Bullying And Bloody Letters

Memancing Emosi



Memancing Emosi

0Cekit...!     
0

      

Melisa menghentikan laju mobilnya dan segera meraih ponsel milik Mentari.     

"Aku tidak suka ada orang asyik bermain ponsel di samping ku!" bentak Melisa.     

"Eh, itu ponselku!" teriak Mentari.     

"Katakan selamat tinggal kepada benda ini!" ujar Melisa sambil melemparkan ponsel itu keluar jendela mobil.     

"Hey ja...ngan ...!"     

"Hahhaa haha haha! Sudah lupakan ponselmu! Tujuanmu untuk bertemu Vero, 'kan?"     

      

"Huuuuftt... sialan!" umpat Mentari.     

Dan kembali dia terdiam pasrah mengikuti Melisa.     

Perjalanan yang mereka tempuh cukup jauh, tak terasa memakan waktu hingga berjam-jam.     

"Kita akan pergi kemana sih?! Kenapa lama sekali?!" tanya Mentari.     

"Kamu diam saja! Nanti juga sampai," jawab Melisa dengan santai.     

      

Perjalanan semakin jauh, dan mulai melewati perbukitan serta perkebunan yang mulai sepi penduduk.     

Perasaan Mentari pun semakin tidak enak. Dan tak lama Melisa menghentikan mobilnya.     

      

      

Ckit...!     

Sebuah bangunan rumah dengan nuansa klasik dan jauh dari pemukiman penduduk.     

"Dimana ini?!" tanya Mentari.     

"Kamu ingin bertemu Vero tidak?" tanya balik Melisa.     

Mentari pun terdiam, dan dia kembali mengikuti langkah kaki Melisa, dia berjalan memasuki rumah itu.     

      

Ceklek!     

Dan di situ, tampak Vero sedang duduk di atas kursi dengan tangan dan kaki yang terikat, sedangkan di sampingnya di kawal oleh dua bodyguard bertubuh besar.     

"kak Vero!" teriak Mentari.     

Dan di saat itu Vero juga langsung terbangun saat mendengar suara Mentari.     

"Tari! Bagaimana kamu bisa kemari?!" tanya Vero.     

Dan seketika Melisa mendorong tubuh Mentari hingga tersungkur di hadapan Vero.     

      

Gedubrak!     

"Tari! Kamu gak apa-apa?!" tanya Vero yang panik.     

"Gak apa-apa kok, Kak! Aku baik-baik saja" jawab Mentari.     

Duak!     

Melisa menendang punggung Mentari hingga Mentari pun kembali terjatuh lagi.     

"Kalau begini apa kamu masih sanggup bilang baik-baik saja!?" sindir Melisa.     

      

"Hentikan, Mel! Jangan sakiti, Mentari! Tolong lepaskan, Tari!" teriak Vero.     

"Aku tidak akan melepaskannya! Karna aku akan membunuhnya!" jawab Melisa.     

"Bukanya tadi aku sudah bilang! Bahwa aku siap menjadi milikmu atau bila perlu kamu boleh membunuhku, asal biarkan Tari hidup tenang, dan jangan mengganggunya!" ujar Vero.     

"Yah, awalnya aku akan membiarkan dia hidup, selama kamu mau bersamaku! Tapi kamu sudah terlalu sering mengecewakanku! Dan selamanya kamu tidak akan mencintai ku! Oleh karna itu aku merubah pikiranku yang awalnya ingin membiarkannya hidup, sekarang aku akan membunuhnya, dan tentunya kamu juga akan mati bersamanya!" tutur Melisa penuh yakin.     

"Kamu itu benar-benar gila!" cerca Vero.     

"Mau sampai kapan kamu akan menghinaku dengan sebutan itu!? Bukankah aku juga sudah mengakuinya? Yah! Aku gila! Aku tidak waras! Dan aku sakit jiwa! Puas?!"     

      

Mentari dan Vero langsung terbungkam mereka berdua  daling pandang.     

Dan mereka tak habis pikir, kenapa wanita cantik yang terlihat lemah lembut seperti Melisa memiliki kepribadian yang berbeda dari kelihatannya.     

      

"Kalian berdua!" Melisa menunjuk ke arah anak buahnya.     

"Ia, Bos! Apa yang harus kamu kakukan?" tanya salah satu bodyguard itu mewakili temannya.     

"Ikat gadis ini, dan siapkan bahan bakar!" perintah Melisa.     

"Siap, Bos!" jawab kompak kedua pria berotot dan  bertubuh besar itu.     

      

"Tidak! Tolong jangan lakukan ini!" tukas Vero.     

