Bullying And Bloody Letters

Acara Tunangan



Acara Tunangan

0"Om, tapi Tari, gak pernah datang ke tempat seperti ini! Tari gak percaya diri banget, Om." Tukas Mentari.     
0

"Udah, kamu tenang aja! Rekan bisnis Om Dimas baik-baik kok, anaknya juga ganteng-ganteng," ujar Dimas.     

"Tapi, Om—"     

"Udah, tenang aja, kamu udah cantik begini, gak ada alasan buat gak percaya diri lagi!" tegas Dimas.     

Dan Dimas menggandeng paksa tangan Mentari yang masih ragu-ragu itu untuk masuk ke dalam mobilnya.     

      

"Dan seperti nya, pak Vero, juga bakalan hadir ke pesta ini,"     

"Hah?! Kak Vero?!"     

"Iya!"     

'Aduh, aku,  kan sama Kak Vero, lagi canggung banget, gimana kalau dia langsung nagih, pertanyaannya yang kemarin?' batin Mentari.     

      

"Loh, kok mukanya tegang gitu sih, Tari? Pasti kamu udah gak sabar pengen ketemu, Vero ya?" tebak Dimas.     

Dan seketika Mentari langsung menyangkalnya, "Eh, enggak kok, Om!"     

"Ah, yang bener?" ledek Dimas.     

"Bener, Om! Serius!" Mentari sampai angkat dua jarinya.     

Dimas pun hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya, karna melihat tingkah ajaib Mentari hari ini yang terlihat sangatlah berbeda dari biasanya.     

"Susah, kalau berhadapan dengan  orang yang sedang jatuh cinta, tingkahnya selalu luar biasa," gumam Dimas.     

"Eh, emangnya, Tari, aneh banget ya?"     

"Eh, enggak kok," jawab Dimas.     

      

Lalu Dimas pun melajukan mobilnya sedikit lebih kencang lagi.     

"Om, pelan aja dong!"     

"Gak, bisa, Tari! 5 menit lagi pesta bakalan di mulai Om Dimas gak enak kalau telat!"     

      

      

Dan setelah 5 menit berlalu, Mereka pun sampai di tempat acara.     

Sebuah gedung mewah, yang sudah di penuhi dengan hiasan bunga dan berbagai pita serta di depan pintu masuk terdapat foto seorang wanita dan seorang pria yang sedang berpose mesra dan romantis, tapi sayangnya Mentari tak sempat melihatnya, karna tangannya masih terfokus ke arah ponselnya yang berbunyi.     

Dan di dalam ruangan terdapat aneka makanan lezat yang di susun rapi berbentuk prasmanan, bahkan para tamu undangan yang hadir pun juga cukup ramai, hampir semua dari kalangan kelas elite.     

      

"Om, Tari, izin ke toilet sebentar ya?" tanya Mentari.     

"Iya, sudah silakan! Jangan lama-lama ya, Tari! Om tunggu di sana!" ujar Dimas sambil menunjuk ke arah kerumunan orang-orang berjas dan terlihat seperti para bos.     

"Iya, Om!" jawab Mentari, dan Mentari pun segera berlari menuju toilet.     

      

      

Setelah beberapa menit kemudian, Mentari pun keluar dari dalam toilet dan dia menghpirinya Dimas.     

"Om, Tari udah selesai," tukas Mentari sambil menepuk pundak Dimas.     

"Eh, udah selesai! Yasudah sini biar, Om kenalkan dengan teman-teman Om Dimas ini,"     

Dimas pun langsung menggandeng tangan Mentari dan memperkenalkan kepada yang lainnya,     

Tepat di depan kedua orang tua mempelai yang sedang bertunangan.     

"Baiklah, Pak Bram, Pak Rio, perkenalkan, ini keponakan saya dan satu-satunya pewaris tunggal dari  Elang Jaya Group!" jelas Dimas.     

Dan seketika Mentari pun langsung terdiam tak bergeming dan matanya melotot tajam saat melihat kedua pria yang ada di hadapannya itu adalah orang tua dari Laras sahabatnya dan juga Alvin mantan kekasihnya.     

      

Begitu pula dengan Bram dan Rio, mereka sangat terkejut saat melihat ternyata Mentari adalah pewaris tunggal dari perusahaan terbesar yang selama ini menjadi tempat bernaung perusahaan mereka berdua.     

Tentu saja, mereka berdua hampir tak Percaya melihat kenyataan ini.     

