Bullying And Bloody Letters

Music Romantis



Music Romantis

0Siang pun perlahan berganti malam.     
0

Angin semilir lembut dan sejuk membelai dedaunan. Dan di perindah dengan sinar rembulan.     

      

Jam menunjukkan pukul 08:00, Mentari sudah berdiri di depan gerbang, dan berdandan cantik sesuai dengan ucapannya tadi.     

Sambil berkali-kali melihat kearah pergelangan tangannya.     

"Sudah, jam Delapan pas, tapi Alvin belum juga datang, masa duluan aku," gumam Mentari.     

      

Lalu seseorang menepuk punggungnya dari belakang.     

"Kamu mau kemana?" tanya Sandra dengan ketus.     

"Eh, Kak Sandra, Tari mau pergi sama Alvin" jawab Mentari dengan jujur.     

"Wah, Tari, kamu hebat ya, bisa mendapatkan Alvin. Secara Alvin itu kan ganteng, keren. Sedangkan kamu ... yah, kamu sadar sendiri, 'kan, kamu itu seperti apa?" sindir Sandra.     

Dan seketika Mentari pun berubah menjadi murung. Tapi dia tidak bisa kalau harus diam saja. Selama ini dia sudah terlalu banyak mengalah dan terus di injak-injak oleh Sandra.     

"Memangnya apa yang salah denganku?!" tanya Mentari dengan nada sedikit lebih tinggi.     

Sandra sampai tersentak mendengarnya.     

"Masa iya, perlu aku jelaskan. Kalau kamu itu, jelek, cacat, dan tidak menarik. Kamu itu tidak cocok dengan Alvin. Terus bagaimana pandangan orang melihat Alvin. Seorang Alvin super ganteng tapi punya pacar, pas-pasan cenderung jelek begini!" tutur Sandra yang terus merendahkan Mentari.     

"Oww, begitu ya?" tukas Mentari dengan wajah santai.     

"Iya, kamu tidak marah?" tanya Sandra.     

"Kenapa harus marah, aku kan hanya jelek di wajah, dan cacat di fisik. Tapi hati ku baik. Dari pada orang cantik, memiliki tubuh sempurna, tapi hatinya dan pikirannya cacat seperti, Kaka!" cerca Mentari.     

      

Sandra tertohok dengan ucapan Mentari, ini kali pertamanya Mentari berani melawannya, bahkan nada bicaranya sekasar ini.     

Tentu saja hal itu membuat Sandra merasa kesal dan tersinggung.     

      

"Gila ya, Tari! Kamu berani sekali berbicara seperti itu kepadaku!?"  ujar Sandra.     

"Loh, memangnya kenapa!? Selama ini aku selalu diam dan Kal Sandra terus menghina ku! Mungkin kini sudah saatnya akun bangkit dan melawan kak, Sandra! Agar Kaka tidak semena-mena!"     

"Hey! Tari! Berengsek kamu ya!" umpat Sandra dan dia hendak menampar Mentari     

Tapi di belakangnya tiba-tiba sudah ada Dimas sang ayah yang menahan tangannya Sandra.     

"Cukup, Sandra! Hentikan!" bentak Dimas.     

"Pa-pa," Sandra tampak kaget dan gelagapan.     

"Iya, ini Papa! Kenapa?! Kamu kagetnya, karna Papa berhasil mencegah perbuatan jahat kamu kepada, Mentari?!"     

"Bu-bukan begitu, Pa! Tapi Tari yang mulai duluan, dia yang sengaja memancingku agar aku kesal dan memukulnya!" tukas Sandra menyangkal tuduhan sang ayah.     

"Kamu pikir, Papa akan percaya begitu saja hah?!"     

"Pa—"     

"Diam!" bentak Dimas.     

Seketika Sandra pun terdiam, dan tepat saat itu juga, Alvin datang.     

"Loh, ada apa ini kok ribut-ribut begini?" tanya Alvin.     

"Sebaiknya cepat kamu bawa Tari pergi, Vin. Biar Sandra Om yang urus!" ujar Dimas.     

"Baik, Om," jawab Alvin.     

Lalu Dimas menarik paksa tangan Sandra dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.     

      

Sentara Alvin dan Mentari tampak berboncengan.     

Hari ini adalah kencan pertama bagi mereka.     

"Alvin, kita akan makan di mana?" tanya Mentari.     

"Sudah pokoknya ikut aja, sebentar lagi juga sampai kok," jawab Alvin.     

Dan benar saja, 5 menit kemudian mereka sampai di tempat tujuan.     

