Bullying And Bloody Letters

Mencari Vero



Mencari Vero

0"Tapi siapa yang sudah tega, menculik anak Tante?!"     
0

"Pasti seseorang yang membenci Kak Vero!"  jawab Mentari.     

"Tapi, siapa?! Apa mungkin dari rekan bisnisnya?!" tebak Sarah.     

"Tari, rasa bukan, Tante!"     

"Kenapa kamu bisa bilang begitu?!"     

"Karna menurut, om Dimas, Kak Vero tidak memiliki musuh dalam dunia bisnis, hubungannya selalu baik dengan para rekan bisnisnya!"     

"Terus, siapa yang menculiknya?!"     

"Kalau menurut, Tari. Ini ada hubungannya dengan Melisa!"     

"Melisa?!" Seketika bola mata Sarah melotot tajam karna mendengar hal itu.     

Karna apa yang di ucapkan oleh Mentari itu ada benarnya.     

Selama ini Melisa mengejar-ngejar Vero. Jadi bukan hal yang mustahil jika Melisa pelakunya.     

Jangankan hanya menculik orang, membunuh orang pun dia berani.     

"Tari! Bagaimana ini?! Tante takut terjadi sesuatu dengan Vero! Sebaiknya kita harus datang ke rumah Melisa!" ujar Sarah.     

"Iya, Tante!" jawab Mentari.     

      

Dan mereka berdua pun segera pergi ke rumah Melisa.     

Dan sesampainya di rumah Melisa,  rupanya Melisa tidak ada di rumah.     

Bahkan Mentari dan Sarah pun juga menghubungi pihak kepolisian untuk menggeledah rumah Melisa, tapi mereka tidak menemukan apa pun.     

      

‌Rumahnya kosong, hanya ada seorang Asisten Rumah Tangga, yang ada di sana.     

Sedangkan ayahnya Melisa juga sedang pergi ke luar kota.     

      

"Bagaimana, Tari! Di rumahnya Melisa, Vero tetap tidak ada! Lalu di mana Vero sebenarnya?!" tanya Sarah dengan wajah paniknya.     

"Entalah, Tante! Tapi Tari rasa Melisa menyembunyikan Vero di suatu tempat!" jawab Mentari.     

"Tapi di mana, Tari!"     

"Itu dia, Tante! Tari juga bingung!"     

      

      

Tak lama Laras dan Alvin pun datang menghampiri mereka berdua.     

"Tante, Tari! Gimana perkembangan, kak Vero!?" tanya Laras     

"Masih belum ada kabar, Nak Laras," jawab Sarah.     

Mereka semua terus berembuk untuk mencari cara menemukan Vero.     

      

***     

      

Malam pun tiba, Vero yang saat ini masih disekap oleh Melisa. Tampak sedang terjaga, memandangi wajah Melisa yang sedang terlelap di sampingnya dengan tatapan yang sangat benci.     

Sepanjang malam itu dia terus memikirkan bagaimana caranya agar bisa terlepas dari jeratan Melisa.     

Tapi masih juga belum menemukan cara.     

Tidak ada yang bisa dia lakukan, tidak ada ponsel atau alat apa pun yang bisa membantunya memberikan informasi, dan tidak ada benda yang bisa membantu terlepas, dari rantai di tangannya.     

Dalam pikiran Vero juga terus terbayang-bayang wajah Mentari dan juga Sarah sang ibu.     

Pasti mereka sangat menghawatirkan keadaannya saat ini.     

Andai saja dia bisa melepaskan rantai dari tangannya, mungkin dia hanya tinggal berusaha keluar dari dalam rumah ini dan di luar sudah ada banyak orang yang akan membantunya.     

Karna Vero yakin, sang ibu tidak akan tinggal diam, pasti dia dan yang lainnya mengerahkan banyak orang untuk mencari keberadaannya.     

Tapi sayangnya itu semua percuma tidak akan ada yang tahu keberadaannya, apa lagi Vero sendiri juga tidak tahu di mana tepatnya saat ini dia berada. Yang dia lihat hanya sebuah ruangan kamar berukuran cukup luas dan bernuansa putih serta letaknya juga terlihat cukup jauh dari keramaian, karna selama di sini dia tidak melihat ada kegiatan orang lain, selain dia dan Melisa. Tidak ada suara mobil, atau suara bising lainnya. Semua tampak senyap.  Sekarang dia hanya bisa terdiam dan menerima nasib buruknya saat ini, yang tidak jelas kapan tepatnya dia bisa keluar.     

      

'Mau sampai kapan aku seperti ini? Apa tidak ada cara sama sekali untuk keluar dari tempat jahanam ini!' batinnya.     