"Ini lah akibatnya jika sudah membuatku sakit hati, bukan hanya kamu saja, Vero! Yang akan mendapatkan akibatnya tapi juga gadis pincang yang sangat kamu sayangi ini!" ucap Melisa.     

"Tolong, Mel! Jangan lakukan itu terhadap, Tari! Bunuh aku saja!" mohon Vero.     

"Jangan! Ini sudah benar! Kalau kak Vero mati! Maka aku pun juga harus mati! Biarkan cinta kami bersatu meski kami sama-sama tidak lagi di dunia! Sementara kamu ... selamanya kamu akan tetap sendirian!" cerca Mentari.     

Tentu saja seketika Melisa menjadi murka karna ucapan dari Mentari itu.     

Perasaannya tertohok dan kesal.     

"Kenapa kedua bola mata kamu melotot begitu?! Kamu mulai sadar ya, siapa yang menjadi lebih pecundangnya saat ini?!" cerca Mentari lagi.     

Nafas Melisa menderu kencang, sedikit tersengal dengan dada yang terasa sempit dan seluruh tubuhnya yang memanas.     

      

"Dulu kamu kalah dengan Cinta, si gadis bisu itu! Dan sekarang kamu masih kalah denganku, si gadis pincang ini! Selamanya kamu tetap tidak bisa mendapatkan Vero! Kamu selalu kalah! Bahkan kamu sudah mengorbankan diri sebagai gadis cantik yang berkelas dan kaya raya, hanya untuk mengemis cinta seorang Vero si pria dengan selera yang  sangat payah!" Mentari pun tersenyum sinis.     

Sementara Melisa mulai mengepalkan tangannya untuk menyerang Mentari.     

"Kamu itu, tak lebih hanya seorang pecundang yang bodoh! Jangankan mendapatkan cinta sejati dari pria yang selevel mu! Mendapatkan pria seperti Vero saja tidak becus!" hina Mentari.     

"Diam, kamu!" teriak Melisa.     

"Vero, itu pria yang paling sempurna bagiku! Aku mengejar Vero bukan berarti tidak ada pria yang mengejarku! Bahkan aku sudah menolak ribuan pria hanya demi Vero!"     

"Itulah bodohnya kamu! Kamu menolak orang-orang yang tulus mencinta mu, demi seorang pria yang sama sekali tak menaruh rasa kepadamu! Atau mungkin jangan-jangan ucapan mu itu hanya omong kosong? Karna sebenarnya tidak ada satu pria pun yang mengejarmu?"     

"DIAM!" teriak Melisa.     

Melisa sangat kesal, dan nampaknya Mentari sengaja memancing emosinya dengan ucapan-ucapannya yang membuat Melisa semakin geram.     

"Sebenarnya apa mau mu, Berengsek!" teriak Melisa sambil menjambak rambut Mentari.     

"Tidak ada, aku hanya mengatakan apa yang sedang aku lihat, dan aku berharap kamu bisa merasakan betapa menyedihkannya dirimu saat ini!" jawab Melisa.     

"Apa kamu itu benar-benar sudah bosan hidup hah?!"     

"Tentu saja tidak! Kamu bilang aku akan mati sekarang bersama Vero, 'kan?! Jadi aku hanya ingin menyadarkanmu dan membuat semakin tersiksa dengan kehidupanmu saat ini, dan selanjutnya aku dan Vero bisa mati dengan tenang!"     

"Dasar gadis gila!" umpat Melisa.     

"Wah, sekarang kamu mengatakan aku gadis gila ya? Padahal yang awalnya gila itu dirimu!" ujar Mentari.     

Melisa pun terdiam mematung dengan ucapan Mentari yang terus membuatnya merasa tersudut itu.     

"Dengar Melisa! Kalau pun aku dan Vero mati saat ini juga, sama sekali aku tidak peduli, dan aku juga sudah siap!  Toh mati pun aku juga bersama Vero ini!" ucap Mentari lagi sambil tersenyum.     

Buak!     

Melisa menendang kembali wajah Mentari, bahkan di bibirnya sampai menguarkan darah.     

"Kalian memang tidak pantas hidup, tapi kalian juga tidak pantas mati dengan cepat dan mudah! Aku akan membunuh kalian dengan pelan-pelan! Aku akan menyiksa kalian!" ancam Melisa.     

      

Plak!     

Melisa menampar wajah Mentari dan tepat saat itu juga, Cinta datang dan segera merasuk ke dalam tubuh Mentari.     

      

      

      

To be continued     

      

      

      

      

      

      

      

      

      

      

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.