Bullying And Bloody Letters

Pertemuan Keluarga



Pertemuan Keluarga

0"Kalau pun dia macam-macam, juga bakal aku lawan!" ujar Laras dengan penuh percaya diri.     
0

"Ya kamu jangan begitu juga, dong, Ras. Kamu itu tetap harus berhati-hati loh, karna dia itu gadis yang nekat!" pungkas Mentari . "Bukan gadis yang nekat, tapi memang dia itu cewek gila!" cantas Laras.     

"Nah itu tahu, kamu juga tahu, 'kan, hanya karna cemburu orang yang dia sukai memilih gadis lain, dia sampai membunuh seorang gadis baik seperti  Cinta!"     

"Iya, aku tahu, tapi tenang aja aku gak akan pernah seperti Cinta, aku bakalan lawan, bila perlu aku akan menjebloskannya ke penjara!"     

"Wah, gila ya kamu itu benar-benar pemberani ya!"     

"Iya, dong! Kita itu gak boleh mengalah dan selalu di bawah terus serta mudah di injak-injak, cewek jahat macam dia itu harus mendapat pelajaran!"     

"Tapi entah mengapa karna keberanianmu itu aku malah jadi takut,"     

"Takut kenapa sih, Tari! Gak ada yang perlu di takutkan!"     

"Dia itu psycopat, Ras! Kamu tahu kan dia bisa melakukan pembunuhan tanpa rasa bersalah sedikit pun, itu apa namanya kalau bukan Psikopat?"     

"Ya terus?"     

"Ya aku gak mau terjadi sesuatu denganmu!"     

"Tenang, gak akan terjadi sesuatu kepadaku, kamu tahu kan kalau aku ini bukan cewek yang lemah?"     

"Yah, aku tahu. Tapi tetap saja aku takut, gimana kalau dia sampai mencelakaimu, terus kamu kenapa-kenapa?!"     

"Udah, Tari. Slow. Dia gam bakal apa-apain aku!"     

      

Mentari pun terdiam sejenak dan berhenti mengocehi Laras, karna Laras terus melawannya.     

Tapi Mentari sungguh mengkhawatirkan keadaan Laras. Karna yang di lawan bukan  gadis biasa pada umumnya, tapi seorang gadis dengan gangguan jiwa yang punya segalanya.     

Bahkan Mentari juga sempat mengetahui tentang pertengkaran dua orang wanita yang ada di tengah jalan hingga menyebabkan satu wanita kecelakaan akibat di dorong oleh wanita yang satunya lagi dan terjatuh lalu terlindas truk.     

Bahkan wanita yang di duga wajahnya mirip dengan Melisa itu memang benar-benar Melisa yang artinya Melisa itu benar-benar sekejam itu, dan dia adalah gadis berdarah dingin. Baginya membunuh orang itu sudah biasa dan bukan masalah yang besar.     

Bahkan kasus yang heboh selama beberapa hari lalu itu, kini mendadak hilang dan tidak tahu kelanjutannya.     

Itulah yang membuat Mentari sangat takut.     

      

      

"Tari, kok diam sih?" tanya Laras.     

"Ya, habisnya kamu gak mau dengerin aku. Please jauhi kak Vero, Ras!"     

"Loh, kenapa? Dia kan temanku, dan temanmu juga, teman kita! Jadi kenapa harus menjauh?!"     

"Tapi  nyawamu jadi terancam! Dia itu gadis gila!"     

"Ok, Tari. Aku ngerti kok perasaan kamu. Ok aku akan berhati-hati. Tapi kalau menjauhi Vero, itu rasanya gak bisa. Aku itu ngefans sama kak Vero. Lagian kita udah berteman baik, kapan lagi, aku bisa jalan bareng dengan artis idola?!"     

"Huh! Terserah deh!" Mentari menggelengkan kepalanya sambil menyeruput minumannya.     

      

Tringg....     

"Eh, bel masuk tuh!" ujar Laras.     

"Iya, ke kelas yuk!" ajak Mentari.     

"Ayo! Eh, by the way, kok Alvin gak nyusulin kita ya?"     

"Iya, gak tau juga aku,"     

"Di mana dia aneh banget gak nyusulin, biasanya ngintil mulu sama kamu, udah kayak buntut!"     

"Ah, apaan sih Laras, emang Alvin apaan, di sama-samain ama buntut!"     

"Haha, ciye pacarnya gak terima     

      

      

***     

Tak terasa jam pulang sekolah pun tiba.     

Dan di depan gerbang, Alvin sudah menunggu Mentari dengan motornya.     

      

Sementara, Mentari masih pulang bergandengan tangan dengan Laras, sambil mengobrol.     

"Kamu mau pulang dengan siapa? Di jemput papahmu lagi?" tanya Mentari.     

"Iya, biasa lah. Aku ada acara keluarga lagi," ujar Laras.     

"Wah, seru juga ya, kalau punya keluarga banyak tuh. Gak kayak aku. Cuman punya om Dimas aja, kalau kak Sandra tahu sendiri, 'kan?" keluh Mentari.     

