Bullying And Bloody Letters

Salah Mendidik



Salah Mendidik

0Setelah mengantarkan Mentari pulang Alvin pun kembali menyusul Laras di rumah sakit, untuk menjaga Vero     
0

Ibunya Vero yang bernama Sarah, harus pulang, karna dia juga harus menjaga suaminya yang juga sedang sakit.     

Sedangkan Fanya sampai detik ini belum juga datang .     

      

"Tante, bagaimana keadaan, Vero? Apa kata dokter?" tanya Alvin yang menghampiri ibunya Vero.     

"Vero masih belum sadar, Nak Alvin, dokter bilang Vero mengalami benturan di kepala yang cukup keras, jadi kemungkinan, sesuatu yang buruk bisa terjadi dengan Vero." Wanita paruh bayah itu pun tak sanggup menahan kesedihannya.     

Air matanya kembali mengalir deras.     

"Sabar, Tante," Alvin segera memeluk ibunya Vero.     

"Nak Alvin, Tante bener-bener gak habis fikir kalau sampai Vero pergi, dia adalah satu-satunya harapan Tante, hanya dia yang selalu mengerti Tante selama ini,"     

"Sabar, Tante, kita doakan Vero ya, semoga Vero baik-baik saja, percayalah Tante, Tuhan akan mengabulkan doa Tante, dan keajaiban pasti akan datang," tutur Alvin menenangkan Sarah.     

Wanita paruh baya itu meluapkan kesedihannya di pundak Vero.     

"Percayalah, Tante, pasti Vero baik-baik saja,"     

"Iya, Nak Alvin." Lalu perlahan Alvin melepas pelukannya.     

"Oiya, Nak Alvin, apa yang terjadi dengan teman kalian tadi? Kenapa pergi?"     

"Oh, maksudnya  Mentari ya, Tante?"     

"Iya," ibnunya Vero mengangguk.     

"Dia takut melihat keadaan Vero, karna hal itu mengingatkan peristiwa buruk yang pernah menimpanya dulu,"     

"Loh, memang apa yang sudah menimpa gadis itu?"     

"Dahulu dia dan keluarganya mengalami kecelakaan mobil, dan kedua orang tuanya meninggal,"     

"Oww, jadi begitu, astaga kasihan sekali,"     

"Iya, Tante, begitulah,"     

"Yasudah, Tante titip Vero ya, Nak Alvin, Tante mau menemui suami Tante dulu,"     

"Iya, Tante, hati-hati,"     

      

      

***     

      

Dan setelah hari mulai gelap, saat suaminya sudah tertidur, ibunya Vero pun menyempatkan diri untuk pergi ke rumah sakit melihat keadaan Vero.     

Jam menunjukkan pukul 07: 00, dan tak biasanya sang suami sudah tertidur pulas, sehingga dia pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.     

Dan pergi ke rumah sakit secara diam-diam.     

***     

      

"Loh, Tante kok kemari, bagaimana dengan papanya Vero?" tanya Alvin.     

"Iya, Papanya Vero sudah tidur, Tante ingin melihat keadaan Vero, Tante kawatir banget,"     

"Iya, Tante, Alvin mengerti, tapi sebaiknya Tante Sarah istirahat saja, karna di sini sudah ada saya dan Laras yang menunggu Vero,"     

"Loh, hanya berdua saja?"     

"Iya,"     

Sarah, si ibunya Vero tampak heran. Karna dia pikir Fanya akan segera datang setelah ia kabari, tapi rupanya tidak.     

Lalu Sarah pun membuka ponselnya dan melihat chat yang tadi siang ia kirim kepada Fanya.     

Ternyata sampai saat ini Fanya belum membukannya.     

Entah sedang apa Fanya sekarang? dan sedang ada di mana? Sarah pun tak tahu, yang jelas dia sangat marah kepada putrinya itu.     

Fanya benar-benar tak peduli dengan siapa pun bahkan sampai sang ibu yang pontang-panting harus mengurus kaka dan ayahnya yang sedang sakit sendirian.     

"Ya ampun, Fanya, sampai kapan kamu itu akan  seperti ini," Sarah kemabli mengeluarkan air matanya karna tak tahan lagi dengan tingkah Fanya.     

      

"Sabar, Tante," tukas Alvin.     

"Tidak usah terlalu di pikirkan yang penting, Vero sudah ada kami." Ujar Alvin.     

"Iya, Alvin, besok asisten Vero sudah kembali dari kampung, jadi kalian bisa istirahat dan pulang ke rumah masing-masing." Tutur Sarah.     

"Iya, Tante,"     

Dan tak lama ponsel Sarah pun berbunyi.     

Drrt....     

"Hallo, Mas, ada apa?" tanya Sarah dalam telepon, dan ternyata yang menelpon adalah suaminya.     

