Bullying And Bloody Letters

Begadang



Begadang

0Jam menunjukkan pukul Sepuluh malam, dan Mentari masih mengobrol lewat telepon bersama Alvin.     
0

"Vin, udah malam deh, besok kita, kan sekolah. Takut telat kalau kita bergadang begini," ujar Mentari.     

"Tapi, aku masih kangen, Tari." Keluh Alvin.     

"Kan, tadi kita udah ketemu, sekarang udah teleponan, dan besoknya kita juga keremu lagi," ujar Mentari.     

"Ya, tapi masih, kangen, Tari."     

"Ah, Alvin udah dong, manjanya. Kamu itu harus banyak istirahat dan belajar, kamu kan udah mendekati ujian nasional. Jadi jangan banyak begadang dong!" oceh Mentari.     

"Hmmm, iya deh, Mami Tari,"     

"Ih, kok, mami Tari, sih?"     

"Ya abisnya kamu kalau begini, mirip Mama aku kalau lagi ngocehin aku,"     

"Ih, apaan sih, Alvin bisa aja deh,"     

"Yaudah deh, kalau kamu udah ngantuk, sampai ketemu besok, Tari. Muaah!"     

"Iya, Alvin, bye ...."     

"Tunggu!" teriak Alvin.     

Tut tut tut....     

Telepon pun sudah terputus, dan Mentari sudah berbaring bersiap untuk tidur.     

      

Drrtt....     

Kembali ponsel Mentari bergetar.     

"Ah, si Alvin ngapain lagi sih?" gumam Mentari.     

"Halo, ada apa lagi, Vin?" tanya Mentari.     

"Ah, Tari, ada yang lupa nih,"     

"Lupa apa sih, Vin?"     

"Kiss,"     

"Hah?!"     

"Iya, kiss, masa gak denger sih?"     

"Tapi—"     

"Ayo dong, Tari, biar kelihatan romantis," mohon Alvin.     

Huuftt ... Mentari mendengus kesal, dia tampak keberatan dengan permintaan Alvin itu.     

Sebenarnya bukan keberatan sih, tapi lebih ke malu.     

Mentari belum terbiasa dengan hal ini.     

Dan tentu saja, hal itu membuatnya merasa aneh, dan agak geli kalau membayangkannya lewat ponsel.     

"Vin, gak usah ya?"     

"Ih, harus dong, ini ritual kita kalau mau tidur," jelas Alvin.     

"Hah?! Ritual macam apa ini?"     

"Ya pokonya harus bilang 'muaaah' dulu kalau mau tutup telepon!" paksa Alvin.     

"Hah?!"     

"Ayo, Tari, kalau enggak aku bakalan telepon sampai pagi lo!" ancam Alvin.     

      

Dan akhirnya hati Mentari pun mulai luluh, dan dia menuruti apa ucapan Alvin.     

"Ya ampun harus banget ya  kayak begitu," keluhnya sambil memejamkan matanya.     

"Ok, tapi habis ini jangan telepon lagi ya!" tukas Mentari.     

"Ok, aku merem deh," ujar Alvin.     

"Selamat malam, Alvin, semoga mimpi indah, i love you muaaah ...." Ucap Mentari dengan terpaksa.     

 Rasanya seperti sedang melakukan hal yang sangat memalukan dirinya sendiri.     

Mungkin bagi sebagian orang terlihat biasa saja, tapi baginya ini luar biasa. Karna dia memang tidak pernah melakukannya.     

"Astaga, aku tadi lagi ngapain sih?" gumam Mentari sambil mematikan ponselnya.     

      

      

Tut tut tut....     

Dan akhirnya  selesai juga Mentari mengikuti ritual konyol yang di buat oleh Alvin.     

Mentari kembali berbaring dan menarik selimutnya hingga menutup tubuhnya sebatas dada.     

Lalu Mentari menaruh ponselnya di atas meja samping tempat tidurnya.     

      

"Huuft akhirnya aku bisa tidur juga," ujar Mentari.     

Tapi baru akan memejamkan matanya, tiba-tiba Cinta datang menghampirinya.     

      

Cinta mencolek kening Mentari dengan pelan.     

Dan seketika Mentari yang baru saja memejamkan matanya itu kembali terjaga.     

"Akhh, Cinta!" teriak Mentari yang kaget.     

"Kamu ngapain ke sini? Bikin kaget saja!" ujar Mentari.     

Dan Cinta pun malah tertawa-tawa melihatnya.     

Sepertinya Cinta sedang meledek dirinya yang baru saja resmi berpacaran dengan Alvin.     

"Kamu, nertawain aku ya?" tanya Mentari.     

