Bullying And Bloody Letters

Merelakan Alvin



Merelakan Alvin

0Mentari dan Vero sedang asyik mengobrol dan tepat saat itu juga, Laras dan Alvin datang menghampiri mereka berdua.     
0

      

"Loh, Kak Vero, kak ada di sini sih?" tanya Laras.     

"Eh, Laras, iya kebetulan aku sedang ada urusan dengan Bu Maya," jawab Vero.     

"Apa, kita boleh duduk di sini?" tanya Alvin.     

Dan Mentari pun mengangguk, akhirnya Laras dan Alvin pun duduk di antara Mentari dan juga Vero.     

Suasana terlihat sangat canggung tak seperti biasanya.     

Padahal biasanya mereka selalu ceria dan bangku mereka selalu paling ramai oleh celotehan dari suara Laras, yang paling heboh bercerita di antara yang lainnya.     

      

Dan semua berubah karna kejadian yang kemarin.     

Nampaknya Mentari benar-benar sedang menjaga jaraknya.     

Dia masih ingat dengan kata-kata ayahnya Alvin dan juga Laras.     

      

"Tari, kok  kamu gak sarapan? Kamu gak nafsu makan gara-gara masalah yang kemarin ya?" tanya Alvin.     

Dan Mentari pun terdiam tak bergeming.     

"Maafkan, Papaku ya, Papaku  memang asal bicara, kalau ngomong suka ceplas-ceplos." Tutur Alvin.     

"Alvin, benar, Tari. Maafkan atas perkataan orang tua kami yang kemarin ya, ini benar-benar sulit bagi kami. Kami tidak tega dengan mu  tapi kami juga tidak bisa menolak kehendak kedua orang tua kami," sambung Laras.     

      

"Mungkin benar apa kata orang tua kalian,  aku tidak pantas dengan Alvin. Dan mereka merencanakan ini semua demi kebaikan kalian. Jadi kalian lakukan saja apa yang mereka ingin kan," tukas Mentari.     

Perlahan Laras menggenggam tangan Mentari, lalu dia meneteskan air matanya.     

"Tari, aku mohon, jangan bicara begitu, ayo berjuang, ayo perjuangkan cintanya Alvin!" pinta Laras.     

"Laras, stop! Aku tidak bisa lagi, karna semakin aku berjuang, srmakin sakit hatiku. Ucapan mereka memang benar, tapi hatiku tidak tahan kalau harus mendengarkannya satu kali lagi," jawab Mentari.     

"Tapi, Tari. Apa kamu sudah tidak cinta lagi kepadaku?" tanya Alvin.     

"Maaf, Alvin. Bukannya begitu, tapi aku juga tidak mau jika aku terus mendengar mereka mengatakan aku cacat, tidak punya orang tua, dan tidak jelas asal usulku" tak sadar, butiran bening kembali menetes dari sudut mata sipit Mentari.     

"Tari, aku mohon, Tari. Maafkan mereka. Aku mohon, Tari ...." Pinta Alvin.     

"Vin," Mentari mengelus pundak Alvin, "percayalah, apa yang di katakan oleh orang tua kalian itu ada benarnya,"     

"Tapi, Tari. Kami ini tidak saling Cinta!"     

"Percayalah, Vin. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.     

      

"Tapi—"     

"Ssst ... kalian tenang saja semua akan baik-baik saja," ujar Mentari.     

Mentari menggenggam tangan Laras dan  Alvin lalu dia menaruh tangan Laras di atas tangan Alvin.     

Setelah itu, Mentari berusaha menghindar dari Alvin dan juga Laras.     

Dia lebih dering menghabiskan waktu sendirian di perpustakaan, atau berkumpul dengan teman-teman lain untuk mengerjakan tugas kelompok.     

Meski begitu, Laras dan Alvin masih saja terus mendekati Mentari, tapi Mentari saja yang sengaja menyuruh mereka pergi.     

Mentari berkata bahwa dia akan mendekati mereka lagi ketika hatinya sudah baik-baik saja.     

Dan zekarang, dia dedang berusaha untuk mbiasakan diri dan melupakan perasaannya kepada Alvin.     

      

      

Begitu pula dengan Vero, dia juga berusaha melupakan perasaan sukanya terhadap Laras.     

Vero tidak sesulit Mentari, karna dia belum terlalu menyukai Laras, bahkan dia juga belum sempat menyatakan perasaannya kepada Laras.     

