Bullying And Bloody Letters

Menemukan Jasad Cinta



Menemukan Jasad Cinta

0Sudah cukup lama misteri menghilangnya Cinta belum terungkap.     
0

Dan kini setelah Melisa meninggal.     

Alvin sudah menceritakan semuanya kepada Rossa tantenya.     

Dan Rossa ingin menemukan jasadnya Cinta.     

Tentu saja sebagai seorang ibu dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.     

Yaitu memberikan tempat yang layak bagi Cinta, menguburkan dan mendoakan sebagaimana mestinya.     

Rossa ingin menebus segala dosa-dosanya kepada Cinta walaupun terlambat. Yaitu menguburkan Cinta dengan layak.     

Walaupun ini terasa belum ada apa-apanya kalau di banding dengan perbuatan kejinya dulu.     

      

      

Mereka mendatangi sekolah dan memeriksa seluruh bagian sekolahan untuk mencari jasad Cinta.     

Dan di saat itu Alvin bertanya kepada Vero. Dia menghubungi Vero untuk bertanya tentang keberadaan jasadnya Cinta. Karna waktu itu, Vero pernah mendapatkan pengakuan tentang Cinta dari Fanya.     

Dan seketika, Vero pun langsung mendatangi sekolahan itu, dia menceritakan secara detail tentang pengakuan Fanya kepadanya.     

Di bantu para pihak kepolisian, detektif, dan anjing pelacak, akhirnya mereka pun menemukan jasad Cinta di halaman belakang sekolah. Lebih tepatnya sudah di luar kawasan sekolah, karna untuk menjangkaku tempat itu, mereka harus melewati pagar pembatas sekolahan.     

      

Hati Rossa sebagai seorang ibu pun langsung hancur, saat melihat tubuh putrinya sudah tinggal tulang belulang dan sudah terkubur di dalam tanah selama bertahun-tahun.     

      

"Cinta! Cinta! Ya ampun Cinta, kenapa jadi begini? Hik hik ...."  Ujar Rossa.     

"Sabar, Tante Rossa, kita harus doakan semoga Cinta bisa tenang setelah ini, kita sudah menemukan jasadnya di sini," ujar Alvin yang menenangkan Rossa sang tante.     

      

Sementara itu Vero, yang saat ini di temani oleh Mentari, juga tak. Kuasa menahan air matanya.     

Dia pun juga menangis kembali meratapi kepergian Cinta.     

Meskipun sudah cukup lama, tapi tetap saja, Vero sampai saat ini masih di hinggapi dengan perasaan yang bersalah karna tidak bisa melindungi Cinta.     

      

Terkadang Vero juga menyesal karna dia sempat berpacaran dengan Cinta.     

Mungkin kalau waktu itu dia tidak berpacaran dengan Cinta, pasti saat ini Cinta masih hidup.     

Karna Cinta meninggal gara-gara Melisa yang cemburu terhadapnaya.     

Apa lagi, selain Melisa, Fanya si adik kandungnya juga turut terlibat dalam pembunuhan itu.     

Dan tepat saat itu, Vero pun berlutut di hadapan Rossa.     

"Tante, maafkan saya, Tante! Semua salah saya! Kalau Cinta tidak berhubungan dengan saya, mungkin dia akan tetap hidup sampai sekarang," tukas Vero.     

Enggak, Nak Vero. Ini bukan salah, Nak Vero!" ujar Rossa.     

"Ini salah saya, Tante! Saya tidak becus menjaga Cinta! Bahkan sampai adik saya  terlibat dalam pembunuhan itu!" sahut Vero.     

"Nak Vero! Tolong jangan bicara begitu! Semakin, Nak Vero merasa bersalah, semakin sakit pula, hati Tante. Karna Tante juga bukan orang tua yang baik! Tante tidak pernah memperhatikan Cinta, Tante malah selalu menambah beban hidup Cinta!" pungkas Rossa.     

"Sudahlah, Kak Vero, Tante Rossa, bukan saatnya untuk kita saling menyalahkan, semua sudah terjadi," tukas Mentari menenangkan mereka berdua.     

"Apa yang di ucapkan oleh Tari, itu benar jadi kalian tidak perlu saling menyalahkan, yang terpenting sekarang semua sudah terungkap." Imbuh Alvin.     

Dan dari samping Alvin, Laras mendekat ke arah Rossa dan mengusap punggung Rossa.     

"Sabar ya, Tante," ucap Laras.     

"Iya, Nak Laras, terima kasih," jawab Rossa.     

      

      

      

Meski pun berusaha untuk mengikhlaskannya, tapi dari lubuk hati terdalamnya, Rossa masih merasa tak rela putri semata wayangnya menjadi begini.     

