Bullying And Bloody Letters

Dinner



Dinner

0Alvin begitu bahagia karna Mentari menerima perasaannya.     
0

Ini memang impiannya sejak dulu. Alvin yang sudah lama menyimpan perasaannya kepada Mentari.     

Dan akhirnya bisa ia ungkapan.     

Rasanya begitu lega sekaligus bahagia karna Mentari menerimanya.     

      

"Tari, nanti malam kita dinner yuk!" ajak Alvin.     

"Hah?! Dinner?"     

"Iya, sebagai perayaan hari jadian kita,"     

"Emang harus begitu ya?"     

"Kayaknya begitu sih, aku juga pertama kalinya berpacaran lo," ujar Alvin  dengan polos.     

Dan Mentari pun tertawa, "Haha, aku pikir kamu itu sudah lebih berpengalaman dari pada aku, " ujar Mentari.     

"Aku, juga masih polos, Mentari,"     

"Upps, masa?!"     

Mereka berdua tampak asyik bercanda dan tak lama, Laras pun datang menghampiri mereka.     

"Hay, Tari! Hay, Vin!" teriak Laras memanggil kedua temannya.     

"Eh, ada Laras!" ujar Mentari.     

"Eh, ngomong-ngomong, kok kalian kelihatan lagi senang begitu? Ada apa nih?" tanya Laras yang mulai penasaran.     

"Upps, kasih tahu enggak ya?" ledek Alvin.     

"Oh, jadi begitu ya, sekarang, mentang-mentang udah pacaran jadi main rahasia-rahasiaan," celetuk Laras.     

"Eh, kok bisa—" Mentari dan Alvin tampak kompak karna mendengar ucapan Laras.     

"Ya tahu lah! Siapa dulu, LARAS!' tukas Laras penuh bangga.     

Mentari dan Alvin terdiam sambil terheran-heran mendengar ucapan Laras.     

"Kenapa kalian diam? Kalian bingung ya kenapa aku bisa tahu?" tanya Laras.     

Mentari dan Alvin pun reflect mengangguk secara bersamaan.     

      

Dengan senyuman jahilnya, Laras mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya.     

Dan menunjukkan sebuah vidio saat Alvin menyatakan perasaannya kepada Mentari.     

"Gimana? Aku hebat, 'kan?" tanya Laras dengan nada meledek.     

"Astaga, kamu ngumpet dimana, Ras, kok bisa rekam kita?" tanya Mentari yang heran.     

"Bisalah, Laras!" ucap Laras lagi penuh bangga.     

"Hahha! Dasar Laras, si Detektif Connan!" ledek Alvin.     

"Pokoknya gak mau tahu, kalian habis ini harus mentraktirku, makan sebagai perayaan!" paksa Laras.     

"Hah ?! Apa?!" Lagi-lagi Mentari dan Alvin berbicara secara serempak.     

"Duh, kalian ini memang berjodoh ya! Sejak tadi bicaranya kompak terus!" ujar Laras.     

"Hha, haha! Mungkin iya!" tukas Alvin.     

      

Dan mereka bertiga pun pergi ke kantin sekolahan dan menuruti permintaan Laras.     

Mereka berdua mentraktir Laras makan sepuasnya di kantin sekolahan.     

      

10 menit kemudian.     

"Eghek! Makasi ya, kalian udah traktir aku, hehe," ujar Laras sambil nyengir tak berdosa.     

"Ehem, iya!" ketus Alvin.     

"Duh, Alvin, kalau traktir orang itu harus ikhlas dong, jangan sambil cemberut!" keluh Laras.     

"Iya, Laras," Malah di sahuti oleh Mentari dengan ramah.     

"Kayak Mentari dong, kelihatan ikhlas dan penuh senyuman, jadi pencernaan aku nanti bakal lancar habis kalian treaktir," ucap Laras.     

"Iya, Laras, aku ikhlas kok. Udah ... puas, 'kan?"     

Setelah habis beberapa porsi makanan, Laras pun pergi meninggalkan Mentari dan Alvin.     

"By the way, thaks ya! Dan sekarang aku mau ke kelas, kalian boleh pacaran berdua lagi," ujar Laras, yang seolah-olah tak bersalah.     

      

"Ih, si Laras ngeselin banget, sih!" gemas Alvin.     

"Udah, biarin aja, yang penting dia bahagia dan kita juga bahagia," ujar Mentari.     

Perlahan  Alvin pun kembali tersenyum.     

"Untung ada kamu, jadi aku gak kesal lagi," ucap Alvin.     

      

Tringg....     

Suara bel masuk sekolah pun mulai terdengar.     

"Yah, udah bel masuk aja," keluh Alvin.     

"Yaudah gak apa-apa, nanti kita kan masih bisa ketemu lagi," ujar Mentari.     

"Iya, deh, bye, Tari!     