Dan karna kejadian itu, kini Vero dan juga Mentari lebih sering menghabiskan waktu bersama-sama.     

Mereka mencari kesenangan untuk melupakan hati mereka yang sedang hancur.     

      

Di sebuah cafe, tempat yang dulu sering di kunjungi oleh Mentari, Laras dan juga Alvin. Kini sudah tidak seperti dulu, hanya ada Vero dan Mentari.     

Laras dan Alvin sudah tidak lagi datang ke tempat itu.     

Waktu di luar sekolah, mereka habiskan untuk pertemuan keluarga.     

Pertemuan keluarga Laras dan juga Alvin lebih sering diadakan.     

      

Mau tidak mau hubungan Alvin dan Laras semakin dekat.     

"Wah, sekarang kemistri antara kalian berdua semakin cocok." ujar Bram.     

"Benar, Pak Bram, saya juga merasa demikian kalau mereka berdua itu memang cocok. Saya merasa perjodohan yang kita sepakati ini benar-benar tidak sia-sia," pungkas Rio.     

      

Sementara Laras, dan Alvin hanya saling, diam, mereka saling pandang. Mereka tidak lagi bisa berbuat apa-apa keinginan kedua orang tuanya mereka sangatlah kuat.     

Mereka tidak akan mungkin menggagalkan begitu saja rencana perjodohan ini.     

Mereka tidak peduli perasaan kedua putra-putrinya.     

Mereka pikir inilah yang terbaik, dan sebagai seorang anak yang baik, Laras dan juga Alvin hanya bisa menurut saja.     

Toh mereka berbuat apa pun untuk menolak perjodohan ini tidak lah mungkin bisa.     

Apa lagi, sekarang Alvin dan Laras, sudah mulai terbiasa untuk bergandengan tangan, dan lain sebagainya.     

Mereka berdua sudah saling menyayangi, karna sama-sama tidak bisa menentang perjodohan ini, membuat mereka menjadi lebih saling mengerti satu sama lain.     

      

      

Sekarang tidak ada yang memberatkan Alvin, karna Mentari sudah benar-benar melepaskannya.     

Begitu pula dengan Laras, dia sudah tidak lagi memikirkan Mentari, karna Mentari sudah menyerahkan Alvin kepada dirinya sepenuhnya.     

Apalagi, sekarang Mentari sudah tampak baik-baik saja. Dia lebih sering menghabiskan waktu bersama  Vero.     

      

      

"Laras, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Alvin.     

"Maksudnya?"     

"Bagaimana perasaanmu sekarang, tentang perjodohan ini?"     

"Oww, aku sudah lebih baik," jawab Laras.     

"Maksudnya?"     

"Ya, aku sudah agak baikkan. Dan sekarang aku hanya bisa pasrah, kalau suatu saat kita memang berjodoh aku bisa apa?" ujar Laras.     

Dan Alvin pun tersenyum sesaat.     

"Huuft ... aku pun demikian, aku juga sudah mulai pasrah, dan kalau memang kamu yang terbaik untukku mau bagaimana lagi?"     

Laras, berbalik tersenyum kepada Alvin.     

      

Ada banyak hal yang mereka pertimbangkan saat ini, jika mereka terus memilih orang lain yang akan menjadi pasangan mereka nanti.     

Kalau pun mereka berhasil mendapatkan orang yang mereka cintai dan berhasil menggagalkan perjodohan ini.     

Lalu bagaimana tanggapan orang tua mereka.     

Apa mereka akan menyayangi dengan tulus, dengan jodoh yang di pilih oleh anaknya?     

Lalu apa mereka tidak akan menghargai pilihan yang mereka pilih?     

Alvin dan Laras bukan hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan calon pasangannya nanti, apa lagi mereka sudah paham betul bagaimana karakter kedua orang tuanya itu.     

Mereka tidak mudah baik hati, dan sehangat ini, kepada orang yang tidak mereka kehendaki.     

      

Semua demi kebaikan, toh, bagi Laras, Alvin adalah pria yang baik, tampan, dan nyaris sempurna di matanya, tidak ada alasan untuk menolaknya, kecuali karna dia yang mencintai Mentari.     

Dan sekarang Mentari sudah melepaskannya, lalu apa lagi yang harus dia ragukan.     

Vero?     

Tidak.     

Karna sampai detik ini Laras tidak tahu, tentang perasaan Vero kepadanya.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.