Bullying And Bloody Letters

Niat Busuk Fanya



Niat Busuk Fanya

0Fanya terdiam tak bergeming.     
0

Masih duduk di atas kasur, sambil memegangi wajahnya yang masih terasa panas akibat di tampar oleh sang ibu.     

Padahal kemarin Vero baru menamparnya  dan sekarang gantian ibunya.     

Terasa sangat menyebalkan bagi Fanya.     

"Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka harus memusuhiku?!"     

AKHHH!     

Brak!     

Pruaang!     

Fanya pun mengamuk sejadi-jadinya setelah sang ibu pergi meninggalkan dirinya.     

Dia merasa tidak di hargai, dan di perlakukan semena-mena.     

"Kemarin, Kaka yang memarahiku habis-habisan dan sekarang gantian Mama! Ada apa sih dengan mereka!?"     

Klontang!     

      

Fanya melemparkan sebuah gelas kearah cermin di kamarnya.     

Seketika cermin dan gelasnya pun berbenturan dan pecah berhamburan.     

"Kalau saja mereka bukan keluargaku! Aku pasti akan membunuh mereka, seperti aku membunuh Cinta!" teriaknya mengoceh tak jelas.     

      

Perang!     

Klontang!     

Cring!     

Seketika kamar Fanya sudah berubah menjadi kapal pecah.     

"Aku tidak mau hidup seperti ini! Dimusuhi oleh keluarga ku sendiri! Bahkan ayah yang sudah sakit-sakitan pun masih terus menyakitiku! Salahku apa?!"     

"AKKHHHH!"     

      

Dan setelah keadaan kamar tampak sangat kacau, Fanya pun keluar dan mencari hiburan di luar rumah.     

Hatinya benar-benar sangat kacau, dan saat dia sedang berjalan kaki menyusuri jalanan Komplek perumahan yang masih terlihat sepi, tiba-tiba dia melihat ada Ane yang sudah memakai seragam sekolah lengkap, dan mulai memasuki mobil di antarkan oleh ayahnya.     

 Kebetulan letak rumah Ane dengan rumah Fanya tidak terlalu berjauhan.     

      

Dan Fanya yang melihat Ane, merasa bertambah geram. Karna kesialan yang dia alami saat ini menurut Fanya salah satunya disebabkan oleh Ane juga.     

"Aku sial begini, pontang-panting tidak bisa sekolah dan di musuhi oleh keluargaku, tapi kamu seenaknya berangkat ke sekolah dengan riang gembira," gumam Fanya.     

      

Seketika Fanya langsung menghentikan sebuah mobil Taksi yang kebetulan sedang lewat di depannya.     

Setelah itu dia mengikuti Ane dari belakang untuk mengejar Ane.     

"Aku akan menghabisi kamu!" tukas Fanya yang masih berada di dalam mobil taksi dan pandangannya terus tertuju ke arah mobil yang sedang di tumpangi oleh Ane dan ayahnya.     

      

Tak lama mobil pun berhenti di sebuah mini market yang letaknya tak jauh dari sekolahan mereka.     

"Papa beneran sampai sini aja nganterinnya?" tanya ayahnya Ane,     

"Iya, Pa, sampai sini aja, soalnya Ane mau beli sesuatu dulu,"     

"Yasudah, Papa, langsung berangkat kerja"     

"Iya, Pa, ati-ati ya,"     

"Iya, kamu juga ya, Sayang,"     

"Siap, Pa!"     

Setelah itu ayah Ane pun bergegas dengan mobilnya dan meninggalkan Ane.     

Di saat itu, Fanya mulai menyusun siasat untuk menghabisi Ane.     

      

Fanya memasuki mini market itu duluan, dan membeli satu botol minuman dingin lalu mencampurnya dengan racun yang selalu ia bawa di kantungnya.     

"Aku pasti akan menghabisi mu hari ini," gumamnya.     

      

"Ane!" teriak Fanya memanggil Ane.     

Ane pun menoleh kearah Fanya.     

"Fa-nya!" tukas Ane, dengan wajah sedikit ketakutan.     

"Is ok, Ane, jangan takut, aku tidak ingin bertengkar denganmu, aku hanya ingin meminta maaf kepadamu," tukas Fanya.     

'Fanya ingin meminta maaf, kepadaku?' batin Ane yang sedikit heran.     

"Ane, aku benar-benar ingin meminta maaf kepadamu, apa kamu mau memaafkanku?" tukas Fanya, dengan ekspresi memelas.     

"Ka-kamu serius?"     

"Iya, Ne, serius,"     

Dan Fanya pun mengulurkan tangannya.     

"Aku benar-benar menyesal sudah berbuat seperti itu kepadamu, padahal selama ini kamu adalah teman terbaikku, aku minta maaf, Ane, aku menyesal," tukas Fanya, dan tanpa menunggu Ane menyambut tangannya Fanya pun merangkul tubuh Ane.     

