Bullying And Bloody Letters

Racun Dalam Segelas Susu



Racun Dalam Segelas Susu

0"Iya, selama ini aku berpura-pura baik kepadamu, untuk mendapat kepercayaan Papa, dan dirimu. Tapi ternyata dirimu yang sekarang tidak sebodoh dulu. Kamu tahu niat burukku yang ingin membunuhmu secara pelan-pelan. Dan setelah kamu sekarang mengetahuinya, maka aku akan pastikan, kalau aku akan membunuh secara terang-terangan hari ini juga!"     
0

"Apa?!"     

Mentari tampak syok mendengar ucapan dari Sandra.     

"Kenapa harus kaget? Kamu kan sudah sejak awal tahu rencana burukku ini, yang artinya kamu sudah tahu kalau aku akan membunuhmu! Jadi santai saja jangan kaget,"     

"Kak Sandra! Kak Sandra sadar, Kak! Kalau Kak Sandra, membunuhku maka, Kaka akan masuk penjara!"     

"Ah, begitu ya!?" Sandra meraih rambut Mentari dan menjambaknya.     

"Aku menghabisi mu, karna aku ingin posisi ku kembali lagi! Aku ingin menjadi putri kesayangan, Papa! Dan aku yidak akan mungkin masuk ke penjara!"     

Mentari memang lah, selalu tidak bisa membalas saat di tindas.     

Tapi dalam hatinya berkata, mau sampai kapan dia akan begini?     

Laras saja tidak takut mengahadapi Melisa yang seoeang psycopat, lalu kenapa dia harus takut?     

Dia dan Laras itu sama-sama seorang gadis yang memiliki perawakan dan juga umur yang sama, jadi tidak ada alasan baginya untuk mengalah lagi.     

Apa pun yang terjadi entah dia kalah atau menang yang jelas Mentari tetap berusaha untuk melawan Sandra. Seperti Laras yang berani melawan Melisa.     

Karna dia tidak mau terus-terusan menjadi seorang pengecut.     

Seketia Mentari mendorong balik tubuh Sandra, hingga Sandra pun juga jatuh ke lantai seperti dirinya.     

Dan setelah itu, Mentari pun kembali bangkit, dia berdiri menatap Sandra yang masih terbaring di bawahnya.     

Mentari mengangkat kakinya dan hendak menginjak tubuh Sandra yang ada di bawahnya.     

Sandra pun tampak ketakutan dan dengan gerakan reflek dia menutup bagian wajah dan kepalanya dengan tangan.     

"Tari, jangan!" teriaknya.     

Namun di saat itu ternyata Mentari menghentikan niat untuk menginjaknya, dan dia menghentakkan kakinya di samping Sandra.     

"Akh!" teriak Sandra lagi.     

"Kenapa, Kak Sandra, berteriak?!" tanya Mentari dengan nada tinggi.     

"Kak Sandra, takut ya?" Mentari tersenyum tipis.     

Lalu Mentari mengulurkan tanganya ke arah Sandra.     

"Ayo, bangun biar aku bantu," ujar Mentari.     

Sandra pun tampak ragu-ragu saat ingin menyambut tanganya. Tapi di sisi lain uluran tangan Mentari itu bisa ia manfaatkan dan akan mendorong tubuh Mentari saat dia bisa bangkit nanti.     

Dan akhirnya dia pun menerima uluran tangan Mentari, dan dia pun bisa bangkit, namun sayangnya belum bangun sepenuhnya, Mentari malah melepaskan tangan Sandra sehingga membuat Sandra terjatuh lagi.     

Bruak!     

"Aww, Tari! Kamu itu udah gila ya!" teriak Sandra sambil menahan sakit.     

"Enggam, Kak Sandra! Aku gak gila, justru aku cuman mengingatkan Kak Sandra lewat adegan tadi," jawab Mentari dengan santai.     

"Apa maksud kamu?!"     

"Seperti itulah, yang Kak Sandra lakukan kepadaku, oh tidak tapi keluargaku!"     

Sandra menggelengkan kepalanya sambil berdecak sinis.     

Lalu Mentari pun melanjutkan ucapannya.     

"Di saat Kak Sandra dan keluarga Kak Sandra sedang terpuruk dalam kemiskinan. Dan keluaga ku yang kaya raya, mendapat musibah, Tante Karina dan Kak Sandra datang seolah-olah menjadi penolong ku, membantuku yang sedang terpuruk agar bangkit, tapi setelah membantuku bangkit, belum sampai berdiri tegap, Tante Karina melepaskan tanganya, dan aku terjatuh lagi. Kemudian kalian menikmati harta peninggalan orang tuaku!"     

