna di lihat oleh orang satu kantin.     

Tapi nampaknya Mentari terlihat biasa dan sekali tidak malu.     

Dan hal itu malah berbalik kepadanya, akhirnya Fanya pun menjadi kesal, dia menggebrak mejanya lalu berdiri dan berlalu pergi.     

Di saksikan para penghuni kantin, tapi Fanya sama sekali tak menghiraukannya, baginya mereka bukan apa-apa lagi. Otaknya sekarang sedang tidak waras.     

Dan saat hendak keluar dari dalam kantin tiba-tiba dia bertabrakan dengan Alvin.     

Bruk!     

"Kalau jalan tolong hati-hati!" ketus Alvin.     

Mata Fanya langsung terbelalak dan merasa sangat bahagia sekali, seketika rasa kesal yang tadi langsung hilang.     

"Alvin, kamu mau makan ya?" tanya Fanya berbasa-basi.     

"Terus, menurut mu aku mau ngapain lagi berada di kantin?" cantas Alvin.     

"Kita, makan bareng yuk, Vin." Ajak Fanya.     

"Aku tadi menjadi gak nafsu makan karna ada suatu hal, dan berhubung bertemu denganmu, kita makan bareng yuk," rayu Fanya.     

"Aku? Makan siang sama kamu?" tanya Alvin dengan wajah yang menghina.     

"Jangan gila kamu, aku masih waras jadi tidak akan mau makan satu meja dengan orang gila sepertimu!" ketus Alvin.     

Lalu Alvin pergi begitu saja meninggalkan Fanya.     

Seketika raut wajah Fanya menjadi berubah drastis.     

"Ah, dasar belagu!" teriak Fanya.     

Tapi Alvin tak menghiraukannya, dia terus melangkah pergi menjauh dari Fanya.     

Fanya pun pergi meninggalkan kantin itu, tentunya dengan perasaan marah dan emosi yang siap meledak jika tersenggol sedikit saja.     

      

      

Setelah dia berjalan menuju pintu keluar dia berpapasan dengan kedua mantan sahabatnya yaitu Keysia dan juga Ane.     

Mereka berdua menatap nanar ke arah Fanya, lalu Ane langsung memalingkan Pandangannya dan berfokus kearah piringnya.     

Sementara Keysia malah sengaja menatap Fanya dengan ekspresi meledek.     

Fanya sangat kesal melihat ekspresi dari Keysia, tentu hal itu serasa akan meledakkan emosinya, namun dia berusaha menahannya sekuat tenaga, karna masalah pokok Fanya adalah Mentari jadi dia tidak mau membuang waktu kepada yang lainnya.     

Termasuk dengan Keysia dan Ane.     

"Ada masalah lagi ya?" tanya Keysia yang sengaja memancing emosi Fanya.     

"Terbukti, 'kan, kalau tanpa kami kamu itu cuma seorang pecundang!" cerca Keysia dengan mata yang sedikit menyorot sinis, namun di barengi dengan sebuah senyuman tipis     

      

Dan seketika Fanya yang sejak tadi menahan emosinya langsung meraih kerah baju Keysia lalu dia mencengkeramnya dengan kuat.     

"Kamu pikir kamu itu siapa berani-beraninya meledekku hah?!" sergah Fanya.     

Dan dengan sigap Keysia mendorong tubuh Fanya, hingga Fanya pun terjatuh.     

      

Bruak!     

Seketika orang-orang melihat Fanya yang sedang terjatuh itu.     

"Kamu itu yang siapa?!" sentak balik Keysia.     

"Key, udah, Key, kan udah aku bilang jangan bikin masalah dengan dia!" ujar Ane, yang mencoba memisahkan Keysia dengan Fanya.     

"Kamu diam aja, Ne. Orang kayak gini itu memang pantas di perlakukan seperti itu!" jawab Keysia.     

"Key, please! Ayo kita pergi!" ajak Ane.     

Sementara Fanya yang masih terjatuh di lantai itu mencoba untuk bangkit.     

