Bullying And Bloody Letters

Tamat Season2



Tamat Season2

0Setelah mengahadiri acara pernikahan Laras dan Alvin.     

Satu bulan kemudian Mentari dan juga Vero pun juga melangsungkan acara pernikahan yang mereka gelar di Jakarta dan resepsi di lanjutkan di Bali.     

Setelah menikah, Mentari dan Vero memutuskan untuk pergi berbulan madu ke Paris.     

Sedangkan Alvin dan Laras sudah memutuskan untuk tinggal di rumah mereka sendiri.     

Dan sekarang Laras lebih sering manghabiskan waktu di rumah saja, karna dia sedang hamil muda dan tidak bisa beraktivitas terlalu berat, karna dia mudah lelah dan mengalami morning sickness cukup parah.     

"Vin, aku mau di beliin Maratabak," pinta Laras dengan suara yang manja.     

"Ya ampun, Ras, tapi ini udah jam 12 malam lo!" tukas Alvin     

"Tapi, dia yang minta!" jawab Laras sambil menunjuk ke arah perutnya.     

"Iya, tapi ini sih parah banget, malem-malem begini coba?"     

"Kamu gak mau?" tanya Laras sambil melotot.     

"Iya, deh mau!," jawab Alvin dengan suara lemas dan terpaksa.     

"Cepetan ya, Ayah!" tukas Laras sambil tersenyum.     

"Hemm ...." Jawab Alvin.     

"Martabak telor spesial! Yang di pinggir jalan! Harus di bungkus pakek kertas minyak gak boleh pakek bok!"     

"Ehm, iya!"     

"Ingat telornya harus dua ya!"     

"Iya, Laras! Bawel ah!"     

"Bukan aku yang bawel, tapi dia!" tunjuk Laras ke arah perutnya."     

"Emmm iya!"     

"Jangan lupa!"     

"HMMM IYA!"     

Alvin pun segera berlalu pergi.     

***     

Tak terasa satu tahun pun sudah berlalu, dan kini Mentari dan Vero sedang berada di rumah sakit.     

Yah, hari ini tepatnya Mentari akan melahirkan anak pertamanya.     

Tampak Vero yang di temani oleh Alvin sedang panik dan berharap-harap cemas karna sedang menunggu kelahiran anak pertama-nya.     

"Vin, gila aku khawatir banget, apa kamu waktu itu juga sehawatir ini saat Laras akan melahirkan kan?" tanya Vero.     

"Iya, lumayan! Aku sampai ikutan mules-mules" jawab Alvin.     

"Hah?! Serius?!" tanya Vero yang tak. Percaya.     

"Serius, Ver! Laras yang melahirkan tapi aku yang mules-mules!" jawab Alvin.     

"Kok bisa gitu ya?"     

"Ya enggak tahu juga sih, tapi emang ada juga sih fenomena seperti itu," jawab Alvin.     

"Kok aku enggak?"     

"Ya kan setiap orang berbeda-beda Vero!"     

"Gila aku jadi ngeri juga kalau begini, sumpah aku khawati banget sama Mentari, padahal aku udah ngasih saran buat oprasi aja tapi dia gak mau!"     

"Emang kamu pikir kalau opeasi itu tetap gak sakit?"     

"Ya tapi setidaknya gak seseram ini!"     

"Sama aja Vero! Justru kalau setelah oprasi butuh waktu yang lumayan sedikit lama di banding melahirkan secara normal!" jawab Alvin.     

"Wah, kamu benar-benar udah ahli banget ya soal persalinan!" puji Vero.     

"Hehe, namanya juga, Dokter Alvin!" kelakar Alvin agar Vero tidak terlalu tegang.     

"Ah, Dokter Alvin Cabul!" celetuk Vero.     

"Apa?!" teriak Alvin.     

Dan tak lama seorang perawat memanggil Vero untuk masuk ke dalam ruangan bersalin.     

"Bapak, Vero! Tampaknya Ibu Mentari, ingin di temani oleh Bapak," tukas perawatan itu.     

Dan Vero pun segera masuk kedalam ruang bersalin.     

***     

Setelah anak pertama mereka lahir, Mentari pun tak sadarkan diri.     

Kondisi Mentari sangat lemah karna dia mengalami pendarahan hebat.     

Tentu saja hal itu membuat Vero merasa sangat panik.     

Dia sangat takut akan terjadi hal buruk kepada Mentari.     

"Gimana ini, Alvin aku takut kalau Mentari kenapa-napa!" ujara Vero.     

"Sabar, Ver! Kita doakan yang terbaik untuk Mentari!" sahut Alvin menenangkan Vero.     

"Iya, tapi aku takut banget, Vin!"     

