Bullying And Bloody Letters

Hilangnya Vero



Hilangnya Vero

0"Sayang, bangun, Sayang ...." bisik Melisa di telinga Vero.     
0

      

Perlahan-lahan Vero membuka matanya dan seketika Vero pun kaget melihat di sampingnya sudah ada Melisa tidur dalam satu ranjang dengan menggunakan pakaian pengantin.     

Bahkan dirinya juga menggunakan jas hitam rapi.     

      

 "Melisa! Kamu ngapain di sini?!" bentak Vero.     

Dan Melisa pun kembali tersenyum dan dia memegang wajah Vero.     

"Aku di sini sedang menemani calon suamiku, eh, bukan! Tapi Suamiku!" jawab Melisa.     

"Melisa! Kamu itu gila ya!?" teriak Vero.     

Vero langsung duduk dan ingin segera pergi, tapi sayangnya Melisa merantai kedua tangannya secara merentang.     

Vero bergerak-gerak sekuat tenaga, tapi sayangnya semua itu percuma, tak mampu menggeser barang sedikit pun rantai itu dari tangannya.     

"Aku, heran kenapa ada wanita jahat seperti mu itu, Melisa! Kamu bukan hanya jahat tapi juga gila!" teriak Vero.     

Dan Melisa hanya menanggapinya dengan seringai tajam.     

"Aku sudah lelah bersabar, Vero! Aku cuman ingin memiliki sepenuhnya orang yang aku cintai." Tukas Melisa.     

"Hah!? Kamu pikir perasaan orang itu bisa di paksa?!"     

"Bisa! Aku yakin kamu pasti bisa mencintaiku!"     

"Jangan berkhayal, karna selamanya aku tidak akan pernah mencintaimu, Melisa!"     

"Aku tidak peduli! Yang terpenting bagiku, aku bisa memilikimu, dan mendampingimu, sepanjang waktuku, seperti ini!"     

Kembali Melisa mengelus mesra bagian dada Vero.     

"Kamu, cukup diam di sini, bersamaku. Biarkan di luar orang-orang akan mencarimu dan menganggapmu hilang. Yang terpenting kamu bersamaku!"  tukas Melisa.     

"Cepat lepaskan aku dan hentikan tingkah gila mu ini, Melisa!"     

"Tidak akan pernah aku lepaskan kamu, karna kita akan di sini selamanya, sampai mati!"     

"Lepas! Kamu itu benar-benar gila! Harusnya kamu tidak lagi tinggal di sini, tapi di rumah sakit jiwa!"     

"Kalau pun ke rumah sakit jiwa, aku maunya dengan mu!" sanggah Melisa.     

Sementara Vero hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir jika Melisa bisa berbuat senekat ini.     

Ini benar-benar sungguh tidak masuk akal menculik seorang pria hanya untuk menjadi tawanan cintanya.     

      

Vero hanya bisa pasrah menahan kekesalan dan rasa risihnya karna Melisa terus berada di dekatnya, mengelus, mencium dan memeluk seenaknya.     

Sementara Vero tidak bisa melakukan perlawanan.     

"Sabar, Sayang, awalnya pasti tidak nyaman, tapi nanti juga lama-lama kamu akan terbiasa, hidup di sini bersamaku," ujar Melisa, sambil memebelai-belai tubuh Vero.     

"Aku, tahu apa yang membuatmu bisa tergila-gila, begini kepadaku?"     

"Yah, kalau soal itu sudah pasti aku tidak bisa menjawabnya. Aku mencintaimu tanpa alasan, dan aku tidak pernah rela kalau kamu itu dengan wanita lain,"     

"Itu bukan cinta, Melisa! Tapi itu terlalu terobsesi. Kamu menganggap apa aku ini bukan manusia, tapi barang!"     

"Sssttt...." Melisa menaruh jari tunjuknya tepat di bibir Vero, "sudah, jangan berpikir yang aneh-aneh, aku tidak pernah mengapmu sebagai barang, tapi kamu adalah segala-galanya, entah apa itu!" tegas Melisa.     

      

Vero pun hanya bisa terdiam, mematung tanpa bicara, karna berbicara apa pun tidak akan pernah membuatnya mampu menyadarkan Melisa.     

Karna Melisa sudah tidak waras lagi.     

"Sayang, dari tadi ku belum makan malam, sebaiknya aku ambilkan dulu ya untukmu," tukas Melisa.     

Lalu dia pun pergi ke dapur dan mengambilkan makan malam untuk Vero.     

      

Ketika Melisa pergi ke dapur, Vero pun terus menggerak-gerakkan tangannya, agar bisa terlepas dari rantai itu.     