Dan seketika Cinta berhenti tertawa, lalu dia menunjuk ke arah cincin yang melingkar di jari manis Mentari.     

Cinta berkata, jika dia sangat bahagia karna akhirnya, cincin itu bisa ada di jari Mentari.     

Dan Cinta juga berkata dengan bahasa isyaratnya, jika cincin itu sangat cantik melingkar di jari Mentari.     

Dia sangat bahagia Mentari  dan Alvin akhirnya bisa berpacaran.     

Karna selama ini dia tahu jika Alvin sudah sekian lama memendam perasaan cintanya terhadap Mentari.     

      

Mentari hanya mengetahui sedikit-sedikit dengan apa yang sudah di sampaikan oleh Cinta.     

Dan akhirnya Mentari kembali duduk di kasurnya, lalu dia berkata bahwa dirinya sangat berterima kasih kepada Cinta. Karna berkat Cinta.     

Dia dan Alvin bisa bersatu kembali dan bisa mengatakan perasaan masing-masing.     

"Cinta, terima kasih banyak ya, karna berkat kamu, akhirnya Alvin bisa mengatakan segala perasaannya kepadaku. Dan tentunya aku juga bisa mengatakan bagaimana perasaanku terhadap, Alvin. Sekali lagi aku berterima kasih untuk itu" tutur Mentari, sambil memegang pundak cinta dengan lembut.     

"Dan makasi juga, selama ini kamu selalu menolongku dari orang-orang yang jahat kepadaku, yah, walaupun terkadang kamu membalas mereka secara berlebihan. Tapi aku tahu, semua itu kamu lakukan demi kebaikanku. Jadi sekali lagi aku ucapkan terima kasih," ucap Mentari     

Dan Cinta mengembangkan sebuah senyuman dari bibirnya yang manis.     

Dan setelah itu dia menghilang dari hadapan Mentari.     

      

"Ya sudah sana pergi, jangan ganggu aku lagi ya, aku sekarang aku mau tidur dulu!" ujar Mentari.     

      

***     

      

Esok harinya, Mentari baru saja terbangun dari tidurnya dengan wajah yang panik.     

Karna semalam dia yang terlalu lama begadang dan asyik mengobrol bersama Alvin, paginya jadi bangun kesiangan begini.     

Apa lagi jam sudah menunjukkan 09:00.     

"Ya ampun aku sampai kesiangan begini!" tukasnya sambil meraih handuk dari hanger.     

      

Tok tok tok!     

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamarnya.     

"Non! Non Tari!" panggil Yuni dari luar kamar.     

"Duh, Mbak Yuni, kenapa baru banguni sekarang sih?!" keluh Mentari.     

Dan karna menurutnya waktu sekolah sudah tidak mungkin terkejar akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintunya dulu.     

Dan menaruh kembali handuknya.     

      

Ceklek!     

"Ada apa, Mbak?" tanya Mentari.     

"Yang lain sudah menunggu, Non Tari, di meja makan,"     

"Loh, emang, mereka belum berangkat?"     

"Berangkat, kemana?" tanya balik Yuni.     

"Sekolah, dan om, kerja," ujar Mentari.     

"Tapi hari ini kan—"     

"Mbak Yuni, kenapa hari ini gak bangunin, Tari? Kan Tari jadi telat," keluh Mentari.     

"Non Tari, hari ini kan tanggal merah!," tukas Yuni.     

"Hah?!" Mentari pun kaget dan segera mengecek kalender di atas mejanya.     

Dam benar saja, hari ini adalah tanggal merah.     

      

"Ya ampun!" Mentari sampai memeluk keningnya sendiri.     

"Kok bisa sih aku linglung begini!?" ujar Mentari.     

Dan Yuni pun tertawa mendengar ucapan Mentari.     

"Non Tari, semalam bergadang ya?"     

"Loh kok, Mbak Yuni, bisa tahu sih?"     

"Bisa dong, soalnya kelihatan tuh mata pandannya sampek item banget,"     

"Hah?!"     

Seketika Mentari langsung berkaca, tapi ternyata ucapan Yuni itu tidak benar.     

"Ah mana mata panda? Gak ada tuh?" tukasnya.     

"Haha! Ya ketipu!" ledek Yuni.     

"Ih, Mbak Yuni, jahat!"     

"Makannya dong, Non, jangan kebanyakan begadang mentang-mentang baru pacaran, gak baik buat kesehatan tahu," tukas Yuni yang menasehati.     

Dan Mentari pun malah tersipu malu, karna Yuni bisa menebak dengan benar tentang apa yang ia lakukan semalam.     

      

Dan setelah itu Mentari pun turun ke bawah untuk menghampiri Dimas dan Sandra yang hendak sarapan bersama.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.