Bullying And Bloody Letters

Berusaha Kabur



Berusaha Kabur

0Sementara itu, Vero kembali terbangun di sebuah tempat yang tampak berbeda dari sebelumnya.     
0

      

"Loh, aku ada di mana lagi ini?!"     

Vero memandangi sekitar ruangan, cat temboknya sudah berganti warna biru langit, sedangkan sebelumnya berwarna Putih tulang.     

"Kenapa juga aku bisa tertidur?"     

Vero merasakan kepalanya yang masih sangat berat.     

"Akh! Kepalaku kenapa sakit sekali?"     

Sambil memegangi kepalanya Vero mencoba untuk bangkit, dia hendak mencari jalan keluar.     

"Wanita gila itu sudah meracuniku, yah? tidak salah lagi, pasti dia mrnaruh sesuatu di dalam tehnya, makanya rasanya sangat aneh." Gumam Vero.     

      

Vero pun berjalan dan hendak memutar knop pintunya. Tapi sayangnya pintunya terkunci dari luar.     

"Bodohnya aku, mau sampai kapan pun aku memutar gagang pintu ini tentu saja tidak akan terbuka! Sudah pasti dia akan menguncinya!"     

Buak!     

"Akh, sial!" Vero pun memukulkan tangannya ke arah pintu itu.     

"Tapi aku tidak boleh menyerah, aku harus bisa keluar dari dalam sini!" ujarnya.     

Lalu Vero pun langsung mendobrak pintu itu.     

      

Brak! Brak! Brak! Barak!     

Hoh! Hosh     

Brak! Brak! Brak!     

"Akh, sial pintunya sangat keras!" Keluh Vero.     

"Gak! Aku gak boleh nyerah, aku pasti bisa menggebrak pintu ibu sampai bisa!"     

      

Brak! Brak! Brak! Barak!     

Hoh! Hosh     

Brak! Brak! Brak!     

Jeduak!     

Akhirnya pintu pun berhasil terbuka, dan Vero pun segera keluar dari dalam kamar itu.     

"Aku harus segera pergi dari tempat sialan ini!" gumamnya.     

Tapi dari pintu kamar dia kembali di hadapkan dengan pintu satu lagi, yang tentunya juga terkunci dengan rapat.     

"Akh sial! Kenapa masih ada pintu lagi sih!?"     

Kembali Vero mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu ke dua.     

      

      

 Brak! Brak! Brak! Barak!     

Hoh! Hosh     

Brak! Brak! Brak!     

Jeduak!     

Vero kembali berhasil membuka pintunya lagi, tapi sayangnya di pintu yang Kedua yang letaknya di ruang tengah, itu sudah ada Melisa yang menyambut dengan sebuah pisau di tangannya.     

"Mau kemana, Sayang?" tanya Melisa.     

"Mau, pergi!" jawab Vero.     

"Selamanya kamu gak akan bisa pergi dari ku!" jawab Melisa.     

"Tentu saja, bisa kenapa tidak?!"     

"Aku bilang tidak! Ya tidak!" teriak Melisa. "Aku sudah memberimu kesempatan tapi kamu malah mengecewakanku! Dan gara-gara pesan yang kamu kirimkan kepada gadis itu! Sekarang aku menjadi seorang buronan!" oceh Melisa.     

      

'Aduh bodohnya, kenapa kemarin aku lupa menghapus chatku' batin Vero.     

"Tapi dengan begitu, aku bisa tahu siapa wanita yang saat ini dekat dengan!" ujar Melisa.     

"Ma-maksud kamu?" tanya Vero.     

"Tari! Siapa, Tari? Pasti kekasihmu ya?" tanya Melisa.     

Vero pun terdiam sejenak, kali ini di menjadi menghawatirkan Mentari karna kecerobohannya kemarin.     

'Gawat! Kenapa aku bodoh sekali sih!' batin Vero.     

      

"Aku pastikan, gadis itu tidak akan baik-baik saja setelah ini!" ancam Melisa.     

"Jangan gila kamu, Mel! Sedikit saja kamu menyentuh, Tari! Aku tidak akan segan-segan membunuh mu!" ancam balik Vero.     

"Wah, begitu ya, tapi sayangnya semua itu tidak akan terjadi! Sebelum kamu membunuhku! Maka aku akan membunuhmu terlebih dahulu!"     

Dan Melisa melirik ke arah pisau yang sedang ia pegang.     

"Tapi, nanti. Setelah aku berhasil membunuh mencari wanita yang bernama, Tari!"     

"Aku mohon, Melisa! Jangan sentuh Tari, kamu boleh membunuhku, tapi tolong jangan sakiti, Tari!" mohon Vero.     

