Bullying And Bloody Letters

Terlalu Berarti



Terlalu Berarti

0"Kayaknya, Tari, beruntung banget ya, bisa jadi pacarnya, Kak Vero! Karna Kak Vero, itu baik banget,"     
0

"Masa?"     

"Iya!"     

"Dan kayaknya kamu gak cuman jadi pacar Vero! Tapi kamu bakalan jadi Nyonya Vero!" tukas Vero penuh percaya diri.     

"Hahaha, Kak Vero, nih, ngobrolnya sudah sampai ke sana aja sih!" sahut Mentari.     

"Yaiya, dong! Kita itu harus punya tujuan hidup! Buat apa pacaran kalau cuman buat main-main saja! Lagian usiaku kan sudah lumayan dewasa, bukan lagi waktunya bermain-main!"     

"Tapi, Tari, masih muda, Kak! Tari masih SMA!"     

"Terus kenapa?"     

"Ya, agak kejauhan kalau ngomongin sial nikah!"     

"Jauh dari mananya? Alvin dan Laras aja udah tuangan, padahal Alvin baru aja lulus SMA, dan Laras juga masih sepantaran dengan kamu, masih kelas 2 SMA!"     

"Iya, juga sih, tapi ...."     

"Tenang aja, Tari. Jangan jadikan beban ucapanku ini, karna aku akan sabar menunggumu sampai siap, dan kalau pun suatu saat kamu mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari aku, aku pasti akan melepaskanmu untuknya. Dengan catatan kamu harus bahagia!"     

"Eh, kok ngomongnya begitu sih, Tari gak mau sama pria lain, Tari cuman mau sama, Kak Vero!"     

"Ah, yang bener!"     

"Ya, bener dong!"     

"Yaudah, kalau kayak gitu, aku gak perlu siapin tisu lagi ya, kalau sampai suatu saat kamu pergi dengan pria lain?"     

"Emang, Kalau aku sama pria lain, Kak Vero, akan nangis?"     

"Iya!" Vero mengangguk.     

"Tadi katanya rela, tapi kok nangis," Ledek Mentari.     

"Ya, aku pasti bakalan nangis, kalau kamu sama pria lain, tapi setelah itu aku bakalan tersenyum turut berbahagia kalau kamu juga bahagia dengan pria itu," tukas Vero dengan wajah yang terlihat tulus dari dalam hati.     

"Owh, begitu ya? kalau begitu, Tari, janji gak akan melakukan hal itu, karna, Tari gak bakalan tega kalau lihat, Kak Vero, nangis," ucap Mentari sambil menyentuh hidung Vero gemas.     

Dan setelah itu, Vero langsung memeluk Mentari sesaat dan hendak mengecup bibirnya.     

Tapi belum sempat mengecupnya, terdengar suara langkah kaki dengan dentingan suara cangkir keramik di atas nampan.     

Rupanya Yuni, datang membawakan minuman untuk Mentari dan Vero.     

      

"Ini ,Non, Mas Vero, silakan diminum tehnya," tukas Yuni, sambil menaruh teh di atas meja.     

"Terima kasih, Mbak Yuni," tukas Mentari.     

"Yasudah, Embak permisi dulu mau ke dapur,"     

"Iya, Mbak Yuni,"     

"Ingat, jangan sampai kelewat batas ya, Non," bisik Yuni di telinga Mentari.     

"Siap, Mbak Yuni!" Seketika Mentari mengangkat tangan, formasi hormat.     

"Heheh, biasa aja atuh, Non," tukas Yuni sambil menutup mulut menahan tawa.     

      

Dan menyadari jika dia sedang bertingkah aneh, Mentari pun segera menurunkan tangannya dari kepala.     

"Hehe, Tari, aneh banget ya?" tanya Mentari sambil tertawa, malu-malu."     

"Enggak kok, gak aneh, cuman lucu," jawab Vero     

Dan Mentari kembali menunduk tersipu malu.     

      

      

      

***     

      

Sementara itu di rumah Vero, tampak Melisa sedang mrngintai dari kejauhan.     

‌Dia sedang mencari tahu tentang apa saja yang di lakukan Vero saat ini.     

Dan tentunya siapa wanita yang saat ini menjadi kekasihnya Vero.     

"Kenapa, Vero tidak keluar juga, apa dia belum pulang dari kantor?" gumam Melisa.     

Dan dia pun memutuskan untuk turun dari mobilnya.     

      

Ceklek!     

Sebaiknya aku langsung masuk ke rumah saja," tukasnya.     

Lalu dia membawa sekeranjang coklat berbentuk parsel cantik dengan hiasan pita.     

"Pasti Tante Sarah, bakalan seneng banget kalau aku bawain coklat mahal yang aku beli dari Los Angeles ini!" tukasnya penuh percaya diri.     