Dia tak bisa membayangkan betapa sulitnya menjadi Cinta dulu.     

Selalu di perlakukan kasar di rumah oleh sang ayah, dan Rossa hanya membiarkan begitu saja tanpa membelanya bahkan tak jarang Rossa juga turut berlaku kasar dan memukul Cinta disaat dia benar-benar merasa kalut.     

      

Dia tidak peduli meski Cinta menangis, memohon dan betapa sakit hatinya dulu.     

Karna bagi Rossa, Cinta hannyalah sebuah aib, dan sumber permasalahan antara dirinya dan suaminya.     

      

Sudah mendapat perlakuan yang kurang baik di rumah, ditambah lagi, di lingkungan sekolah Cinta juga mendapatkan perlakuan yang tidak baik pula.     

Betapa sulitnya Cinta dulu, bahkan untuk sekedar berkeluh kesah kepada sang ibu yang harusnya menjadi penenang bagi dirinya, tapi nyatanya malah diabaikan, justru ibunya adalah sumber masalah pula dalam hidupnya.     

      

"Ibu macam apa, aku ini! Aku tidak pantas dipanggil Ibu, bahkan kata maaf saja tidak akan cukup! Ambil saja nyawa Ibu Cinta, bunuh saja Ibu!" tukas Rossa di hadapan jasad putrinya.     

"Kamu pasti sangat membenci Ibu, 'kan? Kalau kamu masih benci, kamu boleh melakukan apa saja kepada Ibu. Kamu juga boleh membunuh Ibu seperti kamu membunuh Melisa dan yang lainnya!" ujar Rossa, dengan derai air mati yang mengiringi kesedihannya.     

"Sabar, Tante! Tenangkan hati Tante! Tari mohon, jangan berkata begitu!" pinta Mentari.     

"Tidak! Tari! Tante memang pantas untuk mengatakan ini, Cinta pasti sangat membenci, Tante!"     

"Enggak, Tante! Cinta tidak pernah membenci, Tante Rossa!"     

"Apa maksud kamu, Tari?"     

"Ya karna memang Cinta tidak pernah membenci, Tante Rossa, Cinta sayang kepada, Tante!"     

"Kamu bohong, Tari!"     

"Enggak, Tante! Tari gak bohong! Bahkan Cinta sendiri pernah berkata kepada Tari, kalau dia sangat menyayangi Tante! Dia bersedih melihat keadaan, Tante Rossa yang seperti ini!"     

"Hik hik hik, kamu bohong, Tari! Kamu bohong!"     

"Enggak! Tante ... Cinta selalu melihat Tante yang sendirian, Tante yang menangis, Tante yang kesepian, dan Tante yang selalu menyebut nama Cinta sebelum terlelap, bahkan Cinta juga memeluk Tante ketika Tante Rossa tertidur dalam keadaan yang sangat merindukannya," tutur Mentari.     

Dan dia saat itu Rossa mulai sedikit sadar.     

Dimana hari-harinya dalam kesendirian, dia merasakan kehadiran Cinta.     

Terkadang dia merasakan sentuhan dan pelukan hangat yang seperti dia kenal, tapi bukan suaminya.     

Namun ketika dia terjaga, sentuhan itu tak lagi terasa, dia hanya sendiri tak ada siapa pun.     

      

Dia mengira jika itu semua hannyalah perasaannya saja.     

Apa lagi dulu dia sedang merasakan depresi berat.     

Setelah mendengar ucapan Mentari yang menenangkan jiwa, Rossa kembali tersenyum.     

"Jadi benar, kamu sudah memaafkan Ibu, Nak!" ucap Rossa dengan mata berbinar.     

"Benar, Tante, Cinta tidak pernah merasa dendam kepada, Tante Rossa. Cinta masih sangat sayang kepada, Tante Rossa."     

"Terima kasih, Tari. Kamu sudah menyadarkan, Tante! Sekarang hati Tante sudah merasa tenang, karna Cinta sudah memaafkan Tante,"     

"Iya, Tante,"     

      

      

***     

      

Dan setelah jasad Cinta sudah di temukan, mereka pun menguburkannya dengan layak sebagaimana mestinya.     

Di sebuah tempat pemakaman umum dan dengan nisan yang tertulis namanya beserta hiasan karangan dan taburan bunga, di situlah jasad Cinta bersemayam kini.     

"Hanya ini yang bisa Ibu lakukan, Nak. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Ibu akan selalu mendoakanmu,"  ucap Rossa sambil mengelus batu nisan milik Cinta.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.