"Kamu dimana?" tanya sang suami.     

"Aku sedang berada di... di mini market, Mas," jawab Sarah berbohong.     

"Cepat pulang ya?"     

"Iya, Mas."     

Tut...     

"Yasudah, Tante pulang dulu ya, Vin, Laras!"     

"Iya, Tante!" jawab Alvin dan Laras secara serempak.     

      

      

***     

Sementara itu di rumah, tampak Fanya baru saja terbangun dari tidurnya.     

Dan di saat itu dia baru mengecek ponselnya.     

"Mama, telepon?"     

Fanya membuak kunci layar ponselnya, "Tumben," tukasnya.     

      

Lalu Fanya mulai membaca pesan dari ibunya yang berisi.     

'Fanya kamu sedang apa? Kakakmu Vero kecelakaan, dan sekarang di rawat di rumah sakit, tolong cepat ke mari, karna Mama sibuk menunggu Papa,'     

      

"Hah?! Kak Vero kecelakaan?" Fanya terlihat sangat kaget.     

Dan dia melihat waktu pengiriman pesan itu sekitar 5 jam yang lalu.     

"Ah, males banget kalau malam-malam begini ke rumah sakit, lagian salah siapa Kak Vero sudah menamparku tadi," gumamnya.     

Fanya mulai mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.     

Sambil menyalakan shower mulutnya masih menggerutu tentang Vero.     

"Kak Vero, itu kena karma karna sudah berbuat kasar kepadaku, makanya dia kecelakaan,"     

      

Kericik kricik....     

Fanya mulai membasahi rambutnya, "Lagian kalau, Kak Vero, di rumah sakit, sekarang aku menjadi sedikit tenang, dia tidak lagi terus mengintimidasiku. Yah, walaupun kasihan juga sih kalau mendengarnya sakit begini,"     

      

Dan tepat saat itu Cinta datang dan menatap Fanya dengan penuh dendam. Tapi anehnya dia tak melakukan apa pun kepada Fanya.     

      

***     

Esok harinya Sarah, menelpon Alvin dan menanyakan keadaan Vero. Tak hanya keadaan Vero yang ia tanyakan tapi juga Fanya.     

Dia menanyakan apakah Fanya datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakaknya atau tidak.     

Dan jawaban Alvin tidak.     

Tentu saja hal itu membuat Sarah naik pitam, bahkan pesan darinya pun sudah di baca tapi entah apa alasannya Fanya masih tidak datang juga.     

      

Akhirnya Sarah yang geram pun langsung meninggalkan Vila dan mendatangi Fanya di rumahnya.     

"Memang benar-benar anak tidak punya hati!" gerutu Sarah.     

      

Dan setelah sampai di rumah, Sarah langsung menyerobot masuk begitu saja, dan dia berpapasan dengan sang asisten rumah tangganya.     

"Pagi, Bu Sarah," sapa asisten rumah tangga itu.     

"Iya, selamat pagi! Apa Fanya masih tidur?" tanya Sarah dengan ketus.     

"Benar, Bu, Non Fanya, masih tidur di kamarnya!"     

"Huh! Dasar anak gak tau diri!"     

      

Segera Sarah berjalan menaiki tangga atas untuk menemui Fanya.     

      

Tok tok tok!     

"Buka pintunya!"     

"Iya, Sebentar, Ma!"     

Ceklek!     

Plak!     

Tanpa permisi tamparan tangan sang ibu mendarat di wajah Fanya.     

"Aww!" Fanya memegangi wajahnya, "kenapa, Fanya ditampar, Ma?"     

Plak!     

Kembali Sarah menampar wajah Fanya lagi.     

Tanpa menyahuti pertanyaan Laras.     

"Aww, sakit, Ma!"     

"Sampai kapan kamu akan begini, Fanya!" teriak Sarah.     

"Memangnya kena—'     

Plak!     

"Pa?"     

"Kamu sudah membaca pesan Mama, kan?"     

"Iya, Ma, sudah kok,"     

"Lalu kenapa kamu tidak segera keruma sakit!?"     

"Tadi malam, Fanya—"     

"Kamu tidur? Main game? Atau pergi clubbing?!"     

"Enggak, kok, Ma, tapi Fanya kecapean!"     

"Kecapean?"     

"Iya, Ma,"     

Plak!     

"Mangnya Mama baru saja mengenalmu?!"     

"Tapi, Ma—?"     

"Jangan memanggilku Mama, sebelum kamu merubah sikap kamu itu!"     

Dan Sarah pun segera meninggalkan Fanya sendirian.     

Ini kali pertamanya dia berbuat kasar kepada Fanya, sebelumnya dia selalu memanjakan Fanya.     

Dan sekarang dia baru menyadari jika terlalu memanjakan Fanya itu salah.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.