Bullying And Bloody Letters

Kedatangan Cinta



Kedatangan Cinta

0Buak!     
0

      

Melisa menendang kembali wajah Mentari, bahkan di bibirnya sampai menguarkan darah.     

"Kalian memang tidak pantas hidup, tapi kalian juga tidak pantas mati dengan cepat dan mudah! Aku akan membunuh kalian dengan pelan-pelan! Aku akan menyiksa kalian!" ancam Melisa.     

      

      

      

Plak!     

      

Melisa menampar wajah Mentari dan tepat saat itu juga, Cinta datang dan segera merasuk ke dalam tubuh Mentari.     

Seketika tubuh Mentari membeku sesaat, kaku bak patung lalu dia mengangkat kepalanya, dan menatap tajam ke arah Melisa.     

Melisa sedikit heran, karna sedikit demi sedikit wajah Mentari menjadi berubah sangat aneh, tidak seperti sebelumnya.     

Lalu Mentari pun membuka ikatan tali di tangannya dalam satu kali gerakan saja.     

"Melisa!" teriak Mentari.     

Melisa sampai kaget, melihat Mentari yang berdiri dengan wajah yang sekilas sangat mirip dengan orang yang sangat dia kenal yaitu, Cinta.     

      

Melisa tampak sangat ketakutan apa lagi Mentari berjalan mendekat ke arahnya.     

"Kamu masih ingat denganku, 'kan?" tanya Mentari.     

"Minggir! Ayo cepat pergi!" sergah Melisa.     

"Kenapa harus pergi! Aku kan ingin membunuhmu!" jawab Mentari sambil menyeringai.     

"Kamu Cinta?!" tanya Melisa memastikan.     

"Kamu itu gadis yang tak tahu malu! Membunuh orang hanya demi seorang pria yang tak pernah menyukaimu,"     

"Diam kamu, Cinta!" teriak Melisa.     

"Kamu itu cuman hadis bisu! Kenapa sekarang kamu bisa bicara? " tanya Melisa yang keheranan bercampur ketakutan.     

"Tentu saja aku bisa berbicara, aku kan ada di tubuh Mentari! Aku dan Mentari itu bersahabat!"     

"Oh, jadi kedua gadis cacat itu bersahabat ya?!" ledek Melisa.     

"Memangnya kenapa kalau kami cacat, dari pada kamu cacat hati!" hina Cinta yang masih ada di tubuh Mentari.     

"Ah, sial! Kenapa kamu yang sudah mati bisa datang kembali! Harusnya kamu itu berada di neraka!" cerca Melisa.     

"Kamu yang akan ku kirim ke neraka hari ini!" sahut Menyari.     

Lalu Mentari pun mencekik leher Melisa.     

"Kamu akan mati hari ini! Dengan tragis!" tukas Mentari dengan suara berat tertahan.     

"Auk... aku yang, ak-an mem...bunuhmu!" ucap Melisa dengan suara terbata-bata dan tampak sangat kesulitan.     

Melisa mulai kesulitan untuk bernafas, dia tidak bisa berteriak kencang karna lehernya yang tercekik.     

Lalu kedua anak buahnya pun menghampiri Mentari dan mencoba melepaskan tangan Mentari dari leher Melisa     

Tapi mereka tampak sangat kesulitan, tenaga Mentari sangatlah kuat, bahkan mereka berdua sampai memukul-mukul dan menusuk-nusuk tubuh Mentari, tidak ada luka sedikit pun di tubuhnya.     

      

"Cinta, tolong hentikan!" triak Vero.     

Jangan gunakan tubuh Mentari untuk membunuhnya, kasihan dia nanti bisa di penjara!" ujar Vero.     

Lalu Cinta yang ada di dalam tubuh Mentari itu pun langsung melepaskan cekikkannya.     

Dan seketika tubuh Mentari melemas, tak berdaya.     

Dan di saat itu Melisa pun merasa bahagia karna dia bisa terlepas dari cekikan Mentari.     

"Kemana hantu gadis bisu itu?!"     

Melisa melirik ke arah Mentari yang masih tergeletak, dan hal itu membuat Melisa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, dia pun hendak menyakiti Mentari di saat lengah begini.     

Dia meraih pisau untuk menyerang Mentari.     

Tapi belum sempat meraih pisau itu, tiba-tiba ada Cinta yang sudah mengambil duluan pisau itu.     

"Ah, sialan!" umpat Melisa.     

Melisa pun berlari ketakutan menjauh dari Cinta, sementara yang lainnya tidak ada yang bisa melihat keberadaan Cinta.     

