Bullying And Bloody Letters

kedatangan Vero



kedatangan Vero

"Stop, Laras! Mungkin apa yang diucapkan oleh Ayah kamu itu ada benarnya. Aku tidak pantas untuk Alvin, dan Alvin hanya pantas untuk mu saja!" tegas Mentari.     

"Tari, buk—"     

"Ssst, aku sudah bilang, kalau kalian bahagia, aku pun juga akan turut berbahagia," lirih Mentari di telinga Laras.     

"Tapi, Tari!"     

Mentari pun tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan mereka semua.     

      

"Pa! Ma! Laras gak mau tahu pokoknya  kita harus batalkan perjodohan ini!" ujar Laras.     

"Ya, gak bisa, Ras!" ujar Rio.     

"Iya, Pa! Alvin gak mau di jodohin! Dan ucapan kalian yang barusan itu sangatlah keterlaluan!" imbuh Alvin.     

"Vin, Papa dan Mama cuman ingin yang terbaik buat kamu!" sahut Bram.     

"Terbaik kata, Papa?! Terbaik dan sampai kamu tidak perduli dengan perasaan orang! Perasaan Alvin dan Laras! Bahkan perkataan kalian terhadap Mentari tadi sudah keterlaluan. Kalian tidak tahu ya kalau Mentari itu anak yatim piatu!?" pungkas Alvin.     

"Iya! Kalian  itu benar-benar sudah keterlaluan! Kalian tadi sudah menyakiti hati Mentari, kalian menyebut soal orang tua, kepada gadis yang sudah tidak punya orang tua!" sambung Laras.     

      

Bram dan juga Rio serta para istrinya tampak tertawa-tawa mendengarkan hal itu.     

"Kalian itu kenapa sampai harus sekompak itu sih, hanya karna membela gadis macam Mentari itu!?" ujar Bram.     

"Apa maksud, Papa?!" tanya Alvin memastikan.     

"Vin," Bram memegang pundak Alvin, dan Alvin pun menatap sinis ke arah pundaknya sendiri.     

Lalu Bram kembali melanjutkan pembicaraannya.     

"Vin, Laras itu jauh lebih baik, dibandingkan gadis yatim piatu itu. Bisnis keluarga kita akan semakin besar jika kamu dan Laras menikah nanti," tutur Bram.     

"Jadi hanya karna bisnis?!" tanya Alvin lagi. "Tentu saja, karna masa depan kalian itu juga lebih penting dari apa pun,"     

"Enggak, Papa dan Om Rio itu terlalu sok tahu dengan masa depan kami!" tegas Alvin. Lalu Alvin pun menarik tangan Laras, dan mengajaknya pergi meninggalkan para orang tuanya.     

      

"Lihat, mereka itu terlihat sangat kompak dan serasi. Aku masih heran. Kenapa mereka menentang perjodohan in!" tukas Rio yang berbicara kepada Bram.     

Dan Bram pun tersenyum menanggapi ucapan Rio.     

"Benar, Pak Rio  mereka itu sangat kompak. Hanya saja mereka itu masih malu-malu untuk mengatakan perasaan mereka berdua," tanggap Bram.     

      

      

***     

      

Tak terasa hari pun sudah berganti, kegiatan wajib yaitu bersekolah pun masih mereka jalani.     

Mentari tampak terdiam sendirian di dalam kantin,     

Dengan semangkuk bakso yang ada di hadapannya, Mentari tampak hanya memain-mainkan sendoknya, tanpa sedikit pun melahapnya.     

Padahal dia belum sempat sarapan ketika di rumah tadi.     

Dia berangkat terlalu pagi sekali, karna dia menghindar dari jemputan motor Alvin.     

Tapi sayangnya ketika berada di dalam kantin, nafsu makannya benar-benar tak muncul.     

Sejak kemarin Mentari terus memikirkan perjodohan Alvin dan Laras.     

Dia benar-benar tak menyangka jika semua ini terjadi kepadanya.     

Apa lagi, dia itu sangat menyayangi Alvin, dan juga menyayangi Laras, tentu saja dia ingin terbaik bagi mereka.     

Tapi  pengorbanan yang harus dia lakukan hari ini sangatlah berat sekali.     

      

"Tari, kamu pasti bisa, kamu harus ikhlas, Mentari. Demi kedua orang yang kamu sayangi," gumam Mentari yang menyemangati dirinya sendiri.     

Dan tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.     

"Eh, dari tadi kok makanannya, di anggurin aja sih? Tu bakso sampai dingin membeku dan mie-nya mengembang mirip karet," ledek orang Vero.     

Dan seketika Mentari pun menengok ke belakang, dan rupanya orang itu adalah Vero.     