"Hah! Kamu itu terlalu drama!" cerca Sandra.     

"Drama!" Mentari berbalik menjambak rambut Sandra.     

"Ini bukan drama! Tapi sebuah perumpamaan yang nyata!" tegas Mentari.     

"Aku dan Mamaku, tidak sejahat itu!" cantas Sandra.     

"Wah, begitu ya?"     

Plaak!     

Mentari menampar wajah Sandra.     

"Dasar munafik!" umpat Mentari.     

Lalu mentari pun melepaskan rambut Sandra lalu dia menunjuk-nunjuk ke arah wajah Sandra.     

"Dengar ya! Kalau Kak Sandra masih ingin berada di sini, maka jangan sekali-kali membuat aku kesal begini, karna kalau tidak maka aku tidak akan segan-segan mengusir, Kak Sandra! Aku bukan Mentari yang bodoh seperti dulu!" anacam Mentari.     

Setelah itu dia mempersilahkan agar Sandra, keluar dari kamarnya.     

Perlahan Sandra, terbangun dengan pelan-pelan dan setelah itu dia segera pergi dari kamar Mentari.     

Sandra terlihat sangat kesal terhadap Mentari, dia tak menyanka Mentari, bisa berbuat begini kepadanya.     

Padahal jelas-jelas, Mentari begini karna ulahnya dan ibunya.     

Tapi Sandra tak perna menyadari kasalahanya kepada Mentari.     

Dia terap ingin kembali menjadi seorang Tuan Putri di rumah ini.     

Dan pastinya dia ingin sekali sang ayah kembali menyayanginya seperti dulu dan melakualan apa pun yang dia inginkan.     

"Sialan! Kenapa sekarang jadi aku yang tertindas!" umpat Sandra.     

Sambil duduk di atas kasurnya, Sandra terus mengoceh sendirian.     

Dia mulai memutar otaknya kembali mencari cara untuk mengalahkan Mentari.     

"Aku tidak boleh kalah! Yah aku harus bisa mengalahkan Mentari, dia pecundangnya bukan aku!" ujarnya, lalu tak lama dia mengingat berapa hari yang lalu dia memesan beberapa jenis racun dari pasar gelap.     

"Yah, aku masih punya harapan untuk membunuhnya, yaitu dengan racun-racun yang telah aku beli kemain." Gumam Sandra.     

Lalu Sandra membuka laci mejanya, dan mengambil satu botol racun jenis sianida.     

Sandra langsung membawanya ke dapur, dan menaruh dalam segelas susu hangat, yang baru saja di buat oleh Yuni.     

Yuni tak melihatnya karna kebetulan dia baru saja masuk ke dalam toilet karna sedang buang air kecil.     

Dan melihat kesempatan itu Sandra pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.     

"Kali ini, kamu akan mati, Tari," gumam Sandra.     

Tak berselang lama terdengar suara pintu toilet yang terbuka.     

Dan itu adalah Yuni, yang baru saja keluar dari dalam toilet.     

Setelah itu, Yuni membawa segelas susu itu menuju kamar Mentari.     

Sandra tampak sangat bahagia melihatnya, Sandra merasa tak sabar akan melihat kejadian selanjutnya.     

"Rasanya tak sabar ingin melihat mulutnya berbusa dengan mata melotot tajam, san mati!" ujar Sandra sambil tertawa-tawa.     

"Pasti akan seru sekali hahaha!"     

***     

Tok tok tok!     

"Non Tari!" panggil Yuni.     

Ceklek!     

Mentari membuka pintu kamarnya.     

"Iya, Mbak ada apa?" tanya Mentari.     

"Tadi, Non Tari, minta di buatkan susu,"     

"Iya, terima kasih ya, Mbak!" ujar Mentari sambil tersenyum.     

Lalu Yuni pun meletakkan susu hangat itu ke atas meja kamar Mentari.     

"Yasudah, Mbak Yuni mau ke dapur dulu ya,"     

"Iya, Mbak," jawab Mentari.     

"Jangan lupa di minum ya," pesan Yuni.     

"Ok, siap Mbak!"     

Lalu Yuni pun keluar dari kamar Mentari, dan di luar, Sandra tampak mengintip dari pintu kanarnya yang terbuka sedikit.     

'Aduh gak sabar banget lihat hasilnya' batin Sandra.     

Sementara di dalam kamar Mentari tampak asyik mengerjakan tugas dari sekolahnya.     

Sambil memakan camilan yang tersedia di samping gelas susu.     

Dan perlahan dia juga meraih gelas susunya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.