Tapi tetap saja tangannya tak bisa lepas, karna rantai itu terkunci dan kuncinya di bawa oleh Melisa.     

Vero terus memutar otak agar bisa mendapatkan jalan keluar dan bisa lepas dari Melisa.     

      

Tapi belum berhasil mendapatkan ide, Melisa sudah datang, dan membawakan satu nampan, berisi penuh makan malam, yang di sediakan untuk Vero.     

"Vero Sayang, ini makanannya sudah siap, semoga kamu suka ya,"     

Melisa meletakkan makanan itu di pangkuannya, sambil duduk dan hendak menyuapi Vero.     

"Ayo, buka mulutnya, kamu makan dulu," ujarnya.     

Tapi, Vero enggan membuka mulutnya, bahkan menatap Melisa pun dia enggan.     

"Ayo, dimakan, Sayang. Jangan malu-malu, ini enak lo!"     

Melisa membalikkan wajah Vero, dengan paksa dan memasukkan satu sendok berisi makanan ke dalam mulut Vero.     

"Ayo di makan jangan malu-malu,"     

Vero masih terdiam, dengan makanan yang masih ada di salam mulutnya. Sama sekali dia tidak mau mengunyahnya.     

"Vero, tidak baik membiarkan makannan di dalam mulut tanpa mengunyahnya, dan sampai kapan kamu akan membiarkannya di dalam mulut tanpa menelannya?" tukas Melisa.     

Seketika Vero pun melotot tajam lalu dia menyemburkan makanan itu ke arah wajah, Melisa.     

      

Melisa yang reflek langsung memejamkan matanya, dan dia mengelapnya pelan-pelan.     

"Tolong jangan lakukan ini lagi. Dan yang  ini sudah aku maafkan!" tegas Melisa sambil menatap sinis kepada Vero.     

Tapi setelah itu Melisa kembali tersenyum lagi.     

"Sini, ayo buka mulutnya lagi dan makan, biar aku suapi," ujar Melisa lagi, sambil menyendokkan nasi.     

Tapi saat dia memasukkan makanan itu kedalam mulut Vero, kembali Vero menyemburkannya lagi makanan itu, hingga mengotori wajah Melisa.     

      

Seketika Melisa membanting  piringnya di atas lantai.     

      

Kelontang!     

      

Dan dia menjambak rambut Vero.     

"Mau sampai kapan kamu tidak mau menghargaiku?!" tanya Melisa dengan  suara yang tinggi.     

"Sampai kamu melepaskan ku dan berhenti mengejarku!" jawab Vero dengan suara yang cukup keras.     

      

Plak!     

Plak!     

Plak!     

"Jangan membuatku marah! Sudah ku bilang kalau tidak bisa di hadapi dengan cara lembut, maka aku akan menghadapimu dengan cara yang kasar!"     

Melisa pun segera meninggal Vero begitu saja.     

      

      

      

***     

      

      

Sementara itu Sarah ibunya Vero, mulai bingung mencari-cari keberadaan sang anak.     

Karna, Vero menghilang begitu saja tanpa pamit sebelumnya.     

Bahkan yang membuatnya semakin merasa bingung dan khawatir adalah mobilnya yang di temukan di pinggir jalan, masih lengkap dengan kunci, ponsel dan dompet.     

      

"Vero! Kamu di mana, Nak? Mama khawatir, kamu Satu-satunya punya Mama yang paling berharga, ayo pulang, Nak!" Sarah pun tak kuasa menahan tangisnya, karna Vero yang tidak ada di sisinya.     

      

Dan tak lama terdengar suara bel pintu yang berbunyi, Sarah pun segera membukakan pintunya, berharap bahwa itu adalah Vero.     

      

Ceklek!     

      

"Ver—"     

"Tante, ini Tari!"     

Seketika Sarah pun tampak sangat kecewa melihatnya.     

"Tante, pasti mengira kalau, Tari itu, Kak Vero ya?" tanya Mentari dengan suara pelan dan sedikit takut.     

"Iya, Tari," jawab Sarah sambil menangis.     

"Tari, juga khawatir sama, Kak Vero, Tante!" sahut Mentari.     

"Tari, di mana Vero sekarang?!"     

Lalu Mentari dan Sarah pun berpelukan, "Tari, juga tidak tahu, Tante! Tari juga takut terjadi sesuatu dengan, Kak Vero!"     

"Gak biasanya Vero begini," ucap Sarah.     

"Tari, yakin ada yang menculik, Kak Vero!"     

"Maksudnya?"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.