Bullying And Bloody Letters

Pesan Beruntun Dari Alvin



Pesan Beruntun Dari Alvin

0Dan tak berselang lama, Dimas masuk ke kamar inap rumah sakit.     
0

"Tari, gimana keadaannya?" tanya Dimas.     

"Eh, Om Dimas, udah mendingan kok, perutnya udah gak terlalu nyeri lagi." Jawab Mentari.     

"Oww, begitu ya, syukur deh, itu artinya kamu akan segera pulang dari rumah sakit,"     

"Iya, Om,"     

      

"Alvin, makasi ya udah mau temani Mentari semalaman, dan maaf om malah pergi, mau suruh Yuni juga sedang pulang kampung, karna mendadak ibunya sakit," jelas Dimas.     

"Iya, Om. Santai aja," jawab Alvin.     

      

Sekitar satu malam  lagi Mentari masih  harus menginap di rumah sakit, dan dia akan pulang di ke esokkan harinya.     

"Rasanya udah bosan banget, nginep dua malam di sini, aku pengen pulang," ujar Mentari.     

"Ya, sabar dong, Tari." ucap Alvin.     

"Eh, Alvin. Kamu pulang aja sekarang, kamu, 'kan harus selolah, dan biarkan Tari, Om Dimas yang, jagain. Karna om udah ambil cuti lagi hari ini," tukas Dimas.     

"Iya, Vin. Om Dimas benar. Kamu gak boleh sering-sering bolos, kamu kan udah kelas Tiga, jadi kamu harus lebih giat lagi belajarnya, Alvin."     

"Iya, Mami Tari," jawab Alvin.     

Dan Mentari mencubit perut Alvin, dan berbisik di telinga Alvin.     

"Apa, sih, Alvin, ada Om Dimas, tuh," bisik Mentari. Dan seketika Alvin menutup mulutnya dengan tangan secara reflect.     

"Upps, hihi,"     

"Huh, kamu nih, bikin malu aja deh," tukas Mentari, sambil menyikut perut Alvin kembali.     

"Sakit, Tari."     

      

      

***     

Esok sorenya.     

Mentari sudah di perbolehkan pulang, tapi dia masih belum bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, dia di haruskan untuk beristirahat dirumah saja.     

      

Dimas, menjemput Mentari dari rumah sakit, dan di rumah Yuni, sudah bersiap menyambutnya.     

Wanita berusia 30 tahunan itu tampak sangat menghawatirkan kondisi Mentari.     

Karna saat kejadian dia tidak berada di samping Mentari, dan bahkan dia juga tidak bisa menjaga Mentari saat berada di rumah sakit, karna ibunya sendiri juga sedang sakit.     

      

"Akhirnya, Non Tari, pulang juga, Mbak khawatir banget sama Non Tari," ujar Yuni.     

"Iya, Mbak Yuni,"     

"Maaf ya, Non, kemarin Mbak Yuni gak bisa jagain Non Tari, di rumah sakit,"     

"Iya, Mbak, gak apa-apa kok, terus gimana kondisi Ibunya, Mbak Yuni?"     

"Oh, baik kok, udah mendingan, makanya Mbak Yuni langsung kemari," ujar Yuni.     

      

Dan Yuni pun membantu, membawakan barang-barang Mentari masuk ke dalam kamar dan tepat saat itu juga Mentari berpapasan dengan Sandra.     

Sandra menatap Mentari, dan mulai tersenyum, sepertinya Sandra hendak menyapanya, tapi belum sempat menyapa, Mentari malah sudah masuk duluan ke dalam kamarnya.     

"Ayo, Mbak!" ucap Mentari mengajak Yuni agar segera masuk ke dalam kamarnya.     

      

Dan Sandra pun tampak sangat kecewa karna hal itu.     

Rasanya dia ingin sekali menghabisi Mentari saat ini juga, tapi dia harus menahannya.     

'Sial gara-gera peristiwa kemarin aku jadi gagal mendapatkan kepercayaan dari Mentari' batin Sandra.     

      

Dan dengan wajah yang kecewa bercampur kesal Sandra pun kembali masuk ke dalam kamar.     

"Ingat ya, Tari, aku tidak akan membiarkan mu hidup lebih lama, dan entah kapan pun itu, akan aku pastikan kamu pasti mati, dan kedudukan mu saat ini tergantikan oleh ku!" tegas Mentari.     

      

Sandra pun segera meraih ponselnya dan memesan racun lewat toko online.     

"Kalau aku tidak bisa mencelakainya dengan pisau, mungkin aku bisa membunuhnya dengan racun!" ujarnya.     

Dan dia pun memesan beberapa jenis racun yang di jual secara ilegal.     

      

      

      

***     

      

Sementara itu, Mentari dan Yuni masih berada di dalam kamar Mentari.     

