Bullying And Bloody Letters

Perjodohan Laras Dan Alvin



Perjodohan Laras Dan Alvin

0"Jadi keluarga kalian berdua mengadakan pertemuan ya?" tanya Mentari.     
0

"Eh, iy-ya tap—"     

      

"Kalian gak lagi di jodohin, 'kan?" tanya Mentari.     

Dan seketika Laras terdiam membisu, mulutnya tak lagi bergeming.     

Dia benar-benar tak bisa lagi mengelak, karna Mentari sudah bisa menebaknya.     

      

"Tari, aku bisa jelaskan kok, dan kami berdua memang benar-benar tidak menyetujui perjodohan itu!" jelas Laras.     

"Iya, Tari. Apa yang di katakan Laras, itu benar adanya. Aku dan Laras, tidak menyetujui perjodohan itu," imbuh Alvin.     

"Huuffft... kalau pun setuju aku tidak masalah kok, aku sayang kalian berdua, dan aku rela melakukan apa pun asal kalian bahagia." Pungkas Mentari.     

"Eng-gak gitu, dong! Aku dan Alvin itu memang sama sekali gak ada rasa, kecuali rasa sayang sebagai sahabat. Dan aku juga paham betul kalau Alvin itu hanya suka sama kamu saja!" ujar Laras.     

"Iya, Tari. Aku dan Laras itu memang sama sekali gak ada rasa, prasaan cinta dan sayangku hanya untuk kamu. Aku dan Laras, pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menggagalkan perjodohan itu," imbuh Alvin.     

      

Mentari tersenyum manis, seolah dia sedang baik-baik saja, padahal dia sedang memikirkan perjodohan ini.     

Dan kalau pun perjodohan itu terlaksana, itu artinya dia memang harus melupakan Alvin, dan mengikhlaskan untuk Laras sahabatnya.     

Seperti yang baru saja ia katakan, bahwa dia hanya ingin Laras dan Alvin itu bahagia, itu saja. Perkara hatinya akan sakit, itu urusan belakang, karna mereka berdua jauh lebih berarti bagi dirinya.     

      

"Tari, kamu jangan bersedih, ya. Aku pasti bisa menggagalkan perjodohan ini." ujar Laras.     

Perlahan Mentari pun mengelus rambut sahabatnya itu dengan lembut sambil tersenyum tipis.     

"Aku gak bakal sedih kok, aku bakal bahagia kalau kalian bahagia," pungkas Mentari.     

"Jangan gitu dong, Tari. Aku merasa bersalah kalau kamu bilang begitu, karna aku dan Alvin memang benar-benar tidak ada rasa sedikit pun," ujar Laras lagi untuk meyakinkan Mentari.     

Lalu mereka bertiga pun saling berpelukan.     

      

Perjodohan sangat lah berat bagi Laras dan juga Alvin, apa lagi mereka itu tidak saling mencintai, terlebih mereka itu sama-sama hanya mementingkan rasa persahabatan.     

      

Triiinggg....     

      

Bel masuk sekolah pun mulai terdengar, dan mereka bertiga serta para siswa yang lainnya, mulai beranjak memasuki kelas.     

"Tari!" panggil Alvin.     

Dan Mentari pun menoleh ke arah Alvin.     

"Iya!, Jawabnya.     

Lalu Alvin menarik tangan Mentari dan mengajaknya berhenti sejenak.     

"Kamu, harus yakin ya, kalau aku adalah pria yang terbaik untukmu, jadi tolong jangan berpikir jika aku akan memilih perjodohan itu ketimbang dirimu," ujar Alvin, meyakinkan Mentari.     

Lalu Mentari pun mengangguk, dan kembali Mentari melebarkan senyuman untuk Alvin.     

      

      

***     

      

Esok harinya, kembali Laras dan Alvin harus buru-buru pulang, karna mereka sedang ada urusan keluarga.     

Dan maksud dari urusan keluarga adalah sebuah pertemuan antara orang tua Alvin dan orang tua Laras.     

Untuk pertemuan kali ini, Alvin dan Laras sengaja, mengajak Mentari untuk turut hadir dalam pertemuan itu.     

Mereka ingin Mentari tidak lagi penasaran tentang perjodohan itu dan berharap Mentari tidak lagi penasaran  dan bisa membuat Mentari menyaksikan, bahwa mereka berdua itu benar-benar tidak  menyetujui perjodohan itu.     

      

"Alvin, Laras. Kalian yakin mengajak aku kemari?" tanya Mentari, yang tampaknya dia sangat ragu-ragu.     