" Bye juga Alvin,"     

      

Mereka berdua mulai masuk ke kelas masing-masing.     

      

Sepanjang pelajaran di mulai Alvin terus tersenyum-senyum sendiri, karna wajah Mentari yang terus terbayang-bayang dalam pikirannya.     

      

Begitu pula dengan Mentari, sepanjang pelajaran di mulai terkadang dia tak sadar tersenyum sendiri.     

Wajah Alvin juga terus membayanginya.     

Mentari tak menyangka jika dia benar-benar sudah berpacaran dengan Alvin. Selama ini dia hanya bisa menahan perasaannya terhadap Alvin.     

Dia pikir mungkin selamanya dia hanya akan menjadi sahabatnya Alvin, dan tidak lebih.     

Tapi ternyata tidak. Impiannya untuk menjadikan Alvin lebih dari teman pun terwujud.     

"Ehemm ... dari tadi tersenyum mulu. Wajah Alvin masih terbayang-bayang, terus ya?" celetuk Laras yang sok tahu tapi betul.     

Dan seketika Mentari langsung memaksa mulutnya untuk berhenti tersenyum.     

"Ih, apaan sih, Laras."     

"Nomer, 5, jawabannya apa, Tari. Jangan senyum aja, ayo kerjain tugasnya!" tegas Laras.     

"Aku, udah selesai kok, ngerjain tugasnya, dan sekarang tinggal santai doang," ujar Mentari.     

"Wih, keren. Berarti sekarang tinggal bayangin wajah Alvin aja ya?" ledek Laras.     

"Ih, Laras! Apaan sih!"     

Plak!     

Mentari memukul Laras dengan  buku tulisnya.     

"Aww, Tari, ini kekerasan namanya!" keluh Laras.     

"Hahaha! Maaf, habisnya kamu sih!"     

Tak sadar mereka berdua membuat kegaduhan.     

Hingga guru mata pelajaran saat ini pun berjalan menghampiri Mentari dan Laras.     

"Kalian, jangan berisik ya. Yang lain sedang mengerjakan tugas, kalau kalian berisik terus maka saya terpaksa mengusir kalian berdua ke luar kelas!" tegas guru itu.     

"Iya, Bu!" jawab Laras dan Mentari dengan kompak.     

      

Dan guru itu kembali berjalan menjauh dari Laras dan Mentari.     

Setelah di rasa aman, Laras pun kembali memanggil Mentari.     

"Ssst, nomor 5 jawabannya apa?" tanya Laras.     

"Huuft, Laras mah, nyontek terus," keluh Mentari.     

"Ah, cuman sedikit, jangan pelit dong kalau sama teman tuh,"     

"Hemm, iya, deh. Nih!" Mentari menyodorkan bukunya.     

Dan dengan segera dan hati-hati, Laras menyalin jawaban dari buku Mentari.     

      

***     

Pelajaran hari ini pun berjalan dengan lancar, dan sekarang sudah tiba saatnya bagi mereka untuk pulang.     

"Tari, aku pulang duluan ya? Papaku udah ada di depan gerbang," tukas Laras.     

"Iya, hati-hati, Laras!" tukas Mentari.     

"Iya, Tari! Bye!" Laras melambaikan tangannya.     

'Bye!" Mentari juga melambaikan tangannya juga.     

      

      

Dan tak lama Alvin menghampiri Mentari.     

"Hay, Tari. Ayo!" ajak Alvin dengan motor yang sudah siap melaju kencang.     

"Ok, Alvin!"     

Hari ini Alvin langsung mengantarkan Mentari pulang ke rumahnya, tidak seperti biasanya.     

Padahal biasanya mereka selalu mampir ke cafe dulu untuk makan siang dan mengerjakan tugas sekolah.     

Tapi berhubung hari ini adalah hari sepesial bagi mereka, maka dari itu Alvin mengantarkan Mentari pulang lebih awal, dan akan menjemputnya lagi nanti malam untuk makan malam berdua.     

      

"Aku langsung pulang ya, dan jangan kupa, nanti jam 8 aku akan menjemput kamu." Ujar Alvin.     

"Iya, Vin. Aku jamin, begitu kamu datang aku pastikan sudah berdiri di depan gerbang," jawab Mentari.     

"Waw, sampai segitunya. Tenang, Tari, nanti aku bakal tunggu kamu sampai selesai berdandan, walau sampai berjam-jam sekali pun aku rela kok," ujar Alvin.     

"Iyuuh, gombal ah!"     

"Serius, Tari. Kamu itu segalanya bagiku,"     

"Ah, stop Alvin, gombalnya. Udah pulang aja sana!"     

"I love you, Mentari!"     

"Ahhh, Alvin. Aku geli!"     

"I need you!"     

"Alvin, pulang!"     

"Aku tidak bisa hidup tanpa mu!"     

"Bodooo!"     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.