Bullying And Bloody Letters

Bermalam Di Rumah Sakit



Bermalam Di Rumah Sakit

0Suasana malam di dalam kamar inap rumah sakit, tampak Mentari masih tertidur pulas, dengan selang infusan yang masih menancap di lengan tangannya.     
0

      

Alvin dan Laras juga masih berada di dalam ruangan itu.     

"Vin, aku kayaknya harus pulang sekarang deh," ujar Laras.     

"Loh, emang kenapa?" tanya Alvin     

"Nenek ku sedang sakit, dan sekarang Papa dan Mamaku akan pergi ke sana," jawab Laras.     

"Oh, begitu ya, yasudah kamu pulang saja kalau begitu," tukas Alvin.     

"Iya, Sorry ya, Alvin. Aku gak bisa temani kamu jagain Mentari malam ini."     

"Iya, gak apa-apa kok, Ras."     

"Oww, Om Dimas kok belum datang juga sih?" tanya Laras.     

"Oh, tadi om Dimas baru aja telepon aku, dan dia bilang harus pergi ke Bandung hari ini juga, karna ada urusan bisnis yang sangat penting dan tidak bisa di tinggalkan sama sekali," tutur Alvin.     

"Yah, itu artinya kamu bakalan sendirian sekarang,"     

"Iya,"     

"Yah, kasihan,"     

"Kenapa kasihan, kan aku sama Tari, malah tidak ada yang mengganggu," Alvin  pun tampak tersenyum kepada Laras.     

"Huh, dasar kamu ini, Vin. Awas ya kalau sampai berbuat macam-macam sama Tari!" ancam Laras.     

"Iya, Laras, tenang aja! Aku ini laki-laki baik-baik kok!" tukas Alvin penuh bangga.     

"Ah, iya, deh kalau begitu, bener ya, jangan macam-macam!"     

"Iya, Laras!     

      

Dan akhirnya Laras pun pergi meninggalkan Alvin dan Mentari yang masih tertidur pulas.     

"Yaudah, kalau gitu aku pulang duluan ya, salam buat Tari," ujar Laras sambil melangkah pergi.     

"Iya, Ras! Hati-hati ya,"     

"Ok!"     

      

      

      

Dan tak berselang lama Mentari mulai terbangun dari tidurnya, dan dia mendapati Alvin sedang menaruh kepalanya di samping tempat tidur dan tengah tertidur lelap.     

"Alvin," tukas Mentari dan dia mengelus rambut Alvin.     

Dia memandangi wajah Alvin yang tampak kelelahan karna sudah menunggunya.     

'Kasihan Alvin, pasti dia capek banget'     

Lalu Mentari pun terduduk di atas tempat tidur.     

Lalu dia mengecup kening Alvin, dan dia kembali mengelus rambutnya Alvin lagi.     

Saat itu Alvin pun terbangun, lalu dia mengangkat kepalanya dan meraih tangan Mentari.     

Kemudian dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Mentari.     

"Alvin, kamu mau apa?!" tanya Mentari gugup.     

Alvin pun tersenyum lalu merapikan rambut Mentari.     

Dia hendak mengecup bibir manis Mentari, tapi Mentari menghalaunya.     

"Stop!" tukas Mentari.     

Dan Alvin pun menghentikan niatnya itu.     

"Kenapa?" tanya Alvin.     

"Ka-mu mau cium aku ya?"     

"Iya!" jawab Alvin singkat.     

"Jangan sekarang ya,'     

"Kenapa?"     

"Ini, rumah sakit, Vin,"     

"Ya iya rumah sakit, yang bilang sekolahan siapa?"     

"Ya, tapi malu dong kalau kita ciuman di sini terus ada suster, gimana?"     

Alvin pun tersenyum mendengar ucapan Mentari itu.     

"Haha, tenang aja, cuman bentar kok, kayak gini,"     

Cuppp.....     

Alvin mendaratkan ciumannya ke bibir Mentari, tapi hanya sesaat lalu dia melepasnya dan kembali mengelus rambutnya.     

"Huuuftt... tidur lagi gih, kamu mau tidur di sebelah ku?" tanya Mentari.     

"Tidur di sebelahmu?"     

"Iya!" Mentari mengangguk-anggukan kepalanya.     

"Waduh," Alvin menepuk keningnya sendiri.     

"Loh, kenapa, aku kan kasihan kalau melihat kamu tidur sambil duduk begitu, pasti kamu kan pegel banget," tutur Mentari yang begitu jujur     

      

'Tari, itu benar-bena polos banget ya' batin Alvin.     

"Gak apa-apa, aku tidur sambil duduk, soalnya kalau tidur satu kasur bisa berbahaya," tukas Alvin.     

