Bullying And Bloody Letters

First Kiss Part2



First Kiss Part2

0"Ya, habisnya mau gimana lagi, nanggung, kan, kalau gak selesai hari ini juga," jawab Mentari.     
0

"Iya, deh,"     

Perlahan Alvin membelai rambut Mentari dengan lembut.     

      

Dan setelah itu dia memegang wajah Mentari dengan kedua tangannya.     

"Tari, boleh enggak?" tanya Alvin.     

"Boleh apa, Vin?" tanya balik Mentari dengan polosnya.     

"Emm, yang tadi siang," jawab Alvin.     

"Hah, yang tadi siang ...?" Mentari nampak bingung dan menggaruk-garuk kepalanya.     

"Yang ini, Tari,"     

Cuuup....     

Alvin mencium bibir Mentari dengan hangat.     

Sedikit melumatnya dengan lembut, netra Mentari melebar tajam karna ini adalah ciuman yang pertama bagi Mentari, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.     

      

Jantung Mentari, berdetak sangat kencang sekali bahkan kali ini benar-benar serasa ingin copot.     

Dan tubuhnya terasa lemas karna tak bisa berbuat apa-apa, dia ingin menolaknya, tapi dia tidak tega melihat wajah Alvin.     

Dan dalam hatinya sangat takut jika ada orang yang melihatnya.     

Tapi melihat Alvin yang terlihat menikmatinya, akhirnya Mentari pun juga mulai menikmatinya.     

      

      

Lalu dari dalam rumah tampak terdengar suara orang yang membuka pintunya.     

"Ah, itu pasti, Mbak Yuni!" tukas Mentari dan segera melepaskan ciumannya dari Alvin.     

      

Dan benar saja tak lama Yuni keluar dari dalam rumah, memang tampaknya dia sedang menunggu kedatangan Mentari.     

"Iya, itu, Mbak Yuni, yasudah Tari, aku pulang dulu ya," ujar Alvin.     

"Iya, hati-hati, Vin" jawab Mentari.     

Sambil melambaikan tangannya Mentari perlahan berjalan memasuki gerbang rumahnya.     

"Eh, tumben baru pulang sih, Non?" tanya Yuni.     

"Iya, Mbak! Tadi ngerjain tugas dulu," jawab Mentari.     

"Owe, yasudah, Non Tari, Mandi dulu ya, biar  Mbak Yuni, bikinin teh hangat,"     

"Iya, Mbak Yuni, makasi ya!"     

"Iya,"     

      

Saat hendak memasuki kamarnya, kembali Mentari bertemu dengan Sandra.     

Entah apa lagi yang sudah di rencanakan Sandra hari ini, yang jelas dia sudah berdiri di depan pintu kamar Mentari dengan senyuman yang mengandung banyak arti.     

"Baru pulang?" tanya Sandra.     

"Iya, Kak," jawab Mentari.     

"Kak Sandra, belum tidur?" tanya Mentari yang berbasa-basi, karna dia tidak tahu harus bertanya apa lagi, suasananya benar-benar tidak nyaman.     

"Oh, belum. Kan baru jam delapan," jawab Sandra dengan santai.     

"Ah, iya juga ya, yasudah Tari masuk kamar dulu ya, Tari mau mandi," ujar Mentari.     

Lalu Mentari membuka kunci pintu kamarnya, namun saat hendak memasukinya, tiba-tiba Sandra memegang lengan tangan Mentari.     

"Tari," tukasnya.     

"Iya. Ada apa lagi, Kak?"     

"Kok, akhir-akhir ini kamu itu kayak menghindar dariku ya?"     

"Ah, masa ...?" tanya Mentari.     

"Hummm, apa kamu masih juga meragukan ketulusanku, yang sudah meminta maaf kepadamu dan juga ingin berbaikan kepadamu?"     

"Ah ... mungkin itu hanya perasaan, Kak Sandra saja," sangkal Mentari.     

"Benarkah?" Sandra melepaskan lengan tangan Mentari dan dia gantian merangkul pundak Mentari.     

"Kalau begitu, apa kamu mau ngobrol sebentar dengan ku?" tanya Sandra.     

"Bu-bukanya kita ini sudah mengobrol ya?" tanya Mentari.     

"Ah, iya sih ... tapi aku ingin lebih akrab lagi dengan mu. Karna bagaimana pun juga kita ini bersaudara. Jadi aku ingin mengajakmu pergi makan, malam ini juga," ujar Sandra.     

      

'Kak Sandra, pasti sudah merencanakan sesuatu untukku' batin Mentari.     

"Gimana, Tari? Mau, 'kan?"     

