Bullying And Bloody Letters

Tuan Putri Yang Sesungguhnya



Tuan Putri Yang Sesungguhnya

0Malam ini adalah malam yang sangat berkesan bagi Mentari, dia tidak akan melupakan malam ini sampai kapan pun.     
0

Ini adalah kali pertamanya dia diperlakukan layaknya seorang putri oleh seorang pria.     

Dan Alvin adalah satu-satunya pria yang membuat hati Mentari menjadi berbunga-bunga seperti ini.     

      

Selama ini Mentari merasa menjadi wanita yang selalu tertindas, diabaikan, di hina dan caci maki.     

Dunia terasa tidak adil baginya, dia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari siapa pun setelah orang tuanya meninggal, tapi kini semua berubah.     

      

Perlahan-lahan orang-orang yang jahat kepadanya, mulai berhenti dan terbongkar semua kebusukan mereka.     

Kini tinggallah orang-orang yang menyayanginya yang masih berada di sisinya, seperti Dimas dan juga Alvin.     

      

"Alvin, terima kasih banyak ya, buat malam ini, " tukas Mentari.     

"Iya, Tari. Sama-sama, aku juga berterima kasih karna kamu sudah mau menerima perasaanku,"     

"Kalau soal itu, sebenarnya aku juga sudah menyukai sejak kamu menolongku  dari Fanya,"  jelas Mentari.     

"Serius?"     

"Iya,"     

"Alasannya apa yang membuatmu menyukai ku?" tanya Alvin lagi.     

"Alasannya ... ada banyak hal yang membuatku menyukaimu,"     

"Emmm, bisa enggak sebutin salah satu alasannya?"     

"Kasih tau enggak ya?" ledek Mentari.     

"Kasih tau dong, masa enggak!"     

"Ok, berhubung aku dipaksa, jadi aku mau jelasin alasan aku menyukai kamu,"     

Mentari menatap wajah Alvin lekat-lekat.     

"Jadi, aku suka sama kamu itu, karna kamu orangnya baik, ganteng, putih dan juga tinggi ... normal, 'kan?" tanya balik Mentari.     

"Iya, sih tapi kenapa harus tinggi?"     

"Oh, kalau soal itu, karna aku mau memperbaiki keturunan, soalnya aku kan pendek, kalau aku dapet cowok pendek juga nanti anak aku pendek-pendek dong hahaha!" tukas Mentari sambil tertawa-tawa, karna dia menjawab asal-asalan.     

Sementara, Alvin tampak sangat bingung.     

"Beneran, hanya karna itu, alasannya?"     

"Iya," Mentari manggut-manggut sambil menahan tawa.     

Karna nampaknya Alvin benar-benar percaya dengan ucapan Mentari.     

"Loh, kenapa kok kelihatan aneh begitu?" tanya Mentari.     

"Ah, enggak kok," jawab Alvin.     

Dan akhirnya Mentari melepaskan kembali tertawaannya yang sejak tadi tertahan.     

"Haha haha haha haha kamu percaya aja sih, Vin! Haha haha haha!" ujar Mentari dengan tertawa sejadi-jadinya, karna ekspresi wajah Alvin terlihat sangat lucu dan polos.     

Biasanya yang selalu terlihat polos itu Mentari, tapi entah mengapa hari ini berubah jadi Alvin yang terlihat sangat polos.     

"Loh, kok malah tertawa sih?" tanya Alvin yang bingung.     

"Ya habisnya muka kamu lucu banget, aku jadi teringat Alvin yang dulu, yang seorang anak SD  yang polos, berpipi cabi, berkawat gigi dan berkaca mata," ujar Mentari yang meledek Alvin.     

"Wah, ceritanya kamu ngebully aku ya?" ujar Alvin.     

"Enggak kok, serius!" sahut Mentari.     

"Terus?!"     

"Ya aku merasa, rasa rinduku dengan Alvin yang ku kenal dulu kini sudah terobati!" jawab Mentari.     

"Apa yang di harapkan dengan seorang Alvin yang gendut, jelek, dan cabi itu?!" tanya Alvin.     

"Karna, menurutku kamu yang dulu itu apa adanya, Vin." Jawab Mentari dengan wajah yang bersungguh-sungguh.     

"Tadi, kamu bilang suka denganku, karna akun yang ganteng, putih, tingi dan baik?" tanya Alvin.     

"Haha, soal itu aku hanya bercanda, Vin." Jawab Mentari sambil tertawa lagi.     

Dan seketika Alvin memegang wajah Mentari dengan kedua tangan.     

"Ayo, jawab jujur apa alasanmu, menyukaiku? Dan kali ini aku harap kamu gak bohong atau bercanda lagi!" tegas Alvin.     

