Bullying And Bloody Letters

Dalangnya Adalah Sandra



Dalangnya Adalah Sandra

Sejenak Mentari terdiam, tapi orang itu menekan dahinya dan memaksanya agar segera berbicara.     

"Ayo cepat jawab jangan diam saja!"     

Dan akhirnya Mentari pun menceritakannya.     

"Ya, ya dari jalanan menarik paksa tanganku, dan kalian berbicara kasar begini sudah membuatku yakin kalau kalian itu bukan orang baik, dan tentunya bukan orang-orang suruhan, Om Dimas," jelas Mentari.     

      

"Hahha haha haha, ternyata kamu itu orang yang sangat peka dan teliti ya!" ujar salah satu penjahat itu.     

Mentari kembali terdiam, dia menggerak-gerakan tubuhnya lebih kencang lagi, dia meronta-ronta dan berusaha untuk membebaskan diri dari para penjahat itu.     

"Tolong lepaskan saya!" pinta Mentari.     

"Tidak, bisa begitu, Non Tari? Orang yang menyuruh kami menginginkan, Non Tari, mati hari ini juga!" jawab penjahat itu.     

"Ah, siapa yang sudah menyuruh kalian?!"     

"Ah, nanti juga tahu! Sekarang, Non Tari, ikut kami saja dahulu!"     

"Tidak! Tolong lepaskan aku!"     

"Sudah jangan berisik! Kamu diam saja!"     

"Tolong! Tolong!"     

Mentari pun berteriak semakin kencang lagi.     

Dan mereka pun mulai pusing dengan teriakan Mentari itu.     

Salah satu dari tiga pria itu memukul kepala Mentari hingga Mentari pun jatuh pingsan.     

"Nah, begini lebih tenang telingaku!" tukas orang yang menampar Mentari.     

      

Lalu mereka pun melajukan mobilnya lebih kencang lagi.     

Dan tak berselang lama mereka berhenti di sebuah rumah tua yang sudah tidak berpenghuni selama bertahun-tahun.     

      

Dan di tempat itu, tampak sudah ada  Sandra sedang berdiri dengan penuh tawa bahagia sambil melipat kedua tangannya.     

"Wah, akhirnya yang di tunggu-tunggu sampai juga!" ujar Sandra.     

"Apa kita akan membunuhnya sekarang juga, Nona Sandra?" tanya salah seorang dari ketiga penjahat itu.     

"Jangan! Kita tunggu dia sampai bangun dulu! Tidak seru kalau membunuh orang ketika pingsan!" tegas Sandra.     

"Baiklah, Non!"     

      

Mereka bertiga menuruti ucapan Sandra.     

Dan menunggu Mentari sampai sadar dahulu.     

Mereka mengikat tubuh Mentari dengan kuat, tapi sudah sekitar 10 menit mereka menunggu, tapi Mentari tak juga siuman.     

"Ah, lama sekali sih bangunnya!" keluh Sandra.     

"Kalian ini hanya membuatnya pingsan, 'kan? Bukan membunuhnya?" tanya Sandra.     

"Iya, Non Sandra, benar, kami hanya membuatnya pingsan, tidak sampai membunuhnya?" jawab salah satu dari orang suruhan itu.     

      

Lalu Sandra pun meraih, Satu botol ukuran besar air mineral lalu menumpahkan di wajah Mentari.     

Seketika Mentari pun terbangun dari pingsannya.     

"Akh! Dimana aku?!" tanya Mentari yang merasa kebingungan.     

Dan perlahan Sandra pun datang menghampiri Mentari.     

"Kamu ada di rumah tua bersama kami," jawab Sandra sambil menyeringai seram     

"Kak Sandra! Ngapain, Kaka, kemari?!" tanya Mentari yang syok.     

"Mau apa lagi? Ya sudah pasti mau membunuhmu!" ujar Sandra.     

"Kak! Sampai kapan, Kak Sandra akan berbuat jahat kepadaku?!" tanya Mentari.     

"Ya kemungkinan si sampai sekarang, dan ini hari terakhirmu, mengganggumu," jawab Sandra dengan santai.     

"Apa maksudnya!?"     

"Kamu itu bodoh ya, Tari! Dari tadi kamu itu tanya terus, memangnya kamu tidak tahu apa pura-pura tidak tahu kalau aku ingin membunuh mu?!"     

Sandra menjambak rambut mentari dengan kuat, hingga kepala Mentari pun turut mendengak ke belakang, mengikuti tarikan tangan Sandra yang begitu kencang itu.     

"Sakit, Kak Sandra!" keluh Mentari.     

