Bullying And Bloody Letters

Kerasukan Lagi



Kerasukan Lagi

0Berada di dalam rumah sangatlah menyebalkan bagi Fanya, apalagi ibunya kini juga sudah mulai tidak memanjakannya dan hal itu tentu saja membuat Fanya menjadi semakin stres saja.     
0

Setelah Vero dan ibunya pergi ke villa menengok sang ayah, akhirnya Fanya pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya.     

Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah ingin mendatangi rumah Mentari.     

Kebencian Fanya terhadap Mentari sangatlah besar.     

Dan semuanya tentunya karna Alvin, meski sudah berulang kali Alvin menegaskan tidak akan pernah mencintainya walau tidak ada Mentari sekali pun. Tapi Fanya tak peduli, yang terpenting baginya, Alvin harus menjadi miliknya, entah bagaimana caranya.     

Fanya yakin, dia bisa memiliki Alvin, dan Alvin akan jatuh cinta kepadanya secara perlahan-lahan.     

      

      

***     

Setelah sampai di depan gerbang rumah Mentari, Fanya pun tak langsung masuk.     

Dia memantau keadaan sekitar untuk menyelinap masuk secara diam-diam.     

Karna kedatangannya kemari bukan untuk bertamu, melainkan untuk mencelakai Mentari.     

"Aku, harus menunggu satpam, itu lengah dulu," ujar Fanya.     

Dan benar saja, tak lama satpam penjaga rumah Mentari itu pun sedang keluar gerbang, karna kebetulan dia hendak membeli rokok.     

Tentu saja Fanya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.     

Fanya mulai masuk perlahan-lahan dan memastikan tak ada satu orang  pun yang melihatnya.     

      

Dan perlahan tapi pasti dia sampai tepat di depan pintu rumah Mentari, lalu dia mulai memutar knop pintunya, dan ternyata tidak di kunci.     

Fanya pun langsung masuk kedalam rumah itu dan diam-diam mencari kamar Mentari.     

'Wah, dalamnya mewah juga ya, rumahku saja hampir kalah' batin Fanya.     

Dia mengedarkan pandangnya ke seluruh ruang dan tampak sebuah kamar di lantai atas yang memiliki pintu warna mencolok.     

'Ah, pasti itu dia kamar, Mentari' batinnya lagi.     

Dan di pun naik ke lantai atas dengan langkah yang sangat pelan sekali.     

Perlahan dia menghampiri pintu berwarna merah jambu dan di depannya terdapat gambar lambang hati.     

      

Sebelum memutar kenop pintu, dia menempel telinganya terlebih dahulu di sisi pintu, dia hendak mendengar, suara yang ada di dalamnya.     

Dia ingin memastikan Mentari benar-benar sedang ada di dalam atau tidak.     

Karna kalau dia gegabah, keberadaannya bisa ketahuan dan dia terancam akan mendapatkan masalah lagi.     

      

Setelah dia menempelkan telinganya di sisi pintu, ternyata ada suara air mengalir, yang artinya Mentari sedang mandi di dalam toilet kamar.     

"Rupanya dia sedang ada di kamar mandi, bagus kalau begitu aku bisa masuk sekarang juga," ujarnya, lalu Fanya mencoba memutar handle pintu dan pintu pun terbuka, karna kebetulan sedang tidak di kunci.     

"Dasar bodoh," ujarnya.     

Lalu Fanya pun masuk ke dalam kamar Mentari.     

Dia bersembunyi di dalam sebuah lemari.     

"Setelah mandi pasti dia akan mengambil pakaiannya di sini kan, dan setelah itu aku akan segera memukul dan mencekiknya," tukas Fanya.     

      

      

Tak berselang lama bunyi air dari atas shower pun mulai berhenti, yang artinya Mentari sudah selesai mandi.     

Ceklek!     

Mentari membuka pintu toiletnya, sambil mengusap-usap kepalanya dengan handuk, Mentari pun mendekat ke arah lemari pakaian.     

Dan di dalam lemari itu tampak Fanya sudah menyeringai senang, karna akan segera menghabisi Mentari.     

      

Ceklek!     

Mentari membuka pintu itu lemari dan seketika Fanya keluar lalu mencekik leher Mentari.     

"Akh!" teriak Mentari.     

Dan Mentari pun terjauh di lantai.     

Gludak!     

"Haha mati kamu!" ujar Fanya.     

"Fa-anya! Tolong le-pas-kan!"     

"Enggak! Aku bakal bunuh kamu sekarang!"     

