Bullying And Bloody Letters

Menjadi Pacarku



Menjadi Pacarku

0"Kok, kebetulan banget sih, ada huruf 'M' nya?" ujar Mentari.     
0

      

"Kenapa, Tari?" tanya Alvin.     

"Ah, enggak kok," jawab Mentari.     

Setelah beberapa menit berlalu, mereka berdua pun sampai di sekolah, dan berjalan sambil bergandengan tangan.     

Alvin yang menggandengnya dan disaat itu jantung Mentari berdetak lebih kencang dari biasanya.     

'Astaga, Alvin kenapa sih pakek acara pegang tangan segala, kalau begini aku kan jadi tidak nyaman' batin Mentari.     

      

Dan saat menggandeng tangan Mentari, Alvin tak sengaja meraba sebuah cincin di jari manis Mentari.     

Sontak dia yang penasaran langsung melihatnya, karna sebelumnya dia tak pernah melihat Mentari memakai sebuah cincin.     

Dia sangat khawatir jika ucapan Vero yang waktu itu akan benar-benar terjadi.     

Dan dia sudah di dahului oleh laki-laki lain.     

Oleh karna hal itu, Alvin memberanikan diri untuk bertanya langsung kepada Mentari.     

"Tari, ini cincin dari siapa?" tanya Alvin.     

Dan Mentari pun menghentikan sejenak langkah kakinya.     

"Ini dari—"     

"Pacar baru kamu ya?" cantas Alvin asal tebak.     

Seketika Mentari menggelengkan kepalanya dengan cepat.     

"Bukan!" jawab Mentari tegas.     

"Terus dari siapa?"     

"Ini, dari ...." Mentari tampak bingung untuk menjawabnya, dia harus mengatakan bahwa cincin itu dadi Cinta. Tapi entah mengapa masih ragu.     

"Kenapa gak di jawab, kamu sudah punya pacar ya?" tanya Alvin dengan wajah yang sangat cemburu.     

"Eh, enggak kok, Vin,"     

Lalu Alvin meraih paksa cincin itu dari jari Mentari.     

Dan dia melihatnya sekilas, Alvin hendak membuangnya, tapi belum sempat melemparnya dia melihat ada lambang huruf 'M' di bagian luar cincin.     

Alvin seperti mengingat sesuatu,     

Lalu dia memeriksa bagian dalamnya, dan ternyata  di dalamnya ada lambang huruf 'A' seketika Alvin pun kaget bukan main.     

Karna ternyata cincin itu adalah miliknya.     

Simbol huruf 'M' berati, Mentari. Dan simbol huruf 'A' berarti Alvin.     

Dia memesan khusus cincin itu dan dia ingin memberikannya kepada Mentari.     

      

Dahulu dia menitipkan cincin itu kepada Cinta, saat Cinta dan keluarganya hendak pindah ke Jakarta.     

"Cinta, janji ya, nanti kalau suatu saat kamu bertemu dengan Mentari jangan lupa kamu kasih cincin ini kepadanya," ujar Alvin.     

Lalu Cinta mengangguk, sambil tersenyum kepada Alvin.     

Dan semenjak itu, Cinta masih berusaha mencari-cari Mentari lewat internet tapi tidak bertemu juga.     

      

Setelah berada di Jakarta, Cinta dan Alvin masih sering memberi kabar, Cinta mengatakan kepada Alvin lewat  chat, bahwa dia masih belum menemukan Cinta walaupun sudah mencari-carinya.     

Dan Cinta hendak mengembalikan cincin utu kepada Alvin, tapi Alvin menolaknya dia yakin jika suatu saat Cinta akan bertemu dengan Mentari.     

      

Dan setelah kurang lebih 2 bulan berlalu, Alvin mendapatkan kabar bahwa Cinta menghilang.     

Dari situ, dia sudah melupakan cincin itu. Karna terfokus untuk mencari tahu ke mana Cinta menghilang.     

      

Dan yang ada di pikiran Alvin saat ini adalah, bagaimana cincin itu bisa ada di tangan Mentari?     

"Tari, ini cincin ...."     

"Sebenarnya yang memberi cincin ini adalah Cinta, Vin," ujar Mentari.     

"Cinta, jadi benar, Cinta yang sudah memberikannya kepadamu?" tanya Alvin memastikan.     

Dan Mentari mengangguk, "Iya, Vin benar,"  jawab Mentari.     

Alvin tersenyum karna tak menyangka  ini semua bisa terjadi.     

Bahkan Cinta benar-benar memberikan cincin itu kepada Mentari, meski dia sudah mati.     

      

"Alvin, kamu kenapa?" tanya Mentari.     