"Sabar, Vero! Dan tadi Laras juga mengirim pesan dia ingin meminta maaf kepadamu, karna tidak bisa menemani di sini saat Mentari sedang kritis, karna anak kami sedang tidak enak badan," ujar Alvin.     

"Iya, Vin tidak apa-apa kehadiran kamu di sini saja sudah cukup. Justru aku yang malah tidak enak, di saat anak kalian sedang sakit, kamu malah berada di sini menemaniku,"     

"Iya, tidak apa-apa,"     

"Kamu harus kuat ya!" ucap Alvin menyemangati Vero.     

***     

Mentari masih belum sadarkan diri.     

Di saat itu Mentari merasa sedang berada di dalam ruangan yang luas dan serba putih.     

Dia melihat Cinta sedang melambaikan tangan ke arahnya.     

"Cinta! Kamu datang lagi?" tanya Mentari.     

Mentari berjalan mendekat ke arah Cinta.     

"Kenapa aku bisa melihatmu lagi, apa itu artinya aku sudah mati?" tanya Mentari lagi.     

Cinta pun menggelengkan kepalanya.     

"Lalu mengapa aku berada di sini?"     

Cinta berbicara dengan bahasa isyarat, dia mengatakan bahwa kedaan Mentari saat ini sedang tidak baik. Di sini hanyalah jiwa dari Mentari saja, sementara tubuhnya masih terbaring lemah di rumah sakit.     

Cinta juga mengatakan bahwa Mentari baru saja melahirkan seorang bayi perempuan.     

Cinta ingin Mentari segera kembali ke raganya dan menggendong putri kecilnya.     

Tapi sebelum Cinta lenyap dari hadapan Mentari dia ingin agar Mentari dan Vero tidak melupakannya.     

Yaitu dengan memberi nama putri mereka dengan nama Cinta.     

Setelah itu Mentari kembali ke tubuhnya dan dia mulai tersadar.     

Dan ketika dia mulai membuka mata, ternyata di sampingnya sudah ada Vero yang menangis sambil menggendong bayi mereka.     

"Kak Vero," panggil Mentari.     

"Tari! Tari kamu dudah siuman! Suster!" teriak Vero memanggil seorang perawat.     

"Kamu baik-baik aja, 'kan, Tari?" tanya Vero dengan penuh antusias.     

"Iya, Kak Vero! Tari baik-baik saja!" jawab Mentari.     

"Apa itu putri kita?" tanya Mentari.     

"Iya! Benar ini putri kita! Kamu akan memberi nama siapa?" tanya Vero.     

"Cinta!" jawab Mentari singkat.     

Dan Vero pun terdiam sejenak, dia tidak percaya kenapa Mentari langsung menyebut nama Cinta.     

Nama yang sama dengan seorang gadis yang sangat berarti di dalam hidupnya selain Mentari.     

"Kenapa harus nama itu?" tanya Vero.     

"... agar kita bisa mengenang, Cinta," jawab Mentari.     

"... apa kamu baru saja bertemu dengannya?" tanya Vero.     

"Iya," jawab Mentari.     

"Hufftt ... yasudah, kalau memang itu mau kamu, aku bisa apa, aku hanya menurut saja, lagi pula Cinta juga seseorang yang sangat berarti di dalam hidupku," ujar Vero.     

"Di hidupku juga, Kak Vero!" sambung Mentari.     

Vero terasenyum, "Iya, Tari!"     

"Terus kita kasih nama panjang siapa?"     

"Kita kasih, nama Cinta Mentari Devano! Nama Devano diambil dari nama belakang, Kak Vero, yaitu Vero Devano!" tukas Mentari.     

"Ok, deal! Kita beri nama itu!" ujar Vero.     

"Ok, kita memanggilnya, Cinta saja?"     

"Iya!" jawab Mentari.     

Keluarga kecil Vero dan Mentari pun semakin harmonis setelah kelahiran putri pertamanya, mereka berdua di karuniai dua putra kembar satu tahun kemudian.     

Yang menambah kebahagiaan keluar mereka.     

"Tari, kamu masih berencana untuk punya anak lagi enggak?" tanya Vero.     

"Mau dong! Tari mau punya anak banyak, biar rame, gak kayak Tari dulu yang kesepian karna gak punya saudara!" jawab Mentari antusias.     

"Ok, siap kalau begitu!" jawab bersemangat.     

Tamat     

Thanks buat para Kaka-kaka pembaca yang masih mengikuti cerita ini sampai saat ini.     

Dan mohon maaf apa bila masih banyak kekurangan dalam kepenulisan terutama di bagian typo yang masih banyak sekali.     

Sekali lagi Author meminta maaf dengan penuh kerendahan hati.     

Semoga Kaka-kaka Readers sehat selalu dan sampai bertemu lagi di season 3.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.