"Hah?! Bahaya? Emang kalau tidur kamu gak bisa diam banget ya?" tanya Mentari lagi-lagi dengan wajah polosnya.     

"Bisa, Tari, tapi takutnya malah kebablasan, kita ini kan beda jenis kelamin, kalau terlalu dekat-dekat bisa bahaya, tegangan Listrik bisa tinggi," jelas Alvin.     

      

Mentari pun terdiam sesaat, karna saking polosnya, dia tidak bisa langsung menangkap pembicaraan Alvin itu.     

Tapi semakin lama dia berpikir, dia mulai mengerti tentang ucapan Alvin itu.     

"Ok, kalau begitu, kamu tidur di tempat yang tadi aja ya, gak apa-apa ya, pegal dikit," ujar Mentari dengan wajah sedikit takut dan juga malu.     

      

Akhirnya, Mentari kembali menarik selimutnya hingga menutup sampai ke bagian leher, lalu dia mulai memejamkan matanya.     

      

Dan Alvin masih tidur di tempat awalnya.     

Duduk dan menaruh kepalanya di atas tempat tidur Mentari.     

Mereka berdua sama-sama memejamkan matanya, mereka berdua tertidur lagi.     

      

Beberapa detik kemudian. "Aduh... leher ku," keluh Alvin sambil mengelus-elus bagian. Lehernya, dan juga bagian pundaknya.     

"Ah, pegel banget, aduhh," Alvin memijit-mijit punggungnya sendiri.     

Dan dia melihat Mentari masih tertidur pulas, dengan posisi tubuh yang miring.     

Masih ada cela yang kosong, mungkin kalau dia tidur ke atas kasur, maka punggungnya akan sedikit merasa nyaman dan juga rasa sakit di punggung dan lehernya akan berkurang.     

      

"Ah, pindah ke atas jangan ya?" ujarnya sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri.     

"Tapi aku takut—" Hufft, Alvin mengelus-elus dadanya sendiri, "tenang, pasti aku bisa kok, melawannya, aku ini kan gini-gini cowok alim lo," puji Alvin kepada dirinya sendiri.     

      

Akhirnya dia memutuskan untuk pindah tidur ke atas kasur, bersama dengan Mentari  tentunya untuk meluruskan otot-ototnya.     

      

Pelan-pelan Alvin menaiki kasur itu, agar Mentari tidak terbangun karna kehadirannya.     

"Ah, di sini ah,"     

Alvin menari selimut Mentari, dan mereka berdua tidur dalam satu selimut, dan di saat itu tiba-tiba Mentari membalikkan badanya, yang awalnya memunggungi Alvin  kini dia berbalik menghadap Alvin.     

Dan tak hanya itu, Mentari juga tak segan memeluk tubuh Alvin, karna dia mengiranya guling.     

Karna Mentari terbiasa tidur dengan guling dalam pelukan.     

      

'Tari, kok pakek ngadep kesini sih?' batin Alvin.     

Seketika jantung Alvin berdetak dengan kencang, sementara Mentari masih asyik tertidur pulas, dan memeluk erat tubuh Alvin.     

      

Sekarang yang jadi masalah bagi Alvin, bukan lagi punggung dan lehernya yang sakit, tapi jantungnya yang berdebar nyaris copot.     

Alvin terus menahan rasa deg-degam itu selama beberapa jam, hingga pada akhirnya, matanya tak sanggup lagi menahan kantuk, kemudian dia tertidur.     

      

      

      

      

Esok harinya, Mentari yang baru saja membuka mata, tiba-tiba di kagetkan dengan guling yang dia peluk berubah menjadi Alvin.     

"Astaga!" Mentari pun langsung terbangun dan dia melihat di bagian pakaiannya, ternyata masih rapi.     

Dia baru ingat rupanya masih berada di rumah sakit.     

"Tadi malam, Alvin bilang gak mau satu kasur denganku  tapi kenapa dia bisa tidur di sini?"     

Dengan segera Mentari membangunkan Alvin, karna dia takut, jika keburu suster datang dan memergoki mereka yang tidur dalam satu kasur, tentu saja itu akan membuat mereka menjadi malu.     

      

"Vin, Vin. Bangun, Vin," panggil Mentari sambil menepuk-nepuk wajah Alvin.     

Alvin pun sampai kaget, dan tepat saat itu juga, terdengar seseorang membuka pintu ruangan rawat inap itu.     

"Itu, pasti kalau bukan suster pasti om Dimas!" ujar Mentari.     

Dan Alvin segera lompat dari atas kasur.     

      

"Fuuuh... hampir saja!"     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.