Dan setelah bangkit bukanya menyerang Keysia, tapi dia malah menyerang Ane.     

Karna dia pikir permasalahannya selama ini  Ane lah penyebabnya.     

Fanya mendorong tubuh Ane hingga terjengkang, dan selanjutnya dia pun memukuli wajah Ane hingga beberapa kali. Sampai pada akhirnya Ane pun pingsan.     

Melihat Ane yang pingsan, Fanya pun menghentikan pukulannya.     

"Dasar, kamu itu benar-benar gila, Fanya!" teriak Keysia.     

      

Keysia segera menghampiri Ane, dan membawa Ane lari ke klinik sekolahan.     

Sementara Fanya masih terdiam di tempat itu, tak beranjak.     

Dan tak lama bu Maya, si kepala sekolah pun datang menghampiri Fanya.     

Lalu mengajak Fanya agar masuk ke ruangannya.     

Seperti biasa bu Maya pun bertanya-tanya kepada Fanya, tentang perbuatan yang baru saja dia lakukan.     

Setelah di interogasi cukup lama, bu Maya memutuskan untuk menjatuhkan hukuman skorsing selama satu minggu, dan kemungkinan terburuk. Bagi Fanya adalah di copot jabatannya dari ketua osis. Karna selama ini Fanya tidak mencerminkan sebagai murid teladan, bahkan ada beberapa siswa yang berani mangaku, pernah di bully oleh Fanya.     

Tentu saja hal itu menambah daftar kasus perbuatan buruknya.     

      

      

Setelah kejadian ini Fanya pun terpaksa di liburkan 7 hari. Dan tentu saja jabatan sebagai ketua OSIS-nya juga di copot.     

Fanya menjadi semakin stres karna hal ini, dia terpaksa menghabiskan waktunya di rumah saja.     

Kedua orang tuanya pun bertambah murka karna mendengar hal ini.     

Bahkan sang ayah sampai jatuh sakit mendengarnya, padahal keadaan beliau sudah sedikit membaik, tapi karna mendengar Fanya yang sudah memukul sahabatnya sendiri, membuat kondisi pria itu menjadi drop lagi.     

      

"Mama, gak habis fikir, Fanya! Kenapa bisa begini? Kamu itu sudah kelas tiga, harusnya kamu itu lebih fokus belajar, bukannya malah seperti ini!" oceh sang ibu menasehati Fanya.     

"Ma! Bisa enggak, gak usah bahas ini?  Fanya semakin stres mendengar ocehan Mama!" bentak Fanya.     

"Fanya! Kamu ini sedang bersalah, dan Mama sedang menasehati kamu! Jadi kamu tidak boleh melawan Mama seperti itu! Tidak sopan!"     

"Fanya gak peduli! Mau itu sopan atau tidak sopan yang jelas itu menyebalkan, dan Fanya minta Mama diam!" Cantas Fanya. Lalu Fanya pun memasuki kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan keras.     

      

Jedieer!     

"Ya ampun benar-benar tidak sopan," sang ibu sampai mengelus dada karna menahan kesal.     

Dan tak lama terdengar dari ruang tamu, suara Vero yang kebetulan sedang berkunjung.     

"Ma! Mama!" teriak Vero memanggil sang ibu.     

Lalu wanita paruh baya itu pun turun ke lantai bawah untuk menemui Vero.     

"Eh, Vero! Kebetulan kamu datang!" ujar sang Ibu.     

"Iya, Vero kangen sama Mama, emang ada apa, Ma?"     

"Mama, stres banget ngurus adik kamu!"     

"Memangnya ada apa lagi dengan, Fanya?!"     

"Dia baru saja mendapat hukuman dari sekolah, karna sudah menghajar Ane,"     

"Apa?! Fanya menghajar Ane? Bukannya mereka itu berteman dekat?!"     

"Iya, Ver! Maka dari itu Mama juga heran kenapa ini bisa terjadi,"     

"Astaga! Fanya itu sepertinya memang sudah gila Ma!"     

"Ssst ... jangan begitu dong, dia itu kan adik kamu juga,"     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.