      

Seketika Jantung Mentari kembali berdetak kencang, karna melihat wahah Alvin dari jarak yang teramat dekat.     

"Ayo jawab, Tari!" paksa Alvin, tapi dengan nada setengah bercanda.     

"Alvin, bisa lepasin wajah aku tidak?" tukas Mentari.     

"Ya, makanya kamu ngomong dulu dong!"     

"Vin, aku sebenarnya gak tahu apa sebenarnya alasanku, mencintaimu. Yang aku rasakan, aku selalu ingin dekat dengan mu dan selalu merasa nyaman saat bersamamu, tapi kalau terlalu dekat banget begini anehnya, malah jadi gak nyaman," jelas Mentari.     

Dan seketika Alvin melepaskan tangannya dari wajah Mentari.     

"Kamu, deg-degan ya?" tanya Alvin polos.     

"Iya, Vin. Makanya jangan pegang-pegang terlalu dekat begini, aku grogi."     

Ucapan Mentari sangatlah jujur. Dan saat ini wajah Mentari kembali terlihat polos. Sama seperti saat pertama kali mereka bertemu.     

"Jadi, begitu ya. Kok sama ya, Tari. Aku juga kadang masih grogi kalau terlalu dekat dengan mu,"     

"Terus kita harus berjauh-jauhan gitu?"     

"Ya, enggak juga sih. Kita tetap harus berdekatan. Masa pacaran jauh-jauhan,"     

      

Tak terasa waktu pun berjalan dengan cepat, sekarang sudah masuk jam 10 malam, hampir dua jam telah mereka lalui di restoran ini.     

Tapi bagi mereka berdua terasa seperti baru 5 menit saja.     

"Eh, udah jam 10 nih, ayo cepat pulang, aku takut nanti om Dimas, bakalan marah!" tukas Mentari yang terlihat sangat panik.     

"Udah, tenang aja, jangan panik aku udah bilang ke om Dimas, kok. Kalau kita bakalan telat dan dia aku juga udah share lokasi ke om Dimas, kalau kita berada di tempat ini. Biar dia percaya kalau kamu baik-baik aja bersamaku," tutur Alvin.     

"Serius?"     

"Iya, Tari."     

      

Dan setelah itu mereka pun pulang, Alvin mengantarkan Tari pulang ke rumahnya.     

"Aku langsung pulang ya?" tanya Alvin.     

"Iya, hari-hati ya, Vin."     

"Iya, Tari. Kamu juga, soalnya sekarang di rumah kamu ada Sandra, jadi kamu harus bisa menjaga diri dengan baik." tukas Alvin berpesan kepada Mentari.     

"Iya, Vin."     

      

Dan Alvin pun pulang dengan mengendarai motornya, lalu Mentari masuk ke dalam rumahnya.     

Dan di dalam sudah ada Yuni yang bersiap menyambutnya.     

Ceklek!     

      

"Eh, Non Tari, baru pulang," sapa Yuni.     

"Iya, Mbak Yuni,"     

"Mau di siapin makan?" tanya Yuni.     

"Ah, enggak, Mbak, Tari baru aja makan malam sama Alvin" jawab  Mentari.     

"Ciye, so sweet banget nih," ledek Yuni.     

"Ah, Mbak Yuni, bisa aja deh ngeledekinnya,"     

"Ya, gak apa-apa dong, namanya juga anak muda, Mbak Yuni dulu juga gitu malah dulu pacarnya Mbak Yuni, ada 2 lo,"     

"Wah, serius?"     

"Iya, dong. Gini-gini Mbak Yuni dulu kembang desa lo," tukas Yuni penuh bangga.     

"Ah iya, deh Tari percaya. Mbak Yuni emang cantik banget. Kecantikannya juga gak luntur sampai sekarang," puji Mentari.     

"Haha, gitu dong! Eh, ngomong-ngomong, beneran udah kenyang nih, Non Tari?"     

"Iya, Mbak Yuni, Tari beneran kenyang banget,"     

"Ok, kalau gitu, Non Tari langsung tidur aja gih," ujar Yuni.     

"Iya, Mbak."     

      

Dan dari lantai atas, tampak Sandra mengintip pembicaraan Mentari dan juga Yuni.     

Sandra tampak sangat kesal sekali.     

Yuni begitu baik kepada Mentari, karna dulu selama ada dia dan ibunya Mentari tidak pernah di perlakukan seperti ini.     

Baginya Mentari tidak pantas mendapatkan ini semua.     

"Sekarang kamu bisa berlaku seperti, Tuan Putri, tapi lihat saja suatu hari nanti, akan aku buktikan siapa Tuan Putri yang sesungguhnya!" ujar Sandra.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.