Ngapel
Ngapel
Dan Mentari segera melepaskan tangannya dari bibir.
Dia baru sadar kalau di sini masih ada Vero, bahkan dia sedang duduk di mobilnya Vero.
'Ya ampun, aku ini udah gila ya? Aku sampai lupa kalau aku masih di mobil Kak Vero, bikin malu saja' batin Mentari.
Lalu dia memukul-mukul pelan kepalanya sendiri karna malu.
Dan tak lama mereka pun sampai tepat di depan gerbang rumah Mentari.
"Yaudah, aku langsung pulang ya! Kamu jangan lupa istirahat!" ujar Vero.
Dan Mentari pun mengangguk kepadanya.
"Bye! Tari sayang!"
"Bye, Kak Vero! Say—" Mentari pun langsung menutup mulutnya yang hampir saja memanggil Vero, dengan sebutan sayang.
Saat mobil Vero mulai melaju kencang dan semakin menjauh hingga tak terlihat lagi, Mentari pun langsung lompat-lompat kegirangan.
"Ya ampun! Hari ini rasanya benar-benar bikin campur aduk! Walaupun banyak adegan memalukan tapi gak tahu kenapa aku jadi bahagia banget!" Tukas Mentari sambil tersenyum-senyum sendirian.
"Non Tari!" panggil Yuni dari kejauhan.
Mentari pun menengok ke arah Yuni.
"Iya, Mbak! Ada apa?!"
"Kenapa malah lompat-lompat di situ? Ayo masuk!" teriak Yuni.
"Eh iya, Mbak! Ada kodok nih!" sangkal Mentari.
"Hah! Kodok?!"
Yuni pun menghampiri Mentari untuk mengeceknya.
"Loh, mana kodoknya sih, Non?!" tanya Yuni.
"Eh, udah ilang, Mbak Yuni!"
"Yaudah ayo masuk! Mbak Yuni udah bikinan puding coklat kesukaan, Non Tari," tukas Yuni.
"Wah, serius? Kebetulan Tari laper banget, tadi gak jadi makan di kafe,"
"Loh, sekarang di biarin kelaparan sama cowoknya, kemarin di kasih makan sampai kekenyangan!"
"Bukan gitu, Mbak Yuni!"
"Terus apa dong?"
"Ada deh, pokoknya!"
"Ih, Non Tari, nih gak mau cerita!"
***
Malam pun tiba, Mentari masih duduk di kamarnya, sambil membayangkan kejadian yang tadi, dia masih tak percaya, kalau Vero menciumnya. Dan bahkan sekarang dia dan Vero sudah resmi berpacaran.
"Cinta! Cinta! Datang dong! Aku mohon!"
Mentari mengedarkan pandangannya ke seluruh kamarnya, dan berharap Cinta, si sahabat hantunya kembali datang menghampirinya.
Dia merasa bersalah dengan Cinta si sahabat hantunya itu, karna dia sudah berpacaran dengan Vero.
Seorang pria yang sangat Cinta sayangi.
"Cinta! Datang! Aku ingin bicara sesuatu dengan mu, ini tentang Vero!"
Krompyang!
Sebuah cermin jatuh di atas lantai.
Tubuh Mentari pun sampai terkejut karna mendengar suara itu.
"Cinta!" panggil Mentari kepada Cinta.
'Aduh, kalau datang bisa enggak sih gak pakek ngerusakin barang di kamarku' batin Mentari.
Cinta menatap kosong ke arah Mentari.
"Cinta, kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu marah kepadaku?" tanya Mentari.
Dan Cinta pun masih terdiam dia melihat ke arah Mentari tanpa ekspresi.
"Ayo bilang kalau kamu marah denganku, aku tidak akan mau menjadi pacarnya Vero!" tukas Mentari.
Dan setelah itu, Cinta pun tersenyum kemudian dia menghilang dari hadapan Mentari.
"Hah?! Susahnya kalau ngobrol sama hantu, belum selesai bicara main ngilang aja!" gerutu Mentari.
Dan kemudian dia pun duduk di atas kasur, tapi saat dia duduk tiba-tiba ada buku diary Cinta di atas bantalnya.
"Loh, ini buku ...."
Segera Mentari membukanya, "Pasti Cinta, sudah menulis sesuatu di buku ini,"
Dan benar saja dalam buku itu Cinta sudah menuliskan sebuah pesan untuk Mentari.