"Loh, Kak Vero?" Mentari pun tampak sangat kaget melihat kehadiran Vero.     

"Kok, Kak Vero bisa ada di sini sih?" tanya Mentari.     

"Iya dong! Namanya juga artis ya diundang ke mana-mana," jawab Vero setengah berkelakar.     

"Eh, bukanya, Kak Vero, bukan artis lagi kan, tapi Kak Vero itu CIO muda yang bisnisnya sedang naik daun itu ya?" sindir  Mentari sambil tersenyum.     

"Ah, iya, aku lupa kalau aku bukan artis lagi," jawab Vero.     

"Terus, apa urusan, Kak Vero datang kemari?" tanya Mentari     

"Ah, aku sedang ada urusan dengan  Bu Maya."     

"Oh, pasti urusan kerja sama yang berhubungan dengan bisnis, Kak Vero saat ini dan sekolahan ya?" tanya Mentari seraya menebak-nebak.     

"Emm... bukan tuh!" jawab Vero     

"La terus apaan dong?"     

"Ah, nanti kamu juga tahu sendiri,"     

"Ah, Kak Vero nih, bikin penasaran aja,"     

Mentari tampak cemberut, karna Vero masih tidak mau memberi tahu apa yang sedang dia lakukan di lingkungan sekolah ini.     

      

"Udah lah, Tari. Nanti kamu juga tahu sendiri. Apa tujuanku kemari. Sekarang aku belum bisa memberitahumu." Ujar Vero lagi.     

"Ah, baiklah! Aku gak akan paksa, Kak Vero." Sahut Mentari.     

"Nah gitu dong!" ujar Vero, dan Vero mencubit bagian hidung Mentari.     

"Ih sakit, Kak Vero!"     

"Haha! Maaf, sengaja!"     

"Ih, Kak Vero nih,"     

      

Lalu Vero pun memesan satu mangkuk bakso seperti Mentari.     

Dan setelah pesanannya tiba, Vero pun segera memakannya dengan lahap.     

"Begini, nih cara makam bakso yang benar, gak cuman di lihatin dan di aduk-aduk sampai mengembang!" sindir Vero.     

Dan Mentari pun tersenyum, karna melihat tingkah Vero itu.     

"Nah, gitu dong senyum, kan kalau senyum nuansa angker di wajahmu itu sedikit memudar," ledek Vero.     

"Ah, emang aku sejelek itu ya?" tukas Mentari, dengan wajah sedikit kesal.     

"Yaelah! Pakek cemberut lagi, aku cuman bercanda Mentari. By the way, kamu ada masalah apaan sih? Kok kayaknya galau banget?" tanya Vero.     

      

      

"Ah, hmmmm... pokoknya ada lah, Kak." Jawab Mentari.     

"Loh, ada masalah apa? Cerita dong, dan di mana Laras dan Alvin?"     

"Hufttt ... yaitu masalahku,"     

"Yaitu bagaimana?!"     

"Ya pokoknya rumit banget mau jelasinnya,"     

"Jelasin dong, Tari. Please," mohon Vero.     

"Kak Vero beneran mau dengerin?"     

"Yaiyalah, masa enggak? Secara aku kan udah nanya dari tadi!"     

"Ah, ok. Jadi gini ceritanya, Laras dan Alvin itu sudah di jodohkan oleh kedua orang tua mereka." Tutur Mentari.     

"Hah?! Maksudnya?!"     

"Iya, maksudnya, suatu saat nanti mereka berdua akan menikah!"     

"Loh, gak bisa gitu dong, kan Alvin itu pacar kamu, dan Laras itu calon pacar aku! Eh," Vero segera menutup mulutnya.     

"Hah?! Jadi Kak Vero juga suka sama Laras ya?!" tanya Mentari secara terang-terangan.     

"Iya, bisa di bilang begitu. Cinta yang menyuruhku untuk mencari penggantinya, dia berbicara lewat mimpi. Dan aku pikir, Laras adalah sosok gadis yang baik dan juga sangat asyik," pungkas Vero.     

"Kak Vero, tahu tidak kalau sebenarnya, Laras itu juga sangat suka dengan, Kak Vero?"     

"Hah?! Serius?!"     

"Iya!" jawab Mentari sambil mengangguk-anggukan kepalanya.     

"Tapi sayang banget ya, kalau dia sudah di jodohkan begini itu artinya, aku sudah tidak ada kesempatan," tukas Vero yang tampak sangat kecewa.     

"Kalau soal itu aku juga tidak tahu, Kak. Hubunganku dan Alvin saja, sudah di ujung tanduk," pungkas Mentari.     

"Sayang sekali ya, Mentari?"     

"Iya, aku juga sangat bingung dengan hal ini,"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.