Ane merasa heran, tapi dia juga merasa senang, karna dengan begitu artinya dia tidak bertengkar lagi dengan Fanya.     

"Apa kamu mau memaafkan aku, Ane?" tanya Fanya.     

Dan suaranya benar-benar seolah-olah sedang bersedih.     

"Tapi, apa kamu mau berjanji tidak akan mengulanginya lagi?"     

"Iya, Ane, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, dan aku akan berusaha menjadi sahabat yang baik bagi kalian, jadi aku mohon maafkan alau,"     

"Tapi—"     

"Ane aku mohon maafkan aku, setelah ini, aku akan pindah ke luar negeri bersama keluargaku, jadi aku tidak mau masih  merasa berdosa karna bermusuhan dengan kalian. Aku ingin kita tetap berteman, walau pada akhirnya kita akan berpisah."     

"Kamu ingin pindah ke luar  negeri?"     

"Iya,"     

"Untuk apa, Fanya?"     

"Keluargaku membuka cabang perusahaan baru di sana,"     

"Benarkah? Tapi bukanya ayahmu sedang sakit,"     

"Ah, sakit ayahku sudah lumayan membaik kok,"     

"Benarkah?"     

"Iya, Fanya,"     

"Lalu kapan kamu akan berangkat?"     

"Hari ini, nanti siang tepatnya," jawab Fanya yang mengada-ngada.     

"Fanya, aku juga minta maaf ya, karna sudah membuat kita bertiga menjadi seperti ini,"     

"Sudahlah, Ane, ini adalah salahku, bukan salahmu, jadi kamu tidak perlu meminta maaf kepadaku" tukas Fanya.     

"Dan ini untukmu," Fanya menyodorkan minuman kemasan itu kepada Ane.     

Ane merasa sangat bingung, karna tiba-tiba saja Fanya memberikan minuman kepadanya.     

"Kenapa, kamu gak mau terima? Kamu masih marah kepadaku?" tanya Fanya.     

"Enggak, kok, bukannya gitu, tapi—"     

"Bukankah ini minuman kesukaanmu?"     

"I-iya," jawab Ane.     

"Yasudah, ambil. Mungkin ini adalah terakhir kalinya aku membelikan minuman kesukaan mu," ujar Fanya.     

"Fanya, kenapa kamu ngomong begitu?"     

"Ya, karna aku tidak yakin setelah ini aku akan bertemu lagi dengan mu, Ane, aku kan pindah ke luar negeri,"     

"Baiklah kalau begitu, terima kasih, Fanya," jawab Ane, dan dia meraih minuman itu.     

Seketika Fanya pun tersenyum manis kepada Ane.     

"Jangan lupa di minum ya dan salam untuk Keysia,"     

"Iya, nanti aku akan menyampaikan kepada Keysia,"     

"Yasudah aku pergi ya, dada Ane!" tukas Fanya sambil melambaikan tangannya.     

Ane pun juga melambaikan tanggahnya kepada Fanya.     

      

Dalam hati Ane merasa sedikit lega, karna kini dia sudah kembali berbaikan dengan Fanya. Tapi sayangnya dia harus berpisah dengan Fanya setelah ini, karna Fanya akan pergi ke luar negeri.     

Rupanya Ane benar-benar sudah termakan oleh ucapan  Fanya, dia percaya saja dengan permintaan maaf Fanya dan juga berita bohong bahwa Fanya akan pergi ke luar negeri.     

      

Padahal pada kenyataannya, Fanya hanya ingin menghabisinya dan sekarang nyawanya sedang terancam dengan satu botol minuman dingin yang ada di tangannya.     

      

Setelah membeli beberapa barang yang dia cari, Ane pun keluar dari dalam mini market lalu pergi ke sekolah.     

Sementara Fanya tampak masih mengintip kepergian Ane dari parkiran mini market itu dengan tersenyum.     

"Ane, Ane, kamu ini benar-benar bodoh ya rupanya. Kamu tahu tidak maksud, dari ucapan terakhir aku memberimu minuman kesukaanmu? Itu semua karna setelah ini kamu akan mati, bukan karna aku yang akan ke luar negeri, haha dasar, Bodoh!" tukas Fanya penuh bahagia.     

***     

      

Saat hendak memasuki gerbang sekolahan Ane berpapasan dengan Keysia.     

"Hey, Ane!" sapa Keysia.     

"Hai, Key!" sapa balik Ane.     

"Wah, kamu habis dari mini market ya?" tanya Keysia.     

"Iya," jawab Ane.     

Lalu Keysia meraih botol minuman dari tangan Ane.     

"Bagi ya!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.