"Perutnya masih sakit banget ya, Non?" tanya Yuni.     

"Udah mendingan kok, Mbak, gak terlalu sakit banget, asal jangan kesenggol aja" jelas Mentari.     

"Duh, kok bisa begitu sih, Non. Main ke pantai kok, malah perutnya bisa terluka?"     

"Ah, gak tahu, Mbak.  Tari juga gak habis pikir,"     

"Yasudah, pokonya, Non Tari, itu harus bisa jaga diri, terutama saat di rumah hanya dengan Non Sandra, saja,"     

"Iya, Mbak Yuni," jawab Mentari.     

"Jangan, iya-iya aja, Non. Tapi harus benar-benar di lakuin, karna Non Sandra itu benar-benar sangat berbahaya!" cantas Yuni.     

"Iya, Mbak Yuni, dan terima kasih sudah mengingatkan Tari."     

      

Dan setelah itu, Yuni pun merapikan kembali barang-barang Mentari, seperti menaruh pakaian-pakaian kotor pada tempatnya  dan membuatkan minuman hangat untuk Mentari.     

"Sekarang, Non Tari, istirahat ya, Mbak Yuni, mau ke belakang dulu," ujar Yuni.     

"Iya, Mbak Yuni , terima kasih ya," ujar Mentari.     

"Iya, Non. Kalau ada perlu apa-apa bilang aja,"     

"Iya, Mbak,"     

      

      

Setelah Yuni kembali, tiba-tiba gawai Mentari menyala sendiri.     

Ada sebuah pesan masuk dari Alvin.     

      

Drrrt....     

Clung clun clung     

Suara ponsel hampir tak berjeda saat pesan beruntun dari Alvin menyerang ponsel Mentari.     

      

'Malam, Tari,'     

'Maaf ya, tadi gak bisa jemput, aku baru pulang nih,'     

'Ada pelajaran tambahan 3 mata pelajaran sekaligus!'     

'Aku jadi pulang telat, dan gak bisa jemput kamu,'     

'Tari kamu lagi apa? Aku kangen nih?'     

'Sampai rumah jam berapa?'     

'Aku pengen banget ketemu kamu, tapi udah malam, gak enak sama om Dimas'     

'Terpaksa harus menahannya sampai besok,'     

      

      

Semakin banyaknya pesan yang di kirimkan oleh Alvin, membuat Mentari sampai kewalahan membalasnya.     

"Ni orang, kirim pesan banyak banget, aku kan jadi bingung harus balas yang mana dulu," gumam Mentari.     

      

Derrt....     

Clung clung clung ....     

Kembali suara ponsel itu terus-terusan bersahut-sahutan tanpa jeda.     

      

'Tari, pesannya kok cuman di baca doang?'     

'Bales dong!'     

'Kamu lagi sibuk ya?'     

'Atau kamu masih sakit?'     

'Aduh, di balas dong, aku jadi khawatir banget nih!'     

'Awas ya kau chat sama cowok ganteng lainnya!'     

'Nanti aku marah lo!'     

"Ya ampun lagi-lagi, aku gimana balasnya coba, baru aja ngetik udah nada pesan masuk bunyi terus, huffftt dasar, Alvin!" gumam Mentari.     

Dan karna pesan beruntun dari Alvin itu terus muncul membuat Mentari menjadi sangat kewalahan.     

Akhirnya dia menekan tombol hijau untuk menelpon Alvin secara langsung.     

Dan ini sepertinya sebagai jurus pamungkas bagi Mentari untuk menghadapi pesan beruntun dari Alvin.     

      

Drrtt....     

"Hallo," sapa Mentari.     

"Hallo, Tari. Kamu selalu meneleponku di saat aku sedang ingin chating dengan mu," keluh Alvin.     

"Alvin, tangan aku bakalan pegel kalau bales pesan kamu satu persatu, Vin,"     

"Ah, masa? Kok aku kayak mengalami peristiwa dejavu ya?"     

"Dejavu apanya?"     

"Ya kamu beberapa hari yang lalu kamu juga bilang begitu kepadaku, 'kan Tari. Alasannya karna tangan pegel, bilang aja emang kangen dengar suara aku," ledek Alvin.     

      

"Huftt, bukan gitu, Alvin. Tapi emang kamu aja kalau ngirim pesan udah kayak ngajakin tawuran, banyak banget," ujar Mentari.     

"Ah, masa sih? Hehe,"     

"Ah, kamu ini, Vin. Kamu udah mandi belum?"     

"Emm, ya ... belum lah haha!"     

"Ih, jorok. Pantesan baunya sampai sini,"     

"Ah, masa sih!"     

"Mandi gih, jangan jorok begitu,"  cerca Mentari.     

"Gak apa-apa dong jorok, yang panting ganteng," ujar Alvin.     

"Ih, narsis banget,"     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.