Bullying And Bloody Letters

Hari Kelulusan Alvin



Hari Kelulusan Alvin

0"Iya, aku sudah memaafkan kalian, lagi pula tidak ada gunanya aku membenci kalian semua," ujar Mentari.     
0

"Terima kasih, Tari!" tukas Laras, dan dia pun memeluk Mentari.     

"Apa aku dan Alvin masih bisa menjadi temanmu seperti dulu lagi?" tanya Laras sambil menangis.     

Dan Mentari pun menganggukkan kepalanya.     

"Iya, boleh kok. Maaf ya, selama ini aku sudah menghindar dari kalian, aku hanya belum sanggup menerima kenyataan, dan sekarang hati ku sudah lega, aku benar-benar sudah rela dan turut bahagia melihat kalian bahagia" pungkas Mentari.     

Dan akhirnya  Alvin pun juga turut berpelukan dengan Mentari. Mereka bertiga berpelukan di saksikan para orang tua mereka.     

Dan  tak lama kemudian, Vero pun datang menghampiri mereka semua.     

"Loh, kok peluk-pelukan gak ajak-ajak sih?" tanya Vero.     

"Loh, Kak Vero?" tukas Laras sambil menunjuk ke arah Vero.     

"Selamat ya buat kalian," tukas Vero, sambil berjabat tangan dengan Laras, dan di lanjutkan dengan Alvin.     

Dan tak lupa Vero pun juga menyapa Dimas.     

"Hai, Pak Dimas, apa kabar? Lama ya kita tidak berjumpa lagi,"     

"Iya, Pak  Vero, senang bisa berjumpa lagi dengan Pak Vero," jawab Dimas.     

"Eh  ngomong-ngomong, panggilnya, Vero aja ya, jangan pakek, 'Pak' saya itu masih muda lo, Om,"     

"Haha iya, Pak! Eh, Vero!"     

"Haha haha haha!"     

      

Dan kini suasana pesta itu menjadi sangat hangat.     

Mereka saling mengobrolkan soal pribadi dan kadang diselingi soal bisnis.     

      

      

***     

      

Esok harinya.     

Hari kelulusan sekolah bagi Alvin pun sudah tiba.     

Alvin dan para siswa-siswi lain yang satu angkatan dengan Vero tampak bergembira.     

Hari inilah mereka melepas masa putih abu-abu.     

Dan yang semakin membuat Alvin bahagia adalah, karna dia mendapatkan nilai yang cukup baik.     

      

Melihat Alvin dan yang lainya sedang melakukan aksi saling coret-coret pakaian sekolah, Laras dan Mentari pun datang menghampirinya.     

      

"Alvin!" panggil Laras dari kejauhan.     

Dan Alvin yang berada di tengah lapangan itu pun langsung menghampiri Mentari dan juga Laras.     

"Selamat ya!" tukas Mentari sambil mengulurkan tangannya.     

"Terima kasih Tari," jawab Mentari.     

"Selamat ya, Alvin tunangan aku, sebentar lagi kamu bakal menjadi mahasiswa, bukan anak SMA lagi," ujar Laras sambil tersenyum, setengah berkelakar.     

"Iya, Laras, terima kasih, ya, I love you!" jawab Alvin.     

Lalu mereka berdua pun berpelukan di depan Mentari.     

Dan Mentari hanya tersenyum-senyum melihat mereka berdua, tidak ada lagi rasa cemburu di hatinya.     

Dia sudah benar-benar melepaskan Alvin sepenuhnya.     

Tapi di saat itu, Laras menarik tangan Mentari dan mengajaknya turut berpelukan bersama mereka berdua.     

      

***     

      

Sepulang dari sekolah, Alvin mengajak Laras dan Mentari untuk makan bersama di sebuah kafe yang dulunya biasa mereka kunjungi?     

Tapi semenjak peristiwa perjodohan itu mereka bertiga tidak lagi berkunjung ke kafe ini, hanya Mentari saja yang datang, itu saja ditemani oleh Vero dan jarang sekali datangnya.     

      

"Hari ini kalian boleh pesan apa aja, aku yang terakhir!" ujar Alvin.     

"Wah, asyik!" teriak Laras yang tampak sangat girang.     

Sementara Mentari masih asyik menatap layar ponselnya dan membaca pesan dari Vero.     

"Eh, by the way, Kak Vero mau kemari nih, bolehkan ikutan gabung?" tanya Mentari.     

"Ya boleh dong!" sahut Alvin penuh semangat.     

"Iya, bener! Ajak aja biar rame!" sambung Laras.     

Dan dengan segera Mentari pun kembali meraih ponselnya dan menelepon Vero.     

"Hallo, Kak Vero! Tari sedang berada di kafe biasa ada kalau kak Vero mau kesini datang aja!" tukas Mentari lawat telepon.     