      

Tok tok tok!     

Melisa mengetuk pintu rumah Vero.     

Ceklek!     

"Selamat, sore! Ada yang bisa saya bantu?" tanya asisten rumah tangga Vero, yang membukakan pintu.     

"Sore, Vero nya ada?" tanya Melisa.     

"Maaf, Den Vero, belum pulang," jawab asisten rumah tangga itu.     

"Kira-kira pulang jam berapa ya, Mbak?" tanya Melisa.     

"Oh, biasanya jam segini juga udah pulang, tapi hari ini, Den Vero, belum pulang mungkin beliau sedang ada urusan di luar,"     

      

'Vero, ada urusan di luar? Apa jangan-jangan dia sedang bersama kekasih barunya?' batin Melisa.     

"Oh, begitu ya, Mbak. Kalau begitu, titip ini ya, tolong berikan kepada Vero, atau tante Sarah," tukas Melisa, sambil menyodorkan parsel coklat itu ke arah asisten rumah tangga Vero.     

"Baik, Non. Nanti saya sampaikan."     

      

Setelah memberikan coklat itu, Melisa pun kembali masuk ke dalam mobilnya.     

Lalu dia pun melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Vero.     

      

Dan tepat  saat itu juga mobil Vero pun datang.     

Ceklek!     

Vero keluar dari dalam mobilnya.     

Si asisten rumah tangga itu pun menghampiri Vero.     

"Eh, kebetulan, Den Vero, sudah pulang, tadi ada yang nyariin, Den Vero," tukas ART itu.     

"Siapa?" tanya Vero.     

"Gak tahu juga, Den. Tapi seorang wanita cantik, dan memberikan coklat ini untuk, Den Vero!'     

      

Seketika Vero pun berpikir tentang seorang wanita yang memberinya coklat.     

Seorang wanita cantik, dan dia melihat label nama toko dan asal parsel coklat itu.     

      

"Yah, tidak salah lagi, pasti ini dari, Melisa," tukasnya.     

"Mbak, coklatnya buat, Embak aja," tukas Vero.     

"Hah?! Serius, Den. Ini buat saya!?"     

"Iya!"     

"Tapi ini, kan coklat mahal, Den?"     

"Iya, gak apa-apa,"     

"Wah terima kasih ya, Den!"     

"Iya, Mbak!"     

Asisten rumah tangga itu tampak sangat bahagia mendapatkan parsel coklat dari Melisa.     

      

Dan Vero pun langsung masuk ke dalam kamarnya.     

Dan dia mulai merasa pusing karna sudah tahu jika Melisa sudah pulang ke Indonesia lagi.     

Tentu saja hidupnya akan kembali terusik oleh kedatangan Melisa.     

      

"Kalau si Cewek Gila, itu datang lagi artinya aku harus waspada, dan harus bisa melindungi, Tari," gumamnya.     

      

Setelah itu Vero pun masuk kedalam kamarnya, dan membaringkan tubuhnya di atas kasurnya.     

Perlahan dia terlelap, dan dia melihat ada bayangan Cinta yang tiba-tiba muncul di hadapannya lalu tersenyum manis kepadanya.     

"Cint...a ...." Panggil Vero, namun suaranya terasa terpendam dan sangat berat untuk berucap.     

"Cint...."     

Vero sangat sulit menggerakkan tubuhnya.     

Dan nafasnya seakan tersengal, dengan leher terasa mirip sedang tercekik.     

Cinta mendekat ke arah Vero lalu mengulurkan tangannya.     

Vero pun segera mengulurkan tangannya pula, untuk menyambut tangan Cinta.     

Namun Vero tampak kesulitan untuk menyambut tangan Cinta.     

Karna tubuhnya seperti membeku dan sulit di gerakan.     

      

Lalu Cinta pun tersenyum serta meraih tangan Vero yang terlihat tak bisa bergerak itu.     

Kemudian Vero merasakan sesuatu yang mulai berubah dari tubuhnya.     

Perlahan tubuhnya merasa ringan dan dia pun bisa berdiri lalu berjalan bergandengan tangan.     

Lalu Vero melihat ke belakang, dan tepat saat itu juga, dia sangat terkejut karna tubuhnya masih tergeletak tak berdaya di atas kasurnya.     

Dan kembali dia memegang tubuhnya sendiri lalu dia  melirik ke arah Cinta     

Cinta kembali tersenyum manis kepadanya.     

"Cinta, ada apa dengan ku?" tanya Vero.     

Cinta pun menatap hangat wajah Vero.     

Dia mengeratkan pegangannya di tangan Vero.     

Sesaat dia menghentikan langkahnya, dan memandang Vero, seolah-olah mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.