"Iya, dong! Aku mau buktikan kepada orang tuaku dan orang tua Alvin, bahwa kami ini benar-benar tidak pantas di jodohkan!" Tegas Laras.     

"Tapi, Ras!"     

"Udah kamu tenang aja, mudah-mudahan rencana kita ini bisa berhasil ya"     

"Tapi aku malu, ini kan acara keluarga kalian, ada aku yang bukan siapa-siapa ini bisa hadir di antara kalian?"     

"Tenang aja, ini demi kebaikan hubungan kita, Tari. Agar mereka tahu kalau kita ini saling mencintai." Ujar Alvin.     

      

Akhirnya Mentari mengikuti ajakan Laras dan Alvin.     

Mereka bertiga pun duduk dalam satu meja, dalam restoran yang sama seperti pertemuan dua hari yang lalu.     

Mereka bertiga masih lengkap menggunakan seragam sekolah.     

Dan tak berselang lama, kedua orang tua mereka pun datang.     

"Loh, Alvin, Laras! Itu siapa?!" tanya Bram ayahnya Alvin.     

"Iya, itu siapa  Ras?" tanya Rio ayah dari Laras.     

"Eh, selamat malam, sore, Om, Tante," sapa Mentari kepada mereka semua sambil menundukkan kepalanya. Pertanda hormat.     

"Kamu, siapa?" tanya ibunya Alvin.     

"Nama saya  Mentari, Tante," sahut Mentari.     

"Oh, jadi kamu yang namanya, Mentari," sambung ayahnya Alvin.     

"Iya, Om. Benar," jawab Mentari.     

"Ok baiklah, kalau begitu kebetulan sekali ya, Mentari, kamu ada di sini. Jadi saya bisa tegaskan, dan berharap kamu bisa belajar melupakan Alvin mulai dari hari ini!" tegas Bram.     

"Pah—"     

"Diam, Vin!" sergah Bram.     

"Tapi, Om. Saya dan Alvin itu seling mencintai, apa Om tidak bisa membatalkan saja perjodohan ini?" tanya Mentari.     

"Haha! Yang gak bisa lah! Masa iya saya harus membatalkan begitu saja perjodohan ini, hanya demi kamu,"     

"Memangnya ada apa dengan saya, saya ini sangat menyukai putra, Om Bram!" sahut Mentari.     

"Wah, bahkan kamu sudah mengenal namaku ya, tapi mohon maaf, Mentari, meski pun begitu, kami tetap tidak bisa membatalkan perjodohan Alvin dan Laras, dan menggantikan Laras denganmu!" ujar Bram.     

"Kalau begitu apa alasan, Om, menolak saya?" tanya Mentari.     

"Ya, karna saya tidak tahu siapa kamu, saya tidak tahu orang tua kamu, pekerjaan orang tua kamu, bisnis orang tua kamu! Berbeda dengan Laras. Keluarga kami sudah saling mengenal."     

Tutur Bram menjelaskan kepada Mentari.     

      

Seketika Mentari tertunduk, karna mendengar ucapan ayahnya Alvin itu. Membuat Mentari merasa sangat tersudukan. Hatinya sangat tersentuh saat di singgung tentang orang tuanya.     

Apa lagi sekarang dia sudah tidak punya kedua orang tua.     

"Kenapa kamu diam? Pasti kamu tidak akan bisa kan menyetarakan diri kamu dengan Laras?" sindir Bram.     

"Ayah! Tolong jangan menyudutkan, Tari!" ujar Alvin.     

"Sebaiknya kamu diam saja Alvin, karna memang dia itu tidak pantas untuk kamu, ingat kamu hanya pantas dengan Laras!"     

"Benar kata, Papa kamu, Laras itu lebih baik dari pada gadis mana pun. Apa lagi, dengan seorang gadis yang tidak jelas orang tuanya, dan juga cacat seperti dia!" cerca  Rio ayahnya Laras.     

"Pa! Tolong jangan bilang begitu! Tari itu sahabat Laras, Pa!" sambung Laras.     

"Kamu juga sebaiknya diam saja, Laras! Kami semua hanya ingin yang terbaik untuk kalian!" sahut Rio ayahnya Laras.     

"Tapi, Pa—"     

"Stop, Laras! Mungkin apa yang diucapkan oleh Ayah kamu itu ada benarnya. Aku tidak pantas untuk Alvin, dan Alvin hanya pantas untuk mu saja!" tegas Mentari.     

"Tari, buk—"     

"Ssst, aku sudah bilang, kalau kalian bahagia, aku pun juga akan turut berbahagia," lirih Mentari di telinga Laras.     

"Tapi, Tari!"     

Mentari pun tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan mereka berdua.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.