"Ini belum seberapa, karna  akan ada yang lebih sakit lagi, sebelum kamu mati!"  ujar Sandra.     

"Tolong, Kak! Lepaskan aku, atau kalau tidak Kak Sandra sendiri yang akan celaka!" ujar Mentari.     

Dan Sandra pun tertawa, karna mendengar ucapan Mentari yang menurutnya terdengar sangat mengancam.     

Padahal Mentari tidak berniat mengancam sama sekali, justru dia mengatakan hal yang sebenarnya, dia khawatir jika setelah ini Cinta datang dan membantunya.     

Yang menjadi masalah bukan hanya sekedar membantu, tapi juga bisa membunuh Sandra seperti korban-korban yang lainnya.     

"Aku benar-benar benci kepadamu! Tapi mendengar lelucon mu itu membuatku menjadi geli dan ingin sekali menertawakanmu!"     

"Ini bukan lelucon, Kak Sandra! Aku berbicara yang sebenarnya!"     

Plak!     

Sandra menampar wajah Menteri.     

"Sudah jangan banyak bicara! Khayalan mu itu terlalu tinggi! Membuat aku semakin muak saja dengan mu!"     

Duak!     

Sandra menendang wajah Mentari,  hingga bagian hidung Mentari mengeluarkan darah.     

Mentari tampak kesakitan dan hanya bisa terdiam. Menahannya, tidak ada perlawanan.     

Kaki dan tangannya terikat dengan kuat tidak ada yang bisa ia lakukan.     

Dia berharap Cinta segera datang untuk menyelamatkannya, tapi di sisi lain, dia juga takut jika Cinta datang maka nyawa Sandra yang berbalik terancam.     

'Aku harus bagaimana lagi ini?' batin Mentari.     

Entah hal buruk apa yang akan terjadi di hari ini.     

Kalau tidak Mentari yang mati sudah pasti Sandra lah yang akan mati     

"Kak, Tolong hentikan!"     

Duak!     

Lagi-lagi Sandra menendang mulut Mentari, sampai bibirnya berdarah.     

"Aku akan memastikan kamu menderita terlebih dahulu sebelum pada akhirnya mati!" pungkas Sandra dengan tegas.     

Sementara Mentari tampak mulai lemas.     

"Kalau akan mati hari ini!"     

"Kak Sand—"     

Duak!     

Pukulan terus dilayangkan oleh Sandra.     

Hingga Mentari pun tak sadarkan diri.     

      

Lalu perlahan angin berhembus dengan kencang dan menerpa wajah mereka semua.     

Lalu perlahan Mentari yang sudah tak berdaya itu mulai membuka matanya.     

Dan bola matanya Mentari berubah menjadi putih seluruhnya.     

Mentari bangkit dan menggerakkan tangannya hingga terlepas semua ikatan tali di tangannya.     

      

Sandra dan para pembunuh bayaran itu tampak sangat syok karna melihat perubahan diri Mentari yang sangat berbeda dari sebelumnya.     

Mentari menjadi sangat kuat, Mentari mulai menyerang Sandra, dia sudah mendekat dan mencekik leher Sandra, tapi tepat saat itu tubuh Mentari melemah dan dia kembali terjatuh.     

Lalu arwah Cinta keluar dari dalam tubuh Mentari.     

Dan dia berpindah merasuk kedalam tubuh Sandra.     

Sandra menjadi aneh, tubuhnya bereaksi seperti tubuh Mentari tadi.     

Dan setelah itu, Sandra menyerang salah satu dari pembunuh bayaran itu.     

      

Dia mencekiknya dengan kuat setengah mencengkeramnya.     

Dan perlahan mengeluarkan darah dari leher.     

Mata si pria itu pun melotot tajam dan tubuhnya menggeliat-geliat kesakitan dan berusaha untuk melepaskan cekikan dari tangan Sandra.     

Tapi sayangnya tak berhasil, tangan  Sandra sangatlah kuat bagaikan besi.     

Dan dua pria yang lainnya, berusaha mencegah tangan Sandra agar berganti mencekik dan melukai leher rekan mereka.     

Tapi sekeras apa pun mereka menahan, tetap saja tidak berhasil.     

Dan tetap saja pria dalam cengkeraman Sandra itu terus meronta dan mulai meregang nyawa.     

      

Perlahan mulai terdengar bunyi gemertak suara tulang leher yang  hancur.     

Dua pria itu tak bisa berbuat apa-apa, dan mereka hanya bisa menyaksikan rekanya melotot sambil menjulurkan lidah, dengan aliran darah yang keluar dari mulut mata dan telinganya.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.