Dan Alvin pun seketika menyeka air matanya yang hampir terjatuh karna merasa terharu.     

"Kenapa kamu, seperti itu? Apa kamu tahu sesuatu tentang cincin in?" tanya Mentari.     

"Iya," jawab Alvin singkat.     

Mentari masih bingung dengan ekspresi wajah Alvin yang terlihat sangat aneh ini.     

"Bisa ceritakan yang sebenarnya kepadaku, Alvin?" tanya Mentari dengan ragu-ragu.     

"Tari, cincin ini sebenarnya dariku, dan aku dulu menitipkannya kepada Cinta agar di berikan kepadamu," tutur Alvin.     

"Hah?! Maksudnya?!"     

"Iya, kenapa ada inisial huruf 'M' itu adalah inisial nama mu, dan di dalam juga ada inisial namaku," jelas Alvin.     

Seketika, Mentari pun melihat di bagian dalamnya, dan benar saja, ada huruf 'A' dia baru melihatnya sekarang.     

      

Lalu apa maksud Alvin memberikan ini semua kepada Mentari?     

Dan hal itu kini menjadi pertanyaan bagi Mentari.     

Apa kah itu sebagai tanda persahabatan, atau memang Alvin mempunyai perasaan lain kepada Mentari?     

Mentari terus memikirkan hal itu, dia merasa bahagia sekaligus ragu, dia berharap Alvin memilik perasaan lebih dari seorang sahabat.     

Tapi dia takut kecewa jika Alvin hanya menganggapnya hanya seorang sahabat dan tidak lebih.     

      

"Tari,"     

"Iya,"     

"Kamu tahu tidak apa maksud dari aku memberi cincin itu untukmu?"     

Mentari menggelengkan kepalanya, "Tidak," jawab Mentari.     

Dan seketika Alvin menghentikan langkahnya lalu meraih tangan Mentari.     

Kembali dia menyematkan cincin itu di tangan Mentari, yang sejak tadi hanya di pegangi oleh Mentari saja.     

"Sebenarnya, sejak dulu aku menyukaimu," ujar Alvin.     

Setelah cincin sudah terpasang, Alvin menggenggam erat jemari tangan Mentari.     

"Aku, menyukai mu lebih dari seorang sahabat," tukas Alvin.     

Dan Mentari masih mematung, jantungnya berpacu kencang.     

"Aku, ingin kamu menjadi pacarku, apa kamu mau menjadi pacarku?" tanya Alvin.     

Dan seketika Mentari pun tak bisa bergeming, bahkan hanya untuk mengatakan iya saja tidak bisa.     

"Tari, sekali lagi aku bertanya, apa kamu mau menjadi pacarku?"     

Mentari menunduk, matanya tak berani menatap Alvin, dan bibirnya tak sanggup menahan senyuman.     

"Kenapa diam, Tari?" Alvin mengangkat dagu Mentari yang sejak tadi terus menunduk itu.     

"Jujur, kalau bukan karna  Cinta aku tidak akan memberanikan diri mengatakan perasaanku,"     

"Kenapa?" tanya Mentari.     

"Ya, aku takut kamu akan menolakku, Mentari, maka dari itu aku tidak berani mengatakannya. Aku memang pecundang."     

Alvin menunduk sesaat, lalu menghela nafas panjang.     

"Hhuuuft, tapi aku merasa lega saat ini aku bisa mengatakannya kepadamu, dan aku hanya tinggal menunggu kamu memberikan jawaban kepadaku," ujar Alvin.     

Mentari kembali menunduk lagi saat Alvin menanyakan hal itu kepada dirinya.     

"Jawab, Mentari!" paksa Alvin.     

Lagi-lagi lidah Mentari berasa keluh, tak sanggup untuk mengatakan 'iya' padahal saat di tanya soal lain Mentari lancar-lancar saja menjawabnya.     

"Please jawab, Mentari," mohon Alvin.     

"Sekali lagi aku bertanya apa kamu mau menjadi pacarku?"     

Dan Mentari pun akhirnya mengangguk tanpa tanpa kata.     

      

Seketika senyuman mengembang di bibir Alvin.     

"Jadi ... kamu beneran, mau jadi pacar aku?!" tanya Alvin sekali lagi untuk memastikan.     

Dan Metari pun kembali mengangguk kali ini anggukannya lebih bersemangat lagi.     

"YES!" Alvin tampak girang, sampai tak sadar dia lompat-lompat heboh sendirian.     

"Alvin, stop! Orang-orang jadi merhatiin kamu semua tuh!" ujar Mentari mengingatkan Alvin.     

"Bodo amat!" jawab Alvin.     

"Tapi, Vin—"     

"Ye ye! Asyik. Jadi pacarnya Tari beneran!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.