Bullying And Bloody Letters

Penculikan



Penculikan

0Sandra menengguk beberapa gelas minuman keras dan di selingi dengan menghisap sigaret, hingga mulutnya mengepul asap dan membuatnya merasa nikmat.     
0

"Hai, Sandra! Lama kamu gak ke mari?!" tanya Sasa, teman dari Sandra dan usia Sasa tentunya lebih dewasa dari Sandra     

Sasa juga pemilik dari club malam itu.     

"Ah, iya, belakangan aku, sibuk!" jawab Sandra.     

"Kayaknya kamu sedang stres berat ya?" tanya Sasa.     

"Ah, iya benar! Aku memang sedang stres berat nih!" jawab Sandra.     

"Ok, kalau begitu ceritakan saja kepadaku! Siapa tahu aku bisa membantu mu!" ujar Sasa.     

"Ah, baiklah aku ingin bertanya apa kamu tahu cara membunuh orang dengan cepat dan aman?" tanya Sandra secara terang-terangan.     

"Haha, kalau soal itu tinggal bayar orang saja, nanti juga beres!" jawab Sasa dengan santai.     

Sandra pun tersenyum mendengarnya, karna ide dari Sasa itu patut di coba.     

"Thanks, Sasa! Ide kamu ini memang patut untuk di coba," ujar Sandra.     

"What?! Kamu serius?!" tanya Sasa yang kaget karna mendengar ucapan dari Sandra yang terlihat sangat sungguh-sungguh. Padahal Sasa hanya bercanda saja.     

"Kok, kamu kelihatan kaget begitu sih, Sa?" tanya Sandra.     

"Kamu, gak bakalan melakukan sungguhan, 'kan?!" tanya Sasa memastikan.     

"Ya, tentu saja tidak! Sejak kapan aku bercanda soal ucapan ku?!" tanya balik Sandra.     

Sejenak Sasa pun terdiam karna syok mendengar ucapan Sandra.     

Dia benar-benar tidak ada niat sungguhan untuk hal itu celetukkan Sasa barusan benar-benar hanya untuk bercanda saja.     

Dia lupa kalau Sandra sahabatnya itu orangnya sangatlah nekat. Apa pun yang dia mau pasti dia akan berusaha untuk menggapainya dan tak peduli dengan apa pun yang menghalanginya.     

"Sandra, tapi aku ini hanya bercanda lo, jadi tolong di lakukan sungguhan ya," pinta Sasa."     

"Loh, memangnya kenapa? Aku kan bertanya dan kamu menjawab, memberi solusi, jadi wajar kan kalau aku akan melaksnakannya?" jelas     

"Tapi, itu tindakan kriminal, Sandra jadi sebaiknya jangan lakukan aku tidak mau ikut terseret dalam tindak kriminal mu!"     

"Ah, sudahlah, Sandra jangan kawatir ya, aku tidak akan menyeret mu ke dalam masalhku! Aku hanya mengambil idemu saja!" jelas Sandra.     

"Tapi, Sand—"     

"Sudahlah tenang saja, Sasa!" ucap Sandra sambil menepuk-nepuk pundak Sasa lalu dia pun pergi.     

"Sandra!" panggil Sasa, tapi Sandra tak menghiraukan o     

Panggilan Sasa.     

"Sandra! Yang jangan lakukan itu!" pinta Sasa.     

Dan Sandra pun menghebtikan sesaat langkahnya, lalu dia kembali menghampiri Sasa.     

"Sasa, jangan khawatir," ujar Sandra sambil memegang pundak Sasa.     

"Tenang saja, kamu cukup diam dan jangan bicara apa pun kepada otang lain, kamu hanya perku rahasiakan ini semua. Dan aku tidak akan membawamu ikut dalam masalahku," jelas Sandra.     

"Tapi, Sandra aku gak mau kamu jadi—"     

"Sssst! Santai aja," ujar Sandra sambil mengelus pundak Sasa.     

"Terima kasih ya," ujar Sandra lagi sambil tersenyum dan kembali meninggal Sasa.     

Sasa hanya bisa terdiam mematung sambil memandang kepergian Sandra dengan rencana jahatnya yang di dapat dari celetukan bercandaan dari Sasa.     

"Ah, bodo amat lah! Yang penting aku sudah mengingatkannnya!" ujar Sasa.     

Lalu Sasa pun kembali ke perkerjaannya lagi.     

**     

Sementara itu Sandra pun langsung menelpon salah satu preman kenalannya untuk mencari pembunuh bayaran, untuk menghabisi Mentari.     