"Ok, Tari. Kebetulan aku udah di jalan nih," jawab Vero.     

"Ok, hati-hati, Kak!"     

"Iya, bye sampai ketemu nanti,"     

"Iya,"     

Tut tut tut ....     

      

      

      

Setelah beberapa menit kemudian, Vero pun datang menghampiri mereka bertiga.     

"Hallo semuanya!" sapa Vero dari kejauhan.     

      

"Wah, Kak Vero! Hay!" sapa Laras antusias.     

"Ett, jaga jarak, gak boleh ganjen, sekarang kamu punya aku!" sergah Alvin.     

"Iya, Vin, aku tahu lagi pula, Kak Vero kan sekarang punya Tari," ujar Laras.     

"Hah?! Siapa bilang?!" tanya Mentari.     

"Aku!" jawab Laras.     

"Ih, Laras apa-apaan sih! Aku dan Kak Vero itu belum pacaran lo!"     

"Ah, belum ya?" ledek Laras.     

"Hah?"     

"Berarti besok-besok masih ada kemungkinan untuk berpacaran ya?"     

"Ih, eng-gak!"     

"Ciye! Malu-malu nih!"     

      

      

Dan tak berselang lama, Vero pun datang dan memasuki ruangan  kafe.     

Vero tampak sangat keren hari ini, dengan menggunakan kaos oblong celana jeans dan di padu dengan sepatu kets.     

Penampilan Vero tidak terlalu mencolok tapi wajahnya yang begitu mencolok.     

      

Kulit putih, hidung mancung dengan bibir tipis dan sorot mata yang tajam penuh karismatik.     

"Ya ampun itu, Kak Vero, 'kan? gila ganteng banget!" celetuk Laras secara spontan.     

"Laras!" panggil Alvin yang menyadarkan Laras.     

Dan Laras segera menoleh ke arah Alvin.     

"Iya, Alvin!"     

"Ingat! Tadi ngomongnya apa?"     

"Iya, inget,  Laras punya Alvin, dan Kak Vero punya Mentari!"     

"Ok, bagus!" Alvin mengacungkan jempol tangannya     

"Ih apaan sih!" ujar Mentari yang malu-malu.     

      

Dan Vero pun tampak menoleh kesana-kemari, mencari keberadaan yang lainnya.     

"Kak Vero!" panggil Laras, dan Laras melambaikan tangannya.     

Vero pun langsung berjalan menghampiri Laras.     

"Sini, Ver!" panggil Alvin.     

"Oh, rupanya kalian ada di sini," tukas Vero, sambil melirik sesaat ke arah Mentari, dan Mentari pun menundukkan kepalanya karna tersipu malu melihat Vero.     

Beberapa hari ini, Menteri sengaja menghindar dari Vero, karna Vero yang masih menunggu jawaban dari pertanyaannya.     

      

Sejujurnya Mentari, juga ingin bertemu dengan Vero  dan dua hari tak bertemu Vero itu rasanya sangat kosong.     

Tapi kalau bertemu, Mentari masih merasa bingung dengan perasaannya.     

Dia tidak yakin kalau dia menyukai Vero  dan dia juga takut jika Vero hanya akan menjadikan dirinya sebagai pelampiasan entah dari Laras atau dari Cinta.     

Maka dari itu hingga saat ini Mentari masih belum memberi jawaban kepada Vero.     

      

"Hai, Kak Vero! Gimana kabarnya?" tanya Laras.     

"Baik, Ras, cuman ada sedikit masalah, sesuatu mengganjal di hati, Kaka," Tukas Vero lagi-lagi melirik ke arah Mentari sesaat.     

"Wah, masalah apa tuh yang sampai bikin, Kak Vero jadi mengganjal begitu?"     

"Biasa, karna masalah perasaan cinta, Kaka yang belum mendapat kepastian dari seseorang sampai saat ini!"     

"Serius?!" Laras tampak sangat antusias mendengarnya.     

"Iya, jadi seorang wanita ya sedang Kaka sukai itu tidak segera memberi jawaban dari pertanyaan cinta Kaka, dan justru malah dia terus menghindar selama dua hari ini."     

"Wah, pasti gadis beruntung itu berada di  sini ya?" tebak Laras sambil menoleh ke arah Mentari  dan Mentari malah menunduk.     

      

Alvin pun segera menyikut pelan lengan tangan Mentari.     

"Tuh, dengerin, menunggu sesuatu yang gak pasti itu ngeselin lo, makanya buruan kasih jawaban kasihan dong, Vero," lirih Alvin.     

"Lo kok, ka-kalian jadi melihat ke arah ku begitu sih?" ujar Mentari.     

Sementara ketiga sahabatnya itu masih memandangnya tajam ke arahnya.     

"Kalian gak nganggap aku ini  maling, 'kan?" tanya Mentari lagi.     

      

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.