"Pak Dimas, sedang bicara, 'kan ini?" tanya Bram.     

"Loh, tentu saja tidak! Dia ini adalah Mentari Surya Jaya, putri tunggal dari Bapak Reno Jaya dan Ibu Kamila Yunita Jaya, pemilik perusahaan Elang Jaya Grup yang bergerak di berbagai cabang bisnis seperti properti, industri makanan dan juga kosmetik serta warung waralaba dan masih banyak lagi!" jelas Dimas.     

      

Seketika Bram dan Rio pun langsung syok mendengarnya, apa lagi sebelumnya mereka berdua sempat menghina Mentari habis-habisan, mengatakan cacat dan tidak punya orang tua.     

Mereka paham betul kenapa, Mentari tidak melawan saat dihina tidak punya orang tua, dan tidak jelas. Karna keadaannya memang dia benar-benar sudah tidak punya orang tua, hanya saja, terlalu kurang ajar, kalau mengarakan dia gadis dari keluarga yang tidak jelas, karna pada kenyataannya, dia adalah anak dari keluarga konglomerat.     

      

Habis sudah rasanya mereka berdua di hati ini, mereka sangat malu melihat Mentari.     

Bahkan jika Dimas mengetahui kejadian waktu itu di mana mereka mempermalukan Mentari, sudah pasti Dimas akan marah dan tidak akan memaafkan mereka semua.     

Bram dan Rio hanya bisa menunduk, mereka tak lagi bergeming.     

Bahkan di dalam hati Bram terdapat sebongkah rasa sesal yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.     

Bagaimana tidak!     

Dia yang sangat gila harta dan jabatan itu sudah menolak mentah-mentah anak dari pengusaha yang kaya raya, dan memiliki kekayaan yang sangat jauh dari apa yang ia miliki, bahkan saat ini perusahaannya juga menjadi besar karna bernaung dalam perusahaan milik keluarga Mentari.     

Harusnya kalau waktu itu dia mau menerima pilihan Alvin, maka masa depan Alvin dan perusahaannya sudah pasti akan terjamin.     

Tapi dia malah menolaknya bahkan mengolok-olok Mentari senaknya saja.     

      

      

Dan tak berselang lama, acara tukar Cincin pun di lakukan.     

Tampak Alvin dan juga Laras tengah berdiri, dan di saksikan oleh para tamu undangan yang lainnya.     

Laras terlihat sangatlah cantik, begitu  pula dengan Alvin.     

Alvin terlihat sangat gagah hari ini.     

      

'Mereka adalah pasangan yang serasi, aku juga turut bahagia melihat mereka bahagia' batin Mentari.     

      

"Tari, kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Dimas.     

"Eh, Om Dimas, bikin kaget aja,"     

"Maafkan, Om Dimas ya, karna jujur Om Dimas tidak tahu kalau Alvin dan Laras itu adalah putra-putri dari Bram dan Rio. Tahu begini, Om gak akan ngajakin kamu kemari, dan Om juga gak bakalan mau datang ke tempat ini," ujar Dimas, dengan wajah yang sedikit kesal.     

"Gak apa-apa  kok, Om, Tari udah gak sedih lagi, justru melihat mereka bahagia, Tari juga ikut bahagia kok, Om,"     

"Hati kamu itu memang sangat baik dan sangat tulus ya, Tari. Om bangga punya keponakan seperti kamu, dan Om juga yakin kalau kedua orang tua kamu masih hidup, pasti mereka juga bangga banget, punya anak seperti kamu,"     

Mentari pun tersenyum dan memeluk Dimas.     

"Tari, gak tahu gimana jadinya kalau sampai gak ada, Om Dimas," ucap Mentari.     

      

Dan di belakang sudah ada, Alvin, Laras, serta para orang tuanya.     

"Mentari," panggil Laras.     

Dan Mentari  pun menoleh ke arah mereka semua.     

"Terima kasih, ya atas kehadirannya dia acara pertunangan kami," ucap Laras.     

"Iya, selamat buat kalian," tukas Mentari sambil mengulurkan tangannya.     

"Dan saya mewakili para orang tua kami, dengan kerendahan hati dan ketulusan, meminta maaf kepada mu, atas sekala perlakuan kami yang tidak baik kepadamu," ujar Alvin.     

"Iya, maafkan kami ya, Nak Tari," sambung Rio.     

"Benar, kami  sudah berlaku buruk kepadamu waktu itu,? " imbuh Bram.     

      

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.