"Oh, begitu ya? Jadi benar wanita itu benar-benar sangat berati ya untukmu?" tanya Melisa dengan nada yang menyindir.     

Vero kembali terdiam, tak berani dia berbicara lagi, takut kalau sampai salah bicara justru akan membahayakan nyawa Mentari.     

"Vero, tolong jangan kecewakan aku, apa sulitnya menerimaku, aku ini cantik, kaya raya, kurang apa lagi?" tanya Melisa dengan wajah memelas.     

"Apa, tidak ada sedikit rasa cinta kamu itu untukku, sedikit saja?"     

Melisa mendekat kearah Vero, dengan tangan yang masih memegang pisaunya.     

Tentu saja Vero mulai waspada karna takut, Melisa akan menusuknya dengan pisau di tangannya itu.     

"Kamu gak usah takut, aku tidak akan membunuhmu sekarang, jika kamu benar-benar bisa tulus mencintaiku," tukas Melisa.     

      

Klontang!     

Melisa menjatuhkan pisau itu di lantai.     

"Aku, tidak akan membunuhmu sekarang, kalau kamu bisa mencintaiku, sedikit saja. Tidak usah banyak, cukup sedikit saja, seiring berjalannya waktu rasa cintai itu aku yakin akan bertambah." Tutur Melisa.     

      

'Yah aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini' batin Vero.     

"Apa, kamu mau melakukan apa yang aku inginkan itu?" tanya Melisa lagi.     

Vero pun segera mengangguk, "Iya, Mel. Aku akan berusaha, mencintaimu, tapi tolong jangan sakiti, Tari. Biarkan dia hidup tenang, dan kita juga hidup di sini," ujar Vero.     

"Terima kasih Vero." Ucap Melisa.     

Dan Melisa pun segera memeluk Vero.     

Vero pun juga pasrah saat di peluk mesra oleh Melisa.     

Tapi dalam otaknya terus berpikir keras menyusun rencana agar bisa pergi dari tempat ini.     

Sebenarnya bisa saja, dia menghabisi Melisa saat ini juga, apa lagi Melisa hanya seorang wanita dan dia laki-laki yang tentu saja tubuhnya jauh lebih kuat dari Melisa.     

      

Tapi Vero bukan pria yang seperti itu  dia masih punya hati nurani, dia tidak ingin melukai orang apa lagi seorang wanita seperti Melisa.     

Meskipun Melisa wanita yang sangat jahat sekali pun.     

Tapi lain halnya dengan Melisa. Dia sudah merencanakan sesuatu kepada Vero.     

Dia bukanlah wanita bodoh yang mudah di kelabui.     

Sambil memeluk Vero, tangannya merogoh sakunya, dan mengambil alat suntikan yang sudah dia isi dengan obat bius dosis tinggi.     

      

Blus! Sssst....     

"Akh! Sialan!" teriak Vero. Dan Vero segera melepas pelukan Melisa.     

"Apa yang kamu masukkan ke dalam tubuhku ini?!" teriak Vero.     

Dan Melisa pun malah tertawa-tawa kencang.     

Hah hahaha haha haha!     

"Satu kali lagi aku menang! Haha haha haha!"     

"Kamu gila, Melisa!"     

"Iya, aku mang gila! Aku tidak waras! Aku sakit jiwa! Dan semua itu gara-gara kamu!"     

"Kalau kamu terus begini selamanya aku tidak akan pernah menyukaimu!" teriak Vero.     

"Aku tidak peduli! Toh, aku sudah biasa di abaikan, dihina, dan diperlakukan kasar oleh mu! Jadi aku tidak perlu ambil pusing, kan? Yang terpenting saat ini kamu milikku!" tutur Melisa.     

"Milikmu apa maksudnya?! Aku tidak pernah merasa menjadi milikmu!"     

"Terserah itu urusanmu! Tapi sekarang ragamu bersamaku! Itu artinya selamanya kamu ada di sini dan akan menemaniku sampai aku tua!"     

"Mel! Sadar!" teriak Vero.     

"Aku pastikan bicaraku saat ini dalam keadaan sadar! Dan kamu selamanya akan berada di sini!"     

      

"Dasar gi...."     

Pandangan Vero mulai kabur, kepalanya sangat pusing, dan tubuhnya mulai melemas.     

Vero memegangi kepalanya sambil berusaha untuk menguatkan dirinya agar tidak jatuh pingsan     

Tapi tetap saja tidak bisa, tubuhnya semakin lemas tak tertahan hingga pada akhirnya dia pun ambruk dan pingsan.     

      

"Cek cek cek, masih juga berusaha kabur," tukas Melisa sambil berdedak heran.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.