"Ya sabar, dong Tari. Tapi kan kamu punya Alvin. Makanya kalian buruan nikah biar punya anak banyak, kan kamu jadi punya keluarga besar!" ledek Laras.     

"Ih, Laras apaan sih?! Kita ini kan masih SMU. Ngaco banget deh!"     

"Haha! Kan aku cuman ngasih saran!"     

"Saran apaan kayak begitu! Saran sesaat?!"     

"Haha! Udah ah, aku mau pergi sekarang keburu telat!" ujar Laras.     

"Iya, ok hati-hati, Ras!"     

"Ok!"     

Dan tepat saat itu juga Alvin sudah bersiap dengan helm di tangannya yang hendak ia pakaikan kepada Mentari.     

Tapi Mentari nampaknya tak menyadari keberadaan Alvin, karna keadaan yang memang sangatlah ramai.     

      

Padahal Alvin sudah ada di sampingnya, tapi Mentari masih tak menyadarinya, dan berdiri sambil menunduk dengan pandangan terfokus ke arah layar ponsel.     

      

Alvin hanya menggelengkan kepalanya, sambil melihat Mentari dengan heran.     

Saking fokusnya sampai badannya yang sebesar ini tidak di ketahui oleh Mentari.     

      

Dan tak lama Mentari pun malah menelpon dirinya.     

      

Drtt....     

Alvin pun segera menjawab telepon dari Mentari itu.     

"Hallo, Alvin, kamu ada di mana?" tanya Mentari dengan polosnya.     

"Ada di samping kamu!" jawab Alvin ketus     

"Hah?!" Mentari pun tampak kaget dan segera menengok ke kanan.     

"Alvin! Ya ampun! Sejak kapan kamu ada di situ?!" tanya Mentari yang heboh.     

"Sejak kamu belum keluar dari gerbang," jawab Alvin santai.     

"Berarti kamu tahu dong, kalau aku sejak tadi berada disini?!"     

"Ya tahulah!"     

"Terus kenapa gak negor?! Kan aku dari tadi nungguin kamu!"     

"Sengaja, hehehe!"     

"Ih, Alvin!"     

Buak!     

Mentari pun memukul pundak Alvin dan mencubit pipinya.     

"Ah, Mentari! Sakit! Ini sih namanya KDRT!"     

"Ih, apaan sih ngeselin banget deh!"     

"Yaudah, ayo pulang! Kamu mau pulang apa mau berdiri di sini aja?!"     

"Ya pulang dong! Ngapain di sini? Ngaco banget deh ah!"     

"Ya kali hehe!"     

"Ngeledek lagi aku jewer loh, Vin!"     

"Ih, ampun, Mami Tari!"     

"Ih, Alvin!"     

"Haha bercanda, ayo pulang!"     

      

      

Motor pun mulai melaju, dan beberapa menit kemudian, sampailah di depan rumah Mentari.     

Lalu Alvin pun langsung pulang, karna hari ini dia sedang ada urusan keluarga juga.     

      

      

"Yasudah aku langsung pulang ya!"     

"Ok, hati-hati Alvin!"     

"Siap! Mami Tari!"     

"Ih, apaan sih!"     

"Haha, bye!"     

"Bye!"     

      

***     

      

Jam menunjukkan pukul 20:00, Alvin dan yang lainnya tampak sedang asyik duduk di sebuah  restoran.     

Mereka sedang menunggu seseorang, Alvin dan yang lainya tampak sangat rapi.     

Tidak hanya Ayah dan ibunya saja yang datang tapi juga, Rossa sang bibi pun juga datang.     

"Emang, kita akan ketemu sama keluarga yang mana sih, Pa?" tanya Alvin.     

"Ada deh, pokoknya ingat ya kamu harus bersikap baik," ujar sang ayah.     

"Iya, bener kata Papa kamu itu, ingat harus jaga sifat. Karna keluarga mereka itu terkenal baik dan santun. Jadi kita gak boleh kelihatan urakan!" tegas sang ibu.     

Alvin tampak sangat bingung, karna tak biasanya mereka bersikap seperti ini. Sedangkan saat melirik Rosa tantenya, Rossa hanya terdiam dan menunduk tak bergeming.     

Sungguh suasana yang aneh bagi Alvin.     

Dan tak lama dari kejauhan datang sebuah keluarga, terdiri suami istri dan satu anak perempuannya.     

Mereka tersenyum kepada Alvin dan yang lainnya.     

"Halo, selamat malam Pak Beram, sapa pria itu sambil menjabat tangan ayahnya Alvin.     

"Malam juga, Pak Rio ayo silakan duduk," sambut ayahnya Alvin.     

Lalu mereka semua pun duduk dalam satu meja, dan yang membuat Alvin merasa terkejut adalah si gadis anak dari pasangan suami istri itu.     

      

      

"Laras!?" sapa Alvin.     

"Loh, Alvin?!"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.