"Tolong! Tolong!" teriak Melisa.     

Melisa keluar dari rumah itu dan berlari sekencang-kencangnya.     

Sedangkan Cinta masih ada di belakangnya dengan membawa sebilah pisau di tangannya.     

"Jangan mendekat! Jangan mendekat!" teriak Melisa sambil berjalan mundur.     

Tak ada yang bisa dia lakukan selain berlari, di matanya Cinta dengan wajah marahnya yang masih lengkap menggunakan seragam sekolahnya itu terus mengejarnya.     

Semua kenangan buruk yang pernah ia lakukan kepada Cinta itu tergali kembali.     

Perasaan bersalah menghantuinya.     

      

Sejenak Melisa menghentikan langkah kakinya.     

      

"Baik, aku akan mengaku bersalah! Maafkan aku Cinta, aku sudah membunuh mu! Tolong lepaskan aku, singkirkan pisau itu dari tanganmu!" tukas Melisa memohon.     

Cinta juga menghentikan langkah kakinya, dia tersenyum kepada Melisa.     

Melisa pun merasa sedikit lega, mungkin Cinta akan memaafkannya karna mendengar permohonan maaf darinya tadi.     

"Apa kamu akan memaafkan ku?" tanya Melisa memastikan.     

Dan Cinta menghentikan senyumannya lalu menggelengkan kepalanya dan setelah itu dia menyeringai seram dengan mata melotot tajam.     

Seketika Melisa kembali ketakutan, Cinta tidak memaafkannya.     

Mungkin kalau dia bisa bicara saat ini dia akan mengatakan sesuatu kepada Melisa tentang apa yang ingin dia lakukan kepada Melisa.     

Tapi sayangnya Cinta sedang tidak berada di tubuh Mentari, jadi dia tidak bisa berbicara apa pun.     

      

Saat ini Melisa terpojok, dia tidak bisa berlari lagi, dia salah telah memilih jalan yang buntu.     

Sedang Cinta semakin mendekatinya masih ada pisau di tangannya.     

Kini jarak antara dirinya dan Cinta hanya tinggal satu langkah saja.     

Dan tepat saat itu bayangan Cinta lenyap dari hadapannya.     

      

Klunting!     

      

Pisau pun terjatuh tepat di hadapan Melisa.     

Melisa tampak heran dan mengedarkan pandangannya untuk melihat keberadaan  Cinta.     

Tapi di sudut mana pun dia tidak menemukan Cinta.     

      

Namun tiba-tiba tubuhnya kembali terasa merinding, dia memegang bagian leher yang terasa kasar.     

Hawa dingin serasa menusuk tulang, hembusan angin menerpa wajahnya secara tiba-tiba.     

Dengan gerakan reflek, Melisa memejamkan matanya.     

Dan tepat saat itu juga ada sesuatu yang merasuk kedalam tubuhnya, hingga dadanya terasa sesak dan sulit bernafas. Melisa mulai kesulitan mengontrol tubuhnya sendiri, tangannya bergerak-gerak sendiri tanpa bisa ia hentikan.     

Tangan kanan dan kiri secara bergantian menampar-nampar wajahnya sendiri.     

Plak! Plak! Plak!     

"Ini ke-na... pa?!"     

Haha haha haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha haha haha!     

Mulutnya tertawa-tawa sendiri tak tertahan persis orang dengan gangguan jiwa.     

Buak!     

Plak!     

Dia memukul dan menampar wajahnya sendiri tanpa henti, sampai dari dalam hidungnya keluar darah.     

Melisa merasa sangat kesakitan, tapi anehnya bukanya menangis, dia malah tertawa-tawa dengan lantang.     

"Tolong hentikan! To... hahaha haha haha hahaha!"     

Plak!     

"Haha haha tolong, hik... ha ha ha haha hana hahah! Mati hari ini!" teriak Melisa sambil menangis, tertawa, kesakitan, campur aduk.     

      

Kemudian Melisa menghentikan tangannya sejenak, dia sudah tidak tertawa lagi.     

Wajahnya terlihat membiru di penuhi luka lebam dan sebagian sampai berdarah-darah, terutama di area bibir dan hidung.     

"Hik... hentikan, sakit, tolong  ...." Mohon Melisa.     

Dan dadanya kembali terasa sesak serta tak bisa lagi dia mengendalikan tubuhnya.     

Tangan bergerak-gerak tak terkendali memukul dan menampar lalu dia meraih sebuah pisau yang tadi terjatuh di tanah.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.