Bullying And Bloody Letters

Jalan-jalan Dengan Vero



Jalan-jalan Dengan Vero

0Di dalam sebuah mal yang cukup terkenal di daerah Jakarta.     
0

Tampak Vero dan juga Mentari tengah berjalan dan memilih-milih pakaian.     

"Udah dapat bajunya?" tanya Vero.     

"Belum ni, Kak, aku bingung," jawab Mentari.     

"Aku bantuin ya?"     

"Ah, gak usah, aku gak jadi beli aja ya?"     

"Kamu pilih aja, mumpung aku lagi naik nih,"     

"Aku, cuman gak mau jadi ngerepotin, Kaka, sih?"     

"Udah dong, Tari, kan aku memang sengaja ngajakin kamu buat belanja baju. Aku, 'kan sudah janji, kalau kamu dapat nilai bagus maka aku akan memberimu hadiah," tutur Vero.     

"Tapi, tidak perlu membelikanku baju, Kak, ini berlebihan aku ditraktir makan di pinggir jalan saja sudah bahagia," pungkas Mentari.     

"Wah, Mentari, kamu itu benar-benar berbeda ya, padahal kamu itu anak konglomerat lo, tapi gak malu makan di pinggir jalan," puji Vero.     

"Ah, Kak Vero, nih mujinya berlebihan, aku bukan anak konglomerat, Kak," sangkal Mentari.     

"Ah, cuman kamu nih, anak konglomerat, tapi, tetap low profile, pantesan ya, Alvin sampai tergila-gila banget sama kamu,"     

"Ah, ini sih memang, Kak Vero, yang berlebihan,"     

"Ya enggak dong, Tari, aku gak berlebihan aku cuman ngomong apa adanya, yasudah kalau  gak mau di puji buruan gih, pilih bajunya, yang mana aja boleh kok,"     

"Iya, deh,"     

      

      

Dan setelah memilih satu baju, dari mall itu, Mentari mengajak Vero untuk pulang.     

"Udah, ah, kita pulang" ajak Mentari.     

"Kamu yakin cuman ambil satu potong baju aja?" tanya Vero.     

"Iya, terus mau baju berapa? Satu aja sudah cukup kok, Kak. Aku gak enak sama, Kak Vero. Mentang-mentah di traktir jadi seenaknya,"     

"Ah, kamu itu udah kayak sama siapa aja sih, Tari. Aku kan yang mengajakmu, jadi kamu jangan sungkan!"     

"Udah, satu aja udah cukup,"     

"Yaudah deh, kalau begitu, kita makan dulu yuk, jangan langsung pulang dulu," ajak Vero.     

"Yaudah, deh, tapi kali ini biar Tari, aja yang bayar ya?"     

"Eh, jangan dong! Kan aku yang ajak!"     

"Ya tapi, Kak Vero 'kan udah bayarin bajunya, Tari!"     

"Tari! Tari! Udah gak apa-apa aku kan cowok! Malu dong ngajakin cewek makan tapi yang bayar ceweknya!"     

"Tapi—"     

"Kamu mau bikin harga diri aku sebagai seorang cowok jatuh?"     

"Ih, bukanya begitu, Kak, tapi—"     

"Udah ayo!"     

Vero menarik tangan Mentari hingga tubuhnya sampai turut terseret, dan terpaksa mengikuti ajakan Vero.     

      

"Udah, sekarang kamu duduk, dan kamu boleh makan apa aja di sini! Aku yang traktir!"     

"Huufftt ... ok deh!" jawab Mentari.     

Lalu Mentari pun memilih satu porsi makanan, di restoran itu, tapi dengan ukuran yang cukup kecil.     

"Tari, itu kan hanya makanan penutup? Kamu gak pesen buat makanan pembukanya?" tanya Vero.     

"Enggak ah, ini udah cukup," jawab Mentari.     

"Duh, cukup apaan! udah aku pesanin lagi aja deh!" ujar Vero.     

"Eh, tapi Kak—"     

      

Dan tak lama makanan yang mereka pesan pun sampai, meja tempat mereka pun sampai penuh dengan makanan-makanan pesanan Vero. Karna Mentari hanya memesan satu mangkuk kecil es krim saja.     

      

"Kak, Vero, ini banyak banget? Emang bakalan abis?" tanya Mentari dengan polosnya.     

"Ya habis dong, kan kita makannya berdua!" jawab Vero dengan santai.     

"Tapi, Tari, gak mungkin habis makan sebanyak ini!"     

"Ya gak mau tau pokonya, kamu harus habisin, biar badannya gak kurus begitu!" ledek Vero.     

"Hah!? Aju kurus?!"     

"Iya!" Vero mengangguk.     

"Oh my God, itu boddy shamming, Kak Vero!"     

"Bukan, Mentari, aku gak ada niat buat menghina, tapi cuman memotivasi!"     

"Hah! Motivasi apaan kayak begitu!?"     