"To-long!" teriak Mentari dan Fanya pun masih terus mencekik leher Mentari  dan kali ini dia lebih mengencangkan lagi cekikkannya.     

      

Sementara Mentari tidak bisa bergerak karna tubuhnya di tunggangi oleh Fanya.     

Mentari sudah mulai pasrah karna tubuh Fanya lebih besar dari ukuran tubuhnya sehingga membuatnya merasa sangat sulit melawan Fanya.     

Sekarang mulutnya pun juga sulit untuk berteriak, tenggorokannya tertekan kuat, oleh tangan Fanya.     

Kini tenaga sudah mulai habis karna sejak tadi meronta-ronta.     

Namun perlahan, dia merasa ada sesuatu yang merasuk ke dalam tubuhnya.     

Seketika Mentari mulai tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, dan dia baru sadar ternyata Cinta sudah merasuk ke dalam tubuhnya.     

Sekarang tubuh Mentari sudah di kuasai oleh Cinta.     

      

Perlahan mata Mentari berubah menjadi putih seluruhnya dan pandangannya terlihat kosong. Deru nafas kian cepat dan amarah dari gadis yang sedang dalam pengaruh gaib ini mulai memuncak.     

Fanya yang masih terus mencekiknya leher Mentari perlahan mulai menyadari, jika Mentari sudah berubah.     

Gejalanya mirip dengan apa yang sudah dialami oleh Ane.     

Karna mengetahui jika hal itu bisa membahayakan hidupnya akhirnya dia pun mulai mengambil ancang-ancang untuk meninggalkan Mentari.     

Hahah hahah hahah     

Hahah hahah hahah     

Hahah hahah hahah     

Mentari pun tertawa dengan lantang sejadi-jadinya. Fanya tahu betul jika itu bukanlah Mentari lagi.     

"Aku akan membunuh mu! Sama persis saat kamu membunuhku!" teriak Mentari.     

Fanya langsung menuju pintu kamar.     

Sementara Mentari berjalan mendekat kearahnya.     

"Kamu akan mati! Hihi hihi!"     

"Pergi!" sergah Fanya.     

"Akhirnya aku bisa berbicara juga! Haha haha haha!" Mentari terus berjalan mendekati Fanya.     

"Pergi kamu!" Fanya mencoba membuka kenop pintunya.     

Nampaknya sangatlah kesulitan.     

"Fanya! Apa kamu masih ingat denganku!?"     

"Tari! Jangan gila kamu! Kita ini satu sekolahan mana mungkin aku lupa!"     

"Aku bukan Mentari! Tapi aku adalah Cinta!"     

"Apa?!" Fanya pun benar-benar kaget mendengar ucapan Mentari.     

"Iya! Aku adalah Cinta!"     

"Bohong! Minggir kamu!" sergah Fanya.     

Fanya menendang tubuh Mentari dengan kuat, tapi anehnya tubuh mentari yang sebelumnya terlihat kecil dan lemah itu tidak bisa terjatuh.     

Sungguh aneh, Mentari mendadak menjadi kuat.     

Dan entah mengapa pintu kamar Mentari sangat sulit untuk di buka.     

Padahal tadi Fanya tidak menguncinya.     

"Akhhh! Aku benci kamu!" teriak Mentari, yang berubah menjadi marah lagi.     

      

"Aku akan membunuhmu! Sekarang AAAAKHHH!"     

Bruak!     

Mentari mendorong Fanya hingga terjatuh  di lantai. Lalu dia yang gantian mencekik Fanya.     

"Mentari lepas!"     

"Mati haha haha haha!"     

"Ta...ri!"     

Dan di luar tampak Dimas mendengar keributan dari dalam kamar, tentu saja hal itu membuatnya merasa penasaran dengan apa yang sedang terjadi.     

Apalagi ada teriakan tertawa-tertawa dan suara meminta tolong dari Fanya.     

Tanpa berpikir panjang, Dimas pun langsung mendobrak paksa pintu itu.     

      

Jeduer!     

Jeduer!     

Jeduer!     

Brak!     

Akhirnya pintu berhasil di buka oleh Dimas.     

"Astaga! Tari! Apa yang kamu lakukan Tari!" teriak Dimas, Dimas langsung menghampiri Mentari, dan tampak, Yuni yang mendengar kegaduhan itu, juga turut masuk ke dalam kamar Mentari.     

"Non Tari! Ada apa?! Ayo sadar Non!" Tukas Yuni yang sangat panik.     

Yuni dan Dimas sibuk menyadarkan Mentari sementara Fanya, langsung berlari keluar kamar.     

To be Continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.