Kembali Vero menggerakkan tangannya, lalu di saat itu dia mendapatkan cara baru.     

'Apa aku pura-pura mau saja ya dengan dirinya?' Vero memanggut-manggutkan kepalanya.     

'Yah, tidak ada cara lain aku harus berpura-pura mau menerima, Melisa'     

Perlahan Vero menebarkan senyumannya.     

"Melisa ... Melisa," panggilnya dengan pelan.     

Dan Melisa pun mulai membuka matanya.     

"Iya, ada apa, Vero?" sahut Melisa sambil mengusap-mengusap matanya.     

"Aku, mau ke toilet, aku juga merasa sangat lapar," tukas Vero.     

"Ah, begitu ya? Kemarin kamu gak mau makan?" tanya Melisa.     

"Iya, aku kemarin tidak lapar, tapi aku sekarang sangat lapar," jawab Vero.     

"Aduh, Sayang kamu itu menyebalkan, malam-malam begini minta makan!" keluh Melisa sambil dia bangun dari tidurnya.     

"Tapi, tidak apa-apa, demi kamu aku pasti akan rela membuatkan makanan untukmu  meskipun aku ngantuk." Jawab Melisa.     

"Mel, apa kamu tidak mau melepaskan rantai ini?" tanya Vero     

Seketika Melisa melirik tajam ke arah Vero.     

"Aku berjanji tidak akan pergi dari tempat ini, dan aku berjanji akan berada di sini bersamamu! Seperti yang kamu mau!" tukas Vero meyakinkan Melisa.     

"Kamu serius? Kamu gak lagi menipuku, 'kan?"     

"Serius? Aku gak bohong! Kamu bisa pegang ucapanku, lagi pula aku sudah mulai menyadari semuanya. Kamu sudah mencintaiku sejak dulu, tapi aku malah menyia-nyiakan mu!" ujar Vero yang sedang berakting.     

"Benarkah?  Apa itu artinya kamu sudah mulai membuka hatimu untukku?!" tanya Melisa dengan mata yang berbinar-binar dan menahan haru karna bahagia.     

Vero pun mengangguk, "Iya, Melisa, aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya, aku ingin membuka hatiku untukmu! Aku ingin membahagiakanmu!" jawab Viro.     

"Janji ya, Vero!"     

"Iya, Melisa, aku berjanji,"     

Dengan segera Melisa meraih kunci dari saku piyama tidurnya, lalu membuka gembok dari rantai yang mengikat Vero.     

"Sekarang aku sudah melepaskanmu, tapi ingat, kamu tidak boleh mengingkari janjimu!"     

"Iya, Melisa! Aku tidak akan berbohong, dan sekarang biarkan aju masuk ke dalam kamar mandi, aku ingin buang air kecil," tukas Vero. Dan Melisa pun mengangguk.     

Kemudian Melisa menuntun Vero menuju ruangan Toilet.     

"Mel, sampai sini saja ya! Aku tidak nyaman kalau kamu ikut masuk ke dalam," pinta Vero.     

"Iya, Vero."     

      

      

Dan di dalam toilet, Vero melihat ada sebuah kamera CCTV yang terpasang.     

"Melisa, benar-benar gila, bagaimana bisa dia memasang CCTV di toilet begini," lirih Vero.     

Dengan terpaksa Vero pun melakukan kegiatan seperti orang di dalam toilet pada umumnya, dengan diawasi oleh kamera CCTV.     

Terasa sangat tidak nyaman, tapi dia berusaha untuk menahannya sementara waktu, dan ini semua dia lakukan agar bisa merebut kepercayaan Melisa dan selanjutnya dia akan pergi dari tempat ini.     

      

"Sayang! Sudah apa belum?! Kenapa lama sekali!?" teriak Melisa.     

"Iya sebentar, Mel!"     

"Hah! Menyebalkan!" gerutu Vero.     

      

Ceklek!     

Vero membuka pintu kamar mandi dan di luar Melisa langsung merangkulnya.     

"Kalau begitu, ayo kita ke meja makan, biar aku buat kan sesuatu untukmu," ujar Melisa.     

"Iya, Mel!" jawab Vero.     

      

Setelah berada di  ruang makan, Vero tampak duduk menunggu Melisa yang sedang membuatkan sesuatu untuknya.     

Dan di saat itu Vero mulai mengedarkan pandangannya melirik seluruh ruangan itu, dia sedang mencari celah yang bisa ia gunakan untuk keluar dari dini.     

"Vero! Kamu lihat apa?! Kenapa kamu kelihatan tidak tenang begitu?!" tanya Melisa dari kejauhan.     

"Ah, enggak aku hanya sedikit penasaran, tentang di mana keberadaanku saat ini?" sahut Vero.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.