Alvin mengajak Mentari di sebuah restoran mewah dan bernuansa romantis.     

"Ini dia tempatnya," ujar Alvin.     

"Wah, bagus bangrt tempatnya," puji Mentari yang takjub.     

"Iya, dong!" jawab Alvin.     

Dan sejenak Alvin menghentikan langkahnya sesaat, dia melihat penampilan Mentari dari atas ke bawah.     

Dia baru menyadari, bahwa hari ini Mentari terlihat sangat cantik sekali.     

"Kenapa, Vin? Aku aneh ya?" tanya Mentari yang merasa tidak percaya diri.     

"Eh, enggak kok, kamu cantik." Jawab Alvin     

      

Jawaban Alvin yang singkat, tapi dengan ekspresi wajahnya yang tersenyum-senyum sendiri membuatnya merasa semakin bertambah tidak percaya diri.     

Mentari mendudukkan kepalanya dan perlahan raut wajahnya tampak tak bersemangat.     

"Loh, kenapa sih, kok kamu kayak gak semangat begitu?" tanya Alvin.     

"Aku, aneh ya?" sekali lagi Mentari bertanya.     

"Enggak kok, kamu gak aneh sama sekali," jawab Alvin.     

"Terus, kenapa kamu senyum-senyum begitu, kamu meledekku ya?"     

"Ya, ampun enggak, Mentari. Sama sekali aku gak meledekmu. Aku ini tersenyum-senyum karna terpesona. Hari ini kamu cantik bangun," puji Alvin.     

      

Seketika wajah Mentari menjadi memerah dan matanya berbinar-binar.     

'Ya ampun, jantungku. Gimana kalau sampai copot sekarang? Alvin kenapa pakek acara memuji segala sih' Keluh Mentari di dalam hatinya.     

"Udah, ayo ah, cepat masuk, nanti keburu kemalaman, kan gak enak sama om Dimas, kalau kita pulang telat," ujar Alvin.     

"Iya," jawab Mentari dan wajahnya masih menunduk, dan tak berani menatap Alvin sama sekali.     

"Mentari, jangan nunduk terus dong, aku berasa lagi menuntun Nenek-nenek nih, gara-gara jagain kamu biar gak nabrak," ujar Alvin dengan nada meledek.     

"Ih, Alvin. Masa aku di bilang Nenek-nenek sih!" keluh Mentari.     

"Yah, abisnya nunduk mulu, makanya wajahnya di angkat dong, biar kelihatan cantiknya. Sayang, 'kan kalau wajah udah di rias cantik begini tapi nunduk mulu, gak ada yang melihat tahu!" ujar Alvin.     

"Akhh, Alvin, jangan muji, terus aku makin gak percaya diri nih,"     

"La terus harus bagaimana dong? Di pun gak percaya diri, di hina sakit hati, kan aku jadi bingung!" tukas Alvin dengan ekspresi dramatisnya.     

      

Mentari pun jadi tertawa karna mendengar ucapan. Alvin yang mengeluhkan dirinya itu.     

Kini dia kembali mengangkat wajahnya dan sedikit lebih percaya diri.     

"Nah, gitu dong! Ayo!" Alvin menggandeng tangan Mentari.     

      

Dan mereka pun duduk di salah satu bangku pengunjung, yang sudah di pesan khusus oleh Alvin sebelum mereka datang.     

      

"Silakan duduk, Tuan Putri," ujar Alvin sambil menyiakan kursi untuk Mentari.     

"Ya, ampun, Alvin aku benar-benar berasa seperti seorang putri kalau begini," tukas Mentari dengan nada bercanda.     

"Haha, tentu saja. Kan kamu memang, Tuan Putri di hati ku,"     

"Ih, Alvin, kumat ngegombal, belajar dari mana sih?"     

"Tari, aku muji, Tari. Bukan gombal, gak percaya banget."     

      

Dan seketika Mentari dan Alvin pun terdiam saat seorang pemain biola memainkan musik romantis di hadapan mereka.     

Pemain biola itu memainkan melodinya dengan indah, sekitar tiga menit, orang itu berdiri di depan Mentari dan Alvin sambil memainkan biolanya.     

Dan setelah musik selesai, dia menyapa Mentari dan Alvin dengan ramah.     

"Selamat menikmati, makan malamnya, Mbak dan Mas," tukasnya.     

      

Mentari pun reflect bertepuk tangan, "Ya ampun indah banget," puji Mentari.     

"Terima kasih," jawab pemain biola itu.     

"Kamu suka?" tanya Alvin.     

Dan Mentari mengangguk cepat, "Iya," jawabnya.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.