"Haha, bercanda ah! Ayo buruan di makan keburu dingin lo, nanti gak enak!" ujar Vero.     

"Hah! Terpaksa deh!" keluh Mentari.     

Dan merekan pun akhirnya menyantap makannan yang sudah mereka pesan.     

Dan dengan sekuat tenaga, kali ini Mentari, menambah banyak porsi makannya dari biasanya.     

Perutnya terasa hampir meledak, dan ini benar-benar seperti sebuah rekor baru bagi Mentari.     

Makanan yang sudah di pesan harus segera di habiskan tidak tersisa, agar tidak mubazir. (Prinsip hidup Mentari)     

"Heggh! Upss!" Mentari langsung menutup mulutnya yang baru saja bersendawa, "maaf, Kak Vero!" ucapnya.     

"Haha! Gak apa-apa, Tari! Slow aja!" jawab Mentari dengan Santai.     

"Kak!"     

"Iya!"     

"Pulangnya nanti aja ya?"     

"Loh! Kenapa?! Kamu masih mau tambah lagi ya?!"     

"Eh! Enggak!" Mentari segera mengangkat dan  menggoyangkan telapak tangannya dengan cepat.     

"Terus kenapa!?" tanya Vero.     

Dan Mentari pun langsung menunduk dengan wajah cemberut bercampur lemas.     

"Aku lemas, Kak Vero, perutku sakit, gak sanggup jalan ...." Jawab Mentari dengan  lemas.     

Dan Vero pun malah tertawa-tawa sambil menepuk jidatnya sendiri.     

"Haha! Haha haha ya ampun!"  Vero geleng-geleng kepala.     

"Ih, kok malah ketawa sih? Kan ini juga salah kak Vero!"     

"Iya! Iya! Maaf, deh! Ya habisnya kamu lucu banget sih, kirain gak mau langsung pulang kenapa? Eh gak tahunya gara-gara kekenyangan!"     

      

Dan Mentari pun turut tertawa menanggapi ucapan Vero itu, Hari-harinya bersama Vero selalu di isi dengan tertawaan mereka berdua.     

Perlahan bayangan Alvin mulai lenyap dari pikirannya.     

Dan kini bersama Vero, hatiny merasa nyaman.     

Vero adalah pria yang baik hati, humoris tampan dan tentunya dia adalah orang yang tidak pernah memandang kepada siapa dia akan berteman.     

Mentari merasa sangat beruntung sudah mengenal Vero.     

      

      

"Sudah mendingan belum perutnya?" tanya Vero.     

"Emm, sudah lumayan, tapi jadi ngantuk nih, Kak," keluh Mentari.     

"Hah?! Terus kamu mau tidur dulu gitu?"     

"Mmm gimana ya? Hoamm!"     

"Wah, please deh Mentari, gak lucu kan kalau aku nungguin kamu tidur di sini?"     

"Sepuluh menit aja ya, Kak,"     

"Hah?! Enggak-enggak!"     

Vero langsung menarik tangan Mentari, dan menggendong paksa Mentari lalu mengajaknya masuk ke dalam mobilnya.     

"Kak Vero! Apa-apaan sih?!"     

"Udah jangan bawel!"     

"Tapi! Malu, Kak!"     

"Ah, berisik!'     

Mentari menutup wajahnya di balik pundak Vero yang tengah menggendongnya itu, karna dia malu, semua orang memandang ke arahnya dan Vero.     

"Kak, Tari, malu banget sumpah ...." Lirih Mentari.     

"Udah, diam aja kamu!" sergah Vero.     

"Tapi, semua orang ngelihatin kita nih!"     

"Udah tenang aja, gak ada yang kenal ini,"    jawab Vero santai.     

"Ya tapi—"     

"Ah, berisik!"     

      

Setelah sampai di dalam mobil Vero pun langsung menaruh Mentari di atas kursi mobil dengan kasar, karna saking sudah lelahnya. "Aw! Sakit kak!" pekik Mentari.     

"Ah, maaf, Tari!"     

Dan setelah itu Vero duduk di samping Mentari lalu dia membawa mobilnya melaju meninggalkan tempat itu.     

"Kamu itu kurus-kurus tapi lumayan berat juga ya!" ujar Vero.     

"Ah, masa sih?" tanya Mentari sambil menghadap ke arah Vero.     

"Iya, tari!" Jawab Vero.     

      

Cekiit...!     

Tiba-tiba Vero mengerem dadakan karna reflek, di depan ada seorang pejalan kaki yang sedang lewat.     

Dan tepat saat itu juga posisi tubuh Mentari yang awalnya menghadap ke arah Vero kini tak sengaja, memeluk tubuh Vero, akibat pijakan rem itu.     

      

Seketika wajah Vero dan wajah Mentari pun saling berdekatan.     

Dan tepat saat itu, tiba-tiba jantung Mentari berdetak dengan sangat kencang.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.