'Aku memang sangat mencintai, Vero! Vero adalah segala-galanya bagiku! Aku gak akan rela kalau Vero mencintai wanita yang salah, dan dengan Vero menetapkan hatinya untukmu, aku masih bisa terima, karna kamu wanita yang baik. Aku merelakan Vero untukmu, tapi tolong jangan sakiti, Vero!'
Setelah membaca tulisan dari Cinta, membuat Mentari sedikit merasa lega.
Ternyata Cinta sudah merelakan Vero untuknya.
"Terima kasih, Cinta," tukas Mentari sambil tersenyum.
Dan dia pun membaringkan tubuhnya lalu dia tertidur.
Malam ini terasa sangat indah bagi Mentari, bayangan Vero terus mengiasi pikirannya.
Tak sadar bibirnya yang mungil terus mengembangkan senyuman, bahkan wajah Vero yang tampan itu sampai terbawa mimpi.
***
Cir cir cir ....
Suara burung saling bersahut-sahutan, pertanda malam sudah berganti pagi.
"Hoaammm! Udah pagi ya?" tukas Mentari sambil merentangkan tulang-tulangnya.
Lalu dia mengecek jam weaker yang ada di meja samping tempat tidurnya.
"Hah! Jam Tujuh!" Mentari pun segera membuang selimutnya dan beranjak pergi.
Ceklek!
Mentari membuka pintu kamarnya, dan sudah ada Yuni yang berdiri di depan kamarnya sambil membawakan nampan berisi segelas susu hangat dan juga roti sandwich.
"Mbak Yuni! Kok Tari gak di banguni sih?!" tanya Mentari yang heboh.
"Ini tanggal merah, Non Tari," jawab Yuni dengan santai.
"Hah?! Emang iya?!"
Mentari kembali masuk ke kamar lagi dan memeriksa kalendernya, dan ternyata benar, hari ini tanggal merah.
"Non Tari! Non Tari! Lagi-lagi gak inget sama hari libur," tukas Yuni sambil geleng-geleng kepalanya.
"Kayaknya, Non Tari, itu emang paling gak rela kalau libur sekolah ya?"
"Eh, bukan gitu, Mbak Yuni, tapi Tari emang beneran lupa!"
"Oh, begitu ya, bukan karna seneng baru jadian sama, Mas Vero?"
"Hah!? Kok Mbak Yuni, bisa tahu sih?"
"Bisa dong! Siapa duku, Mbak Yuni!"
"Hehe jadi malu ni, Tari," Mentari pun tersipu malu sambil tersenyum.
"Yaudah, sekarang sarapan dulu gih, Mbak Yuni udah siapin sarapan buat, Non Tari,"
"Iya, Mbak Yuni, makasi ya,"
"Ok, Mbak, taruh di meja, jangan lupa di makan ya, dan Mbak Yuni, mau kembali ke dapur lagi.
"Ok, Mbak siap!" jawab Mentari sambil formasi hormat.
Setelah sarapan selesai, Mentari pun mulai keluar kamar dan membantu Yuni membereskan rumah.
Meski keluarganya memiliki banyak uang, tapi Mentari hanya memperkerjakan Yuni, kadang sesekali di bantu dengan pekerja yang di pesan lewat aplikasi online.
Mentari lebih sering membersihkan kamarnya sendiri, bahkan untuk membersihkan rumahnya sendiri, dia tidak segan-segan turun tangan untuk membersihkannya. Padahal ukuran rumahnya cukup besar. Mentari tak sedikit pun mengeluh karna lelah
Karna Mentari sudah terbiasa sejak saat Karina masih tinggal di sini dulu.
Bahkan duku jauh lebih berat pekerjaannya dari ini semua.
Dan di saat dia sedang asyik menyapu halaman tiba-tiba ada mobil sport mewah memasuki halaman rumahnya.
Tentu saja mobil itu tidak terlihat asing bagi Mentari.
Mobil itu adalah milik Vero, dan tak lama Vero pun juga keluar dari dalam mobilnya.
"Ehem! Calon, Nyonya Besar, kok nyapu sendiri sih?" ledek Vero.
Seketika Mentari pun melemparkan sapunya, dan segera merapikan rambut yang tampak acak-acakan.
"Eh, Kak Vero! Kenapa datang sih?!" tanya Mentari.
"Loh, emangnya kalau ngapel ke tempat pacar itu gak boleh ya?"
"Iya, tapi telepon kek, kabarain dulu kek,"
"Udah, aku tadi udah kirim pesan dan telepon juga, tapi kamu malah gak angkat"
"Hah!? masa sih?!"
To be continued