Dan akhirnya berkat temannya itu Sandra berhasil mendapatkan orang yang mau dia bayar untuk membunuh Mentari.     

Poto dan berbagai informasi tentang Mentari pun sudah ia berikan kepada preman itu     

Waktu dan tempat pun sudah ia tentukan, dan mereka semua bersepakat akan melancarkan aksinya esok hari, ketika Mentari pulang dari sekolah, dan bahalkan Sandra juga mengirim mata-mata, untuk memberi informasi jika Mentari itu benar-benar lengah di jam berapa tepatnya.     

Karna jika masih ada Alvin di sampingnya, maka niat buruknya itu bisa saja gagal.     

Dan berkat mata-mata yang juga siswa di sekolah yang sama dengan Mentari, akahirnua Sandra mendapat informasi, jika kemungkinan Mentari akan pulang sendirian esok hari, karna Alvin sedang ada jadwa padat di hari esok.     

Karna Alvin akan mengikuti beberapa pelajaran tambahan di hari itu, untuk meringankan beban Ujian Nasional nanti.     

Sedangkan Laras juga akan mengikuti eskul oleh raga di hari ini.     

Tentu saja hari esok adalah waktu yang tepat bagi Sandra dan para orang suruhannya untuk melancarkan aksinya.     

"Huuh, sudah tidak sabar rasanya untuk menghabisi gadis pincang itu!" ujar Sandra dengan senyuman jahatnya.     

***     

Dan hari esok pun tiba.     

Seperti hari yang sudah di prediksi oleh Sandra, Mentari benar-benar pulang sendirian.     

Sandra sudah mantau keberadaan Mentari dari kejauhan.     

Dan dia sedang menunggu angkutan umum di pinggir jalan, Dimas sedang ke luar kota hari ini, tentu saja, Sandra sudah mengetahuinya sejak awal, jika sang ayah tidak ada di rumah hari ini.     

Dan tak lama ada mobil sedan hitam berhenti tempat di hadapan Mentari dan mobil itu adalah mobil yang di kemudikan oleh orang-orang suruhan Sandra.     

"Hallo, Non Menatari, ya?" tanya salah satu orang yang ada di dalam mobil itu.     

"Iya, benar, maaf, kalian siapa ya?" tanya Mentari dengan sopan.     

"Ah, kami adalah orang yang di suruh oleh, Pak Dimas untuk menjemput, Non Mentari," jawab orang itu.     

"Suruhan, om Dimas?"     

"Iya benar, Non Tari, mari," orang itu mempersilahlan Mentari masuk.     

Mentari pun tampak sangat ragu-ragu untuk memasuki mobil itu, apa lagi, sebelumnya Dimas tidak memberi tahu terlebih dahulu kepadanya.     

"Tapi ... kok om Dimas, gak bicara dulu kepada saya ya?" tanya Mentari memastikan.     

"Oh, mungkin beliau lupa, karna beliau sedang buru-buru hendak pergi ke luar kota.     

"Tapi—"     

"Ayolah, Non Tari!" Orang suruhan Sandra pun menarik paksa tangan Mentari hingga Mentari pun terpaksa masuk ke dalam mobil itu.     

Seketika perasaan Mentari pun menjadi tisak enak, karna mereka terlu kasar, kalau pun benar mereka orang-orang suruhan dari Dimas, sudah pasti mereka tidak akan membawa Mentari secara paksa seperti ini.     

Apa lagi di dalam mobil itu wajah-wajah mereka tampak sangatlah seram-seram.     

"Tolong lepaskan saya!" pekik Mentari.     

"Maaf, Non Tari, kami ini hanya menjalankan tugas saja!" jawab salah satu orang-orang itu.     

"Tugas dari siapa?! Gak mungkin kalau, om Dimas menyuruh orang untuk menjemputku dengan orang-orang yang seperti kalian!" cerca Mentari.     

Dan salah satu dari mereka pun tampak kesal mendengar perkataan Mentari itu.     

Dan pria itu meraih dagu Mentari dan menekannya dengan kasar.     

"Maksud kamu apa? Dengan kata 'orang yang seperti kami' itu?" tanya si pria itu.     

Sejenak Mentari terdiam, tapi orang itu menekan dahinya dan memaksanya agar segera berbicara.     

"Ayo cepat jawab jangan diam saja!"     

Lalu Mentari pun akhirnya mau berbicara.     

"Ya, ya dari jalanan menarik paksa tanganku, dan kalian berbicara kasar begini sudah membuatku yakin kalau kalian itu bukan orang baik, dan tentunya bukan orang-orang suruhan, Om Dimas," jelas Mentari.     

Yo be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.