"Ah, gimana ya? Tapi—"     

"Please, Tari. Ayo pergi denganku, lagian kamu tahu, 'kan kalau sekarang aku sudah tidak punya siapa pun. Teman-temanku sudah membenciku, karna mengetahui aku berbohong soal dirimu?"     

Sandra terus merayu Mentari agar mau pergi dengannya, bahkan dia juga sampai memasang wajah memelas agar Mentari mau menuruti ajakannya.     

      

Tapi nampaknya Mentari benar-benar tidak bisa percaya begitu saja kepada Sandra.     

Terlebih Sandra sudah banyak berbohong dan terus berusaha membuatnya celaka.     

      

'Aka gak enak kalau menolak ajakan, Kak Sandra, tapi aku juga tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapannya, kan?' batin Mentari.     

"Maaf, Kak Sandra, mungkin lain kali aja ya?" tukas Mentari, yang berusaha menolak ajakan Sandra dengan sopan.     

      

Terlihat raut kecewa di wajah Sandra, sekarang Mentari tidak sebodoh dulu yang selalu dengan mudahnya dia tipu dan dia manfaatkan.     

'Dia sudah tidak sebodoh dulu rupanya, dan sebaiknya aku tidak boleh gegabah, aku harus sabar dan merebut kepercayaannya secara perlahan-lahan.' batin Sandra.     

"Ah, begitu ya. Em ... mungkin karna kamu masih capek kali ya?" Sandra melepaskan rangkulannya dari pundak Mentari.     

"Ok, aku bisa mengerti kalau kamu gak mau pergi denganku malam ini. Aku berharap mungkin suatu saat nanti, kamu akan menerima ajakanku, dan kita bisa akrab selayaknya saudara sebagaimana mestinya," ujar Sandra.     

Lalu Sandra meninggalkan Mentari dan kembali ke kamarnya.     

"Selamat malam, dan selamat tidur Mentari," ucap Sandra dengan ramah sambil tersenyum manis.     

      

Seketika Mentari terdiam sesaat dengan perasan bingung dengan sikap Sandra barusan.     

"Kak Sandra, itu sedang berakting atau memang benar-benar tulus ingin berubah sih?" gumam Mentari.     

Lalu dia segera masuk kedalam kamarnya.     

      

      

Setelah selesai mandi, Mentari segera meraih ponselnya, karna sejak tadi layarnya menyala terus seperti banyak notifikasi yang masuk.     

      

Dan benar saja, setelah dia membuka kunci layar ponsel.     

Banyak sekali pesan masuk dari Alvin.     

      

'Selamat malam, Tari, lagi apa?'     

'Aku baru aja sampai rumah ni, kamu udah mandi belum?'     

'Kangen. Dan yang tadi bakalan terbawa sampai mimpi nampaknya'     

'Eh, kok gak di balas-balas sih?'     

'Kamu lagi sibuk ya?'     

'Awas ya, kalau sampai chating sama cowok lain aku marah lo'     

      

"Ya ampun, Alvin aku gak nyangka kamu sampai segitu nya ke aku. Kamu posesif banget sama aku haha!"     

Tak sadar Mentari malah tertawa-tawa sendirian di kamarnya.     

Hanya karna membaca pesan chat dari Alvin.     

Alvin yang terlihat keren dan dingin dengan wanita itu ternyata bisa juga bertingkah kekanakan seperti ini.     

Dan ini terasa manis sekali bagi Mentari.     

Mentari merasa terharu, dia tidak menyangka bisa diperlakukan seperti ini oleh seorang Alvin.     

      

Drrt ....     

Clung....     

Kembali terdengar notifikasi dari ponselnya.     

      

      

'Tari... kok cuman di baca doang?'     

'Mana balasannya?'     

'Kamu lagi apa sih?'     

'Kayaknya sibuk banget'     

'Awas ya, kalau lagi chating sama cowok lain, aku bakalan marah'     

Serangan pesan beruntun terus dari Alvin membuat ponsel Mentari tidak berhenti berbunyi.     

      

"Ya ampun ni anak, kalau gak aku balas selamanya bakalan bunyi terus ponsel ku! Dasar Alvin!"     

Dan tanpa segan-segan akhirnya Mentari pun langsung menelpon nomor Alvin.     

      

"Hallo! Alvin!" sapa Mentari dari telepon.     

"Hallo, Tari. Kok malah telepon sih? Bukanya balas chat ku dulu," ujar Alvin.     

"Tangan aku pegel, Vin, kalau balas chat kamu satu persatu. Soalnya banyak banget mending telepon aja." Jawab Mentari.     

"Tapi—"     

"Katanya